‘Itu adalah salah satu bagian terburuk dalam hidupku. Rasa yang menggerogotiku setiap saat, membuatku merasa sesak setiap waktu. Kenyataan bahwa aku tak bisa menyelamatkannya, fakta bahwa aku membiarkannya pergi begitu saja. Aku sangat menyesal.’
Kedua kelopak matanya kini perlahan mulai menutup. Jungkook meringkuk diam dalam balutan selimut. Suara lirih milik Raena yang beberapa saat lalu didengarnya seakan terputar berkali-kali, mulai membuainya untuk melepas kesadaran dan terlelap. Meski rasa sesak menjalar perlahan tanpa henti menekan dadanya, pemuda itu merasa sesuatu tengah mencoba mengambil alih kendalinya.
Jadi, itu alasannya kau ingin mengakhiri hidupmu, Rae?
○♤○
“Kim Junho,” Suara wanita itu menggema lembut, mengetuk-ngetuk lemari usang dengan jemarinya. “Kau bisa mendengar ibu?”Pintu lemari itu berderit, celah sempit terbuka dari sana. “Junho, sayang.”
Sepasang mata hitam menatap sayu, sudut bibir keunguannya masih dapat dilihat meski dalam kegelapan di dalam benda berbahan kayu itu.
“Kau ingin semua ini berakhir?” Sang ibu menarik pintu lemari, melebarkan celah sembari mengulurkan tangan.
Ruang kosong lemari itu menghimpit kuat sosok yang masih bertahan diam didalam sana, masih membisu dengan tatapan menyorot.
“Akhiri saja, ibu ingin kau mengakhirinya, Junho.” Tangannya dengan lembut menarik sosok itu keluar dari lemari, hoodie hitamnya tersingkap begitu saja, menampilkan lebih jelas bekas lebam pada wajahnya.
Jemari ibunya kini menyodorkan benda berkilau runcing yang langsung membiaskan binar pada mata laki-laki itu. “Bunuh dia.”Ia menyambar pecahan kaca itu tanpa ragu. Selangkah demi selangkah menyeret tungkai mendekati sebuah kamar dengan celah pintu terbuka, secercah cahaya lampu tampak mencoba meloloskan diri. Ia kini mendorong pintu itu perlahan. Seketika suara menggema kasar langsung menerobos telinganya.
“Apa yang kau lakukan di sini? Manusia tak berguna!”
Anak laki-laki itu meremas benda di tangannya semakin kuat, mengambil langkah mendekat, sekilas melirik sesosok tubuh tersungkur penuh luka sang kakak pada lantai dengan pecahan kaca berserakan.
“Kau ingin aku memukulimu lagi—“
Sret
“Akk! Apa yang kau lakukan anak sialan?!”
Pria di depannya berteriak kalap, bercak kemerahan mulai terbentuk pada lantai ketika luka sayatan kaca yang mengiris wajahnya itu terbuka semakin lebar. Tubuhnya terhuyun kebelakang—membentur tembok dan sedetik kemudian anak lelaki itu mengambil langkah maju, dengan cepat menikam brutal pria didepannya tanpa ragu.
Jemarinya hampir sepenuhnya diselimuti cairan kemerahan sesaat sebelum tubuh pria yang di tikamnya ambruk pada lantai. Ia terpaku, binar matanya lenyap digantikan kekosongan dalam. Bibir keunguannya setengah ternganga.
Bau besi menyengat menguar memenuhi udara, membuat kepalanya terasa ditusuk ribuan jarum. Pada akhirnya ia jatuh terduduk, tangan lelaki itu terkulai lemas pada sisi tubuhnya, perlahan melepas pecahan kaca. Segaris senyum miring puas tertarik pada bibir tipisnya sebelum sesaat kemudian kesadarannya menguap.
Namun, bagai kecupan mimpi singkat. Tubuh lelaki itu kembali bergerak. Perlahan ia menegakkan punggung, sambil memegang kepalanya yang berdenyut pening. Kelopak mata yang awalnya setengah terbuka itu kini melebar sempurna diselimuti cairan bening, sekujur tubuhnya menegang menatap sekeliling. Napasnya tertarik tak beraturan, menahan desakan teriakan ketakutan yang ingin lolos dari pita suara, ketika menemukan darah menyelimuti hampir seluruh tangannya serta tubuh sesosok pria yang telah tergeletak tak bergerak.
“Ap-apa yang terjadi...a—ayah,”
Pintu didepannya perlahan berderit terbuka, menampilkan sosok wanita yang kini dengan cepat mendekat, bersimpuh lalu memeluknya.
“Ibu, aku...aku—tolong aku.”
○♤○
Jungkook meremas sprei. Berusaha meraup oksigen lebih banyak, menetralkan rasa sesak meronta didadanya.Ketakutan yang sama, bahkan lebih mencekam. Bagaimana bisa sekelebat bayangan gelap itu kembali? Tidak, apa waktunya hampir mendekati batas?
Pemuda itu berusaha menegakkan punggung, perlahan menggapai segelas air pada nakas, menenggaknya hingga tandas. Cairan itu serasa mengalir lembut, membasahi kerongkongan yang mengering.
Tangannya mengepal kuat. Setelah apa yang dipilihnya selama ini, setelah sejauh ini ia telah melangkah, bahkan masa lalu tak sekejap pun melepasnya. Tak bisakah ia bernapas bebas barang sedetik saja? Setidaknya biarkan ia menuliskan akhir cerita yang berbeda, mengobati luka yang ia tinggalkan.
Pemuda itu memegang kepalanya, merasakan beberapa helai surai coklat yang basah akibat keringat dingin.
Dia...tak boleh kembali.
Tubuh Jungkook menggigil, mengingat seulas wajah yang selama ini tak pernah seharipun terlepas dari atensinya, berusaha mati-matian untuk tidak melewati batas pemisah, berusaha tak terbuai oleh seulas senyumnya kembali. Seberapun rasa sakit menyiksa yang merangsek memaksa masuk kedalam, memenuhi sisa celah kekosongan dirinya ketika melihat masa lalu tergambar jelas pada netra sosok itu setiap kali memandangnya. Seberapapun ia begitu ingin menarik tubuh lemah itu dalam dekapannya beberapa detik lebih lama.
Namun, Jungkook sadar, Ia harus tetap terjaga. Ia harus selalu menanam satu pemikiran, satu keyakinan bahwa garis takdir yang menghubungkan meraka tak bisa diubah, bahwa jika ia bisa menjadi bahagia gadis itu untuk sesaat. Ia juga bisa menjadi akhir hidup gadis itu dalam sekejap. [♤]
A/N: Hi!
Aku update lebih awal karena takut ngga bisa update sesuai jadwal karena project sama tugas aku numpuk🤧. Selain itu aku juga lagi dalam proses menulis cerita pengganti Hydrangea yang kebetulan banget (bahkan aku sempet baper :v) judulnya sama dengan salah satu tracklist album BE mendatang😭. Ngga tahu deh mau ngomong apa pokoknya semoga comeback BTS lancar dan makin sukses. Sekian, semoga kalian menikmati part ini🖤.
13 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Hydrangea || ✔
Fanfiction[The Sequel of Eglantine] Tujuannya hanya untuk membuat sang gadis menjalani hidup bukan dalam remang kelam masa lalu, memperhatikan gadisnya dalam balutan kebohongan dari sisa reruntuhan waktu yang ia miliki. "Siapa lagi yang harus kubunuh?" ©️Pure...