Pt. 25 (Save Me)

310 45 19
                                    

“Tidak,” Jungkook memegang kepalanya, menggeleng kuat. Bibirnya kembali merancau untuk kesekian kalinya,“Ja-jangan kembali,” Napas pemuda itu tersengal. Punggungnya masih bersandar pada pintu, dan gedoran dibalik pintu telah lama hilang. Raena telah pergi. Kini, hanya kegelapan yang hampir membungkus tubuhnyalah yang menemaninya.

“Jangan kembali, Kim Junho.” Ia kembali merancau. Bibirnya menggigil, sedang netra hitamnya bergetar, “Aku...aku harus pergi. Iya...” Pemuda itu akhirnya menegakkan punggung, menatap gelisah sekeliling. “Pergi, harus. Aku harus pergi.”

Tanpa berpikir lagi, Jungkook menarik kenop pintu kayu tersebut dan melesatkan tubuhnya keluar, tak memperdulikan udara dingin yang menyengat dan butir-butir halus salju yang masih turun perlahan dari langit kelabu. Kakinya Ia seret begitu saja pada jalanan temaram yang diselimuti salju, sebelum seseorang menghadangnya dengan tangan terkepal kuat pada masing-masing sisi tubuhnya.

Jungkook menghentikan langkahnya, membiarkan kepulan napas mengepul dan menyatu dengan udara ketika Ia berusaha mengatur napas.

Sosok yang berjarak beberapa meter darinya menatap tajam, “Jeon Jungkook, aku telah lama menunggumu.”


○♤○


Bugh

Jungkook terbatuk, bercak-bercak kemerahan telah mewarnai sudut bibirnya.

Namun, jeratan pada lehernya belum terlepas meski pukulan demi pukulan telah didaratkan tanpa perlawanan.
“Bajingan. Kau ingin kupukul sampai mati, hah?”

Jungkook terdiam, sudut bibir berdarahnya tertarik tipis, menampilkan senyum getir, masih tak melakukan perlawanan apapun.

Sang lawan bicara mendecih, dan hendak mendaratkan satu pukulan lagi, sebelum tinju yang telah siap mendarat itu mengambang diudara.

Yoongi memilih melepas cengkramannya pada baju Jungkook dan membiarkan tubuh pemuda itu menghantam aspal bersalju pada gang sempit tempat kakinya berpijak.

“Kau pria brengsek. Seharusnya aku tak membiarkanmu kembali ke kehidupan adikku.” Yoongi menggeram, “Kenapa kau kembali ke kehidupan Raena, hah? Kau tak ingat apa yang telah kau lakukan dulu padanya? Kau—”

“Kenapa kau berhenti?”

“Apa?” Yoongi menyorot tajam kearah lelaki yang susah payah berusaha menegakkan punggung itu. Jungkook menyeka sudut bibirnya dan menatap kosong kearah netra Yoongi.

“Kenapa kau berhenti memukulku?”

Pemuda bermarga Min itu mendecakkan lidah tak habis pikir, “Kau pikir aku tak ingin melakukan itu?” Yoongi kini kembali menarik baju Jungkook, “Aku benar-benar ingin membunuhmu, jika aku memiliki kesempatan.”

Napas berat Yoongi berhembus kasar, menyiratkan emosi yang berusaha diredamnya mati-matian, kedua tangannya masih meremat baju Jungkook.

Namun, atmosfer penuh emosi yang berusaha dinetralkan Yoongi kini kembali menebar kemarahan berlapis-lapis kala Jungkook berujar tipis, “Lakukan saja. Ini kesempatanmu, aku tak akan melawan.”

Yoongi menekan dua belah bibirnya, pada akhirnya kembali mendaratkan satu pukulan kuat. Tubuh Jungkook terlempar menghantam aspal dan meninggalkan bercak darah samar  pada salju.

“Ah, sialan.” Yoongi mendecakkan lidah, memandang Jungkook yang masih terkapar. “Kau masih juga belum mengerti.”

Jungkook mengerjap lelah, sebelum benar-benar berdiri dengan terhuyun.

Sang lawan bicara kini menatapnya lurus. “Aku tak bisa dan tak akan melakukan itu. Aku tak akan menghabisimu, apa kau tahu alasannya? Apa kau tahu, kenapa aku tetap bungkam akan kasus pembunuhanmu terhadap Jimin, ataupun operasi pemalsuan identitasmu itu?”

Hening bergelayut. Hembusan angin dingin seakan mengikis kulit lebih dalam.
Yoongi melanjutkan tipis, “Itu karena aku tak ingin menyakiti Raena lebih jauh, seperti yang kau lakukan.”

Si Jeon seketika mengalihkan pandangan. Ia mengatupkan bibir rapat.

“Apa kau tak tahu seberapa berartinya kau, bagi Raena? Apa kau tak berpikir dampak segala tindakanmu baginya?” Kepalan tangan Yoongi mengerat hingga buku-buku tangannya memutih. “Tidak bisakah sekali saja, kau membuatnya benar-benar bahagia?”

Kedua netra Jungkook serasa memanas, nyeri mulai menyergap dan serasa membungkus dadanya.
“Aku pikir kau adalah orang yang dapat menyembuhkan lukanya, meski apa yang pernah kau lakukan dulu. Aku mencoba percaya atas binar dimata Raena, bahwa kau...adalah rumah yang selama ini dicarinya. Tetapi, ternyata aku salah, sangat salah. Membiarkan Raena didekatmu hanya membuatnya semakin hancur.” Yoongi masih mempertahankan sorot mata tajamnya, “Raena bahkan hampir membeku menunggu orang sepertimu didepan pintu, di saat udara sedingin ini. Lalu kau? Bahkan tak peduli dan mencoba lari seperti pengecut. Jadi, dengar, Kim Taehyung dan segala kedok atau apapun maksudmu....” Yoongi kini mendekat dan tepat terhenti satu langkah didepan sang lawan bicara, “Pergi. Pergilah dari kehidupan Raena.”

Yoongi telah memutar langkahnya untuk menjauh, tetapi Jungkook berujar serak hampir terisak, “Aku tak pernah ingin menyakitinya. Aku tak pernah sedikitpun ingin menggoreskan luka apapun lagi pada kehidupan Raena.”

Yoongi stagnan, menghela napas dengan enggan.

Pemuda dibelakangnya kemudian melanjutkan, “Aku mencintai Raena, sangat.” Jungkook tersenyum getir, “Hingga aku lupa bahwa aku hanyalah monster yang tak akan bisa selalu berada didekatnya.”

Pemuda bermarga Min itu segera  berbalik, “Apa maksudmu?”

“Kim Taehyung mungkin sangat mencintai Raena, bahkan Jeon Jungkook sebagai kedok egoisku agar tetap bisa berada didekatnya, juga sama. Tetapi, aku seharusnya ingat bahwa, aku tak dilahirkan sebagai Kim Taehyung maupun Jeon Jungkook.”

Yoongi mengerutkan kening, semakin menatap kebingungan, “Kau...apa yang kau bicarakan—”

“Aku dilahirkan sebagai Kim Junho.” Jungkook menyorot Yoongi lewat netra hitamnya yang kian menggelap dan berkabut. “Jadi, Yoongi, aku ingin meminta satu lagi permintaan padamu.”

Langkah Jungkook terhuyun, memotong jarak antar keduanya. “Jika permintaan pertamaku saat itu untuk menyelamatkan Raena dari ibuku, maka saat ini selamatkanlah Ia lagi. Selamatkan Raena dariku, Min Yoongi...berjanjilah.” [♤]

Hydrangea || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang