"Guru-guru bilang nilaimu berkurang belakangan ini, Humeera." Jaehyun yang tengah sibuk mendata nilai siswa di kamarnya mulai membuka percakapan antara dia dengan Renjun—yang kini sedang terbaring di balik selimut hitam milik guru Prancis itu. "Sebenarnya ada apa? Dipelajaran saya nilaimu juga berkurang."
Renjun tidak terlalu menanggapi selain bergumam tidak jelas. Setelah dijemput Jaehyun tadi di rumahnya, Renjun tiba-tiba saja demam ketika baru saja menginjakkan kaki di kediaman pria itu. Jaehyun yang mengetahui Renjun demam sempat memberinya obat pereda demam, namun hingga pria itu hampir menyelesaikan imput data siswa teman sekelas si perempuan serta beberapa kelas lainnya yang memakan waktu kurang lebih tiga jam, demam tidak kunjung mereda. Bahkan kini tidak hanya demam saja, melainkan sakit kepala juga dideritanya.
"Bagaimana demammu? Apakah sudah baikan?" Jaehyun bertanya. Kacamata yang dikenakannya dilepas, lalu diletakkan di atas meja.
Seakan kelu lidahnya menjawab, Renjun hanya menggeleng dan tentu itu tidak diketahui oleh Jaehyun yang sekarang ini masih memunggunginya. Jaehyun yang tidak mendengar jawaban segera menoleh, sebelumnya sempat memijat pangkal hidungnya karena pening terlalu lama menatap layar laptop miliknya. "Sudah baikan?" tanyanya lagi, yang dijawab Renjun dengan gelengan kepala.
Jaehyun Greevano menghela napas. Pria itu bangkit, lalu duduk di tepi ranjang guna memeriksa anak didiknya di sekolah itu. "Hm ..." benar, saat telapak tangannya menyentuh kening Renjun hantaran panas begitu terasa seperti sengatan aliran listrik. Wajah perempuan itu juga masih pucat, dengan peluh yang bercucuran secara lambat dari kulit kepalanya. "Ingin ke dokter?" pertanyaan itu langsung dijawab gelengan kepala Renjun.
Lagi, Jaehyun menghela napas. Pria itu bangkit, hendak keluar kamar untuk membuat secangkir kopi. "Ya, sudah tidur saja. Nanti saya bangunkan ketika makanan telah siap." Rupanya, pria itu juga hendak memasak untuk keduanya.
Selepas kepergian pria bertubuh besar, Renjun dapat bernapas lega. Ketakutannya lenyap seketika saat pria itu pergi menjauh darinya. Tubuhnya di sandarkan di kepala ranjang, mencoba merilekskan tubuh yang terasa tidak enak badan. Sapuan udara dingin dari pendingin ruangan rupanya sama sekali tidak mempengaruhinya, karena rasa panas tubuhnya sangatlah besar dan mendominasi. Belum lagi tiba-tiba saja perutnya terasa mual seperti dirinya tengah mabuk kendaraan yang berkepanjangan.
Di saat hening seperti ini, bayangan-bayangan dari yang menyenangkan hingga tidak menyenangkan muncul berkeliaran di benaknya. Renjun sebenarnya sudah menekatkan diri agar tidak lagi melamun, namun jika sedang sakit seperti ini tidak ada yang bisa dia lakukan selain berbaring lemah yang tentu bayangan-bayangan itu dapat leluasa menguasai pikirannya.
Bayangan masa kecilnya yang menggembirakan, bayangan kematian kedua orang tuanya hingga bayangan kehancuran ketika dia memasuki sekolah menengah atas. Semua berjalan tidak beraturan di dalam pikirannya, begitu bebelit membuat pening semakin menjadi-jadi.
Tanpa disadari olehnya, air mata menetes menuruni pipi yang kini mulai menirus. Sudah sekitar semingguan perempuan itu tidak enak badan, dan sudah berulang kali Kun, Guanlin, dan Jaehyun menawari diri untuk membawa perempuan itu ke rumah sakit, namun Renjun menolaknya karena dia pikir itu hanyalah demam biasa. Sakit yang dideritanya memang tidak secara terus-menerus dirasakan. Biasanya itu akan terasa di saat pagi hari dan menjelang malam, jadi Renjun kira itu bukanlah masalah besar untuknya hingga mengharuskan perempuan itu dibawa ke rumah sakit.
"Hah ..." napasnya begitu panas menerpa punggung tangannya.
//
"Lebih baik kamu benar-benar ke rumah sakit. Wajahmu benar-benar pucat dan—kamu kurusan." Mendengar itu Renjun menutup mata. Baru saja dia menelan suapan nasi ketiga, perkataan Jaehyun tiba-tiba membuat dadanya sesak.
"Kamu kurusan". Perkataan itu sangatlah mengganggunya, karena memang setiap pria itu mengatakan kata demikian, biasanya hal-hal buruk akan menimpa Renjun. Seperti misalnya mencengkeram kuat rahangnya dan berbicara dengann sarkas—hingga berbicara kasar—akan ketidaksukaannya saat melihat Renjun kurusan, atau mengatur pola makannya hingga benar-benar membuat Renjun mual karena terus diberikan makanan dalam jumlah besar yang harus dihabiskan dalam satu waktu. Jaehyun jika sudah mengatakan kata itu langsung seperti orang kesetanan.
"Setelah kamu makan dan membersihkan diri, saya tidak mau tahu kamu harus ke rumah sakit. Saya pastikan kamu datang ke sana, jadi jangan berlama-lama atau saya akan berubah pikiran—tidak menjadi membawamu ke rumah sakit, tetapi ... saya pikir bermain-main nanti malam bukanlah hal yang buruk."
Persetan, lebih baik dia ke rumah sakit daripada harus menuruti aksi bejat pria besar di depannya ini. Meskipun dia benci rumah sakit—karena rumah sakit mengingatkannya dengan peristiwa kematian orang tuanya—Renjun rasa itu lebih baik daripada tetap di kediaman Jaehyun dan berakhir dia "diapa-apakan" kembali oleh pria itu.
//
"Heh!" Renjun yang tengah melamun tersentak saat seseorang menggebrak mejanya serta berteriak kenceng di sampingnya. "Meskipun gue benci lo, tapi karena gue anaknya gak pilih-pilih dan masih punya hati untuk ngundang lo, nih, undangan pesta buat lo. Gak perlu bawa kado, karena gue tahu lo gak ada duit buat belinya, 'kan." Lami tersenyum. Tangannya menyodorkan selembar kertas tebal kepada Renjun.
Di selembar kertas itu tertera nama Lami yang dibentuk sedemikian rupa, tidak lupa tulisan "Birthday Party" berwarna ungu sangat kontras dengan warna kertas keseluruhan hitam. Tidak lupa, keterangan tempat dan tanggal juga tertera dengan tulisan "Sweet Seventeen" sebagai penanda ulang tahun yang keberapa kelak Lami adakan pesta.
"Oh, iya! Gue harap di pesta gue nanti lo gak malu-maluin, ya. Pake baju yang bagus, jangan kayak gembel! Berhubung yang lain pada bawa pasangan, lo kalo punya pacar bawa aja. Gue pengen tahu—orang cupu kayak lo itu punya pacar gak kalah cupu atau jangan-jangan orang gak waras karena kok mau-mauan aja pacaran sama orang kayak lo!"
"Atau bisa aja dia gak punya pacar karena emang enggak laku!"
"Hahaha!" Lami dan Keoun tertawa, sedang Hina hanya tersenyum sembari bersedekap dada.
Ketiga orang itu berbalik hendak meninggalkan meja Renjun. "Oh, iya—" namun Lami urung dan kembali mendekati meja Renjun dengan mimik wajah yang diubah semisterius mungkin. Sekonyong-konyong perempuan itu mendekat ke arah Renjun. Berbisik tepat di telinga Renjun dengan nada sedemikian rupa. "Pak Jaehyun dan Pak Taeyong juga gue undang." Dan setelah mengatakan itu mereka bertiga menjauh dari meja Renjun.
Renjun terdiam. Bisingnya suara siswa-siswi lain di kelas, Renjun abaikan bahkan ketika Lami melakukan hal yang sama kepada Lucas—mengebrak meja—terdengar tak kalah kencang dari teriakan Felicia yang tengah memarahi Sahna, juga terdengar hingga meja Renjun walaupun jarak antara tempat Renjun dan Lucas cukup jauh.
Jaehyun dan Taeyong.
Pesta Lami.
Lucas.
Dan ... pasangan.
Pening tiba-tiba menyerangnya. Kumpulan kata itu membuat Renjun menghela napas. Jika Taeyong diundang, pasti Nana turut ikut menemani Taeyong, 'kan?
Dan Jaehyun ... Renjun tidak yakin Pria itu akan mendatangi pesta—karena Renjun tahu betul Jaehyun sangat tidak menyukai kerumunan, apalagi kerumunan orang-orang yang hanya memikirkan waktu sesaat untuk bersenang-senang—tapi kalau boleh jujur juga Renjun cukup khawatir. Jika pria itu benaran datang ... ah, tidak-tidak. Tidak seharusnya Renjun mengkhawatirkan itu.
Tetapi satu yang sangat dia pikirkan saat ini ialah dirinya sendiri. Kondisinya saat ini. Haruskah ia benar-benar datang? Bagaimana jika nanti ... "Astaga, apa yang kamu pikirkan sih Humeera!" Renjun memukul kecil kepalanya.
Ini pilihan yang sulit. Jika ia tidak datang, Lami pasti akan marah besar di hari Senin-nya. Namun jika ia datang, entah apa yang akan terjadi di sana. Maju kena mundur kena, kenapa pula Lami harus mengadakan pesta?! Jika seperti ini Renjun benar-benar pusing memutuskan untuk datang atau tidak.
—To Be Continued—
👀👀 What happen aya naon nih 👀👀
KAMU SEDANG MEMBACA
Monster Pembimbing ☑️
RandomGrizelle Renjun Humeera, remaja kelas dua sekolah menengah atas merupakan salah satu cewek termalang yang pernah Figonata Lucas Jayachandra kenal, kendati demikian seorang Lucas tidak akan pernah peduli dengan sekitar, termasuk kepada cewek satu itu...