#35. Sayang Kalian

907 64 24
                                    

"Pintar! Anak siapa sih ini kok pintar banget," Jaehyun menggendong gadis berusia satu tahun. Itu Jirra, gadisnya sudah tumbuh besar. Cantik, dan juga menggemaskan. Bertubuh agak gempal, pipi tembam, dan sangat lucu. Jirra tumbuh dengan baik, pria itu merawat Jirra dengan seluruh jiwa raganya.

"Ha, ha, ha! Pa, Pa, geiiii!" Jirra terkekeh saat sang papa mengusakkan wajahnya di perut buncit Jirra. Tangannya tidak berhenti menjambak rambut Jaehyun guna menjauhkan kepala sang papa dari perutnya.

"Geiiii!! Pa, Pa, geiiii!" lagi, pekik gadis itu. Jirra tertawa hingga tanpa sadar air mata luruh dari kelopak kecilnya; kebiasaannya jika tertawa terlalu lama.

"Haha, iya, iya. Ini Papa lepaskan, hehe!" Jaehyun terkekeh saat dirinya melepaskan wajah dari perut sang anak, Jirra langsung jatuh lemas di dekapan sang Papa. Ia lelah tertawa, maka dari itu langsung saja ia rebahkan kepalanya di dada bidang papanya. Memejamkan mata sembari mengatur deru napas sehabis tertawa.

"Haha, maafkan Papa, ya, Jirra?" Jaehyun berujar pelan. Ia tahu anaknya sudah lelah bermain hingga tanpa perlu waktu lama gadisnya itu langsung terlelap di dekapannya. Kepalanya di bawa maju, Jaehyun mengecup kepala Jirra yang berada di pundaknya. "Tidur yang nyenyak, Papa sayang Jirra."

Satu tahun. Sudah satu tahun lamanya Jaehyun tidak lagi tinggal seorang diri di apartemen. Dahulu, kala ia masih belum memiliki buntut, teman-temannya pasti akan mengolok-oloknya, mengingat apartemen yang ia tempati cukup luas jikalau hanya untuk satu orang. Dan kini, Jaehyun sudah memiliki teman. Berkat Jirra-nya, Jaehyun tidak lagi kesepian. Berkat Jirra-nya juga, beban pekerjaan lenyap seketika saat ia mendengar tawa gadisnya itu. Jirra-nya memang sebegitu spesial, meskipun banyak orang mengatakan anak itu hanyalah kesalahan.

Tidak, itu orang lain. Bukan Jaehyun yang berpikiran seperti itu. Mana tega ia melihat gadis manisnya ia kata-katain dengan begitu tidak berperikemanusiaan. Jika memang kesalahan, bukan Jirra-lah yang mesti disalahkan, melainkan dirinya.

Sosok anak hadir sebab orang tuanya 'kan? Lalu, untuk apa mereka menyalahkan anak yang tidak berdosa, yang tidak tahu-menahu. Tidak, jika Jaehyun mendengar cacian untuk putri kecilnya, Jaehyun bersumpah ia akan menghancurkan orang itu, di detik yang sama saat orang itu mencaci anaknya.

Bahkan, jika Renjun disalahkan, bukanlah begitu jahat? Di sini, yang menghamili siapa, lalu mengapa yang disalahkan yang merasakan penderitaan kehamilan serta melahirkan. Jaehyun sadar, ia sebagai lelaki, dirinyalah yang salah. Selain fakta bahwa ia memperkosa-atau bahasa lebih halusnya, memaksa-Jaehyun paham, ia yang menanamkan cintanya, yang menyebabkan perempuan itu hamil dan melahirkan. Bukan perempuan yang dengan senang hatinya membiarkan ia menanamkan cinta, namun ketika dua garis merah muda terlihat, lalu ia membuka suara, namun justru ialah yang disalahkan.

Tidak, Jaehyun tidaklah lagi seberengsek itu. Ia sudah menyadari semuanya, mengakui dosanya.

Satu tahun lebih tidak serta-merta membuat Jaehyun lupa begitu saja dengan sosok ibu dari Jirra. Hingga saat ini, alasan dirinya tidak ingin mencari wanita lain ialah wanita itu. Renjun masih berada di lubuk hatinya, terlebih dengan adanya sosok Jirra, bayang-bayang akan sosok terkasihnya itu tidak pernah lepas. Jirra-nya memang semirip itu dengan Renjun. Matanya, mata gadis kecilnya selalu mengingatkannya dengan sosok Renjun. Begitu dalam, hingga tanpa sadar ia terjatuh dalam pesona peserta didiknya.

Terlambatkah Jaehyun mengucapkan cinta, di saat perempuan itu tak ada lagi di dunia?

"Ma ..." Jaehyun memejamkan mata. Jirra-nya sedang bermimpi bertemu dengan Renjun. Gadis itu akan cerita ketika bangun tidur apa yang telah dia lalui di alam mimpinya. Tanpa ia sadari, lagi-lagi air mata jatuh jika itu bersangkutan dengan pujaan hatinya. Jaehyun masih sangat menyesal, rindu, dan mencintai Renjun.

Monster Pembimbing ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang