#25. Ada Apa Sebenarnya?

541 69 4
                                    

Jeno tidak tahu bagaimana kronologi awal Haechan jadi sebenci ini terhadap Renjun. Seingatnya, beberapa hari lalu ketika Renjun kehilangan kedua orang tersayangnya, Haechan masih peduli. Perempuan itu turut sedih, hanya saja gengsi untuk mengakui. Tetapi kali ini sedikit berbeda, perempuan itu menjadi lebih "kejam" dari biasanya yang hanya memainkan kata. Ketika baru saja memasuki kelas—tadi pagi—Jeno dikejutkan dengan kelakuan kekasihnya—bersama tiga orang teman sekelasnya yang lain—memojokkan Renjun. Mendorong kecil bahu perempuan itu, hingga dengan matanya sendiri Jeno melihat Haechan—yang jelas kekasih tercintanya—menarik secara kasar surai pekat milik si perempuan gempal. Melihat aksi nekat kekasihnya tentu saja Jeno langsung memisahkan—karena awalnya ia hanya berdiam diri di depan pintu kelas, menyaksikan sejauh mana Haechan berani menyakiti "mantan" sahabatnya sendiri.

"Kamu apa-apaan sih, Jen!" Haechan mendelik tak suka. Tangannya yang digenggam Jeno dihempaskan dengan kasar. Wajahnya memerah padam, semakin tersulut emosi saat melihat Jeno membela perempuan yang atensinya tak ia harapkan lagi.

"Kamu yang apa-apaan. Gak lihat itu Renjun kesakitan, hah?!" tanpa sadar, Jeno menaikkan nada suaranya.

Di seberangnya, Haechan terkekeh sinis. "Oh, bagus, ya, kamu belain dia? Terus saja kamu belain dia, Jeno! Di sini itu aku yang pacar kamu, bukan si culun satu itu!"

"Felicia!!" lagi, Jeno membentak Haechan. Cukup geram agaknya melihat Haechan dengan entengnya menarik Renjun lalu menghempaskannya begitu saja hingga Renjun hampir tersungkur, jika saja ia tidak dengan sigap menangkap tubuh perempuan itu.

Di depannya, Haechan tersenyum. Bukan senyum manis yang sering ia tunjukkan, bukan pula senyum jenaka yang kerap ia berikan. Kali ini senyumnya sedikit mengerikan, namun bukan Jeno namanya jika hanya karena itu ia menjadi gentar. Lagi pula, Haechan ini kekasihnya, seorang perempuan, apa yang perlu dikhawatirkan, bukan? Tidak mungkin 'kan perempuan itu dapat berbuat hal yang lebih nekat lagi?

"Haha!" tawa yang mengudara begitu dipaksakan. Sepasang kekasih itu tidaklah lagi peduli dengan tatapan penasaran para siswa dan siswi di kelas. Semua anak kelas benar-benar menikmati tontonan yang ada, seperti drama yang sering mereka putar; lelaki tampan membela perempuan culun dari perundungan yang dilakukan kekasih si tampan. Bukankah pernyataan itu seperti kebanyakan drama yang banyak digandrungi para remaja? Siswi culun diselamatkan oleh pangeran kesiangan yang sialnya tampan.

Haechan mengangkat tangannya dengan senyum mengejek menatap Jeno dan Renjun secara bergilir. "Oke, oke. Sebenarnya aku juga jijik, ya, nyentuh-nyentuh dia. Tangan aku langsung gatal-gatal. Aduh, Lam, punya antis, gak?" perempuan itu membuat gestur seolah tangannya benaran gatal-gatal. Setelahnya menyondorkan tangannya ke arah perempuan lain bersurai sebahu, meminta hand sanitizer. Setelah mendapatkannya, ia pakai dengan jumlah cukup banyak, seolah banyak kuman yang benar-benar menempel di tangannya.

"Hush! Hush! Gue alergi kuman. Karena lo sudah nyentuh kuman, jadi jangan harap lo bisa nyentuh gue juga. Awas, minggir!" Haechan membuat gestur tangan mengusir Jeno. Membuat Jeno memberi jalan untuk empat perempuan yang melaluinya dengan angkuh, tidak terlewat, tiga perempuan lain yang mengikuti Haechan terkekeh jenaka sembari melihatnya miris.

Jeno menghela napas, dalam hati ia mencoba bersabar dan menguatkan diri. Ia sungguh bimbang. Satu sisi ia peduli dengan Renjun, namun di sisi lain ia tidak ingin kehilangan Haechan, cinta pertamanya. Ia benar-benar berada di situasi yang berat, bahkan rumus fisika dan nama-nama zat kimia tidaklah serumit ini. Pening rasanya kepala Jeno menghadapi semua hal yang sangatlah tiba-tiba.

//

Semakin hari, Haechan semakin banyak tingkah. Jeno hanya diam, memperhatikan tingkah Haechan yang semakin gencar merundungi Renjun. Sudah cukup kala itu Jeno membela Renjun secara terang-terangan yang membuat dirinya hampir diputusi oleh Haechan. Kini, ia hanya akan mengikuti alur permainan sang kekasih bersama tiga temannya yang lain. Tiga perempuan yang awal masuk sekolah sudah banyak dielu-elukan, termasuk oleh Haechan yang mengatakan iri terhadap kecantikan ketiga orang itu. Keoun, Lami, dan Hina. Kini, mereka jadi berempat, bersama Haechan—ditambah dirinya yang seakan hanyalah antek yang merangkap menjadi bodyguard sang kekasih. Tidak apa, selagi Haechan tidak mengabaikannya dan terus memberikan afeksi, Jeno tidak masalah. Lagi pula, sebenarnya "antek" dan "bodyguard" hanyalah kata hiperbolis buatan Jeno sendiri.

Terkadang Jeno merasa kasihan dengan Renjun. Perempuan itu tidak hanya dirundungi oleh kekasihnya dan tiga teman kekasihnya, melainkan oleh anak-anak lain juga. Ingin rasanya membantu, membela perempuan itu, namun Jeno tidak dapat melakukannya. Ia hanyalah seorang siswa yang tidak terlalu dipedulikan atensinya, meskipun anak-anak kelas menobatkannya menjadi sang raja. Tapi jauh dari itu, raja yang sering mereka sebutkan hanyalah karena sang ratunya itu Haechan. Jika saja ia benar-benar tidak lagi menjadi kekasih Haechan, Jeno pasti tidak akan lagi dianggap.

Semuanya benar-benar murni karena sosok Haechan. Perempuan itu memiliki peran penting dalam banyak hal. Entah apa yang telah ia usahakan hingga menjadi seterkenal itu hingga hampir seluruh murid tunduk kepadanya, Jeno hingga sekarang pun masih tidak habis pikir. Haechan-nya yang dahulu benar-benar telah berubah, seakan lenyap, tenggelam di dalam kegelapan yang membelenggunya, tergantikan sosok lain yang sangat berbeda sifatnya. Jeno sangat menyayangkan yang satu itu karena sejujurnya, Jeno lebih menyukai awal-awal masuk sekolah, ketika mereka masih bertiga. Terbesit rasa ... apakah mencintai Haechan itu sebuah kesalahan hingga mampu mengubah sekelilingnya?

Dalam rapalan doanya, Jeno meminta maaf jika memang keputusan itulah yang menyebabkan asal muasal Renjun dirundungi, karena yang Jeno tahu, Haechan yang cemburu buta menjadi sosok yang berbeda.

"Renjun, maaf." Jeno menutup pintu ruangan kosong yang baru saja digunakan Haechan, Keoun, Lami, dan Hina. Dengan tatapan sendu, Jeno meninggalkan Renjun yang terkapar lemah, perempuan itu pingsan.

Di dalam ruangan gelap dan kotor, bukan maksud Jeno membiarkan perempuan itu dirundungi oleh empat perempuan lain, bukan pula maksud Jeno membiarkan Renjun yang tak sadarkan diri seorang diri di dalam. Jeno hanya ... tidak berani mengambil langkah lebih membantu Renjun. Ia takut, karena Haechan dan tiga temannya memiliki kuasa yang lebih. Di saat-saat seperti inilah Jeno beranggapan, apakah iya ia hanyalah seorang kacung alih-alih kekasih?

"Jeno, cepat!" terkejut, tentunya. Suara Haechan begitu menggelegar, ditambah sekitar hening karena memang sudah malam. Dengan segera, Jeno menjauh dari ruangan tempat Renjun berada, pergi mendekat ke arah Haechan yang telah menunggunya dengan wajah bosan.

"Lama!" gerutu perempuan satu itu, lalu jalan terlebih dahulu meninggalkan Jeno di belakangnya yang hanya dapat menghela napas pasrah.

Seperti memang sebuah kesalahan ketika mencintainya.


—To Be Continued—

Monster Pembimbing ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang