Seminggu berlalu setelah pertemuannya dengan Nana, Renjun kembali hidup seperti biasanya. Berputar pada rotasi yang sama, tanpa ada rasa berani yang menuntutnya untuk berlari dari semuanya. Renjun tetap menerima perlakuan kasar dan tak pantas dari teman-temannya, seperti saat ini. Jam istirahat telah berdenting lima menit yang lalu. Renjun yang semula ingin menelengkupkan kepalanya di lipatan tangan yang berada di atas meja, harus mendongak saat seseorang mendorong kepalanya hingga terantuk meja dengan keras.
Itu Mina, kakak kelas sekaligus ketua geng yang berisi kumpulan orang-orang kaya. Mintarsih Jayani Isabella, namanya. Namun, jangan sekali-sekali memanggilnya dengan "Mintarsih", "Bella" atau "Arsih" karena dia membenci kedua panggilan tersebut. Renjun sebenarnya tidak tahu ada kisah apa di balik kedua nama panggilan itu hingga membuat Mina tak segan-segan menggangu ketenangan orang yang bersangkutan.
Mina tidak pernah main-main. Perempuan itu lebih menakutkan daripada Haechan dan gengnya Keoun.
Selalu dengan paksaan, Renjun dibawa menuju kantin. Mendudukkan perempuan itu di salah satu meja kantin, membuat seluruh penghuni kantin menatap ke arahnya. Sedang Mina dan kawan-kawannya justru pergi meninggalkan perempuan itu seorang diri, di tengah-tengah warga sekolah yang menatap dengan berbagai macam ekspresi.
Renjun terus menunduk, tangannya dipautkan dengan rasa cemas. Perempuan itu tahu, Mina pasti tengah merencanakam sesuatu yang sangat merugikannya. Renjun semakin gugup, apalagi semakin banyak yang memperhatikannya. Perempuan itu tidak tahu apa asiknya melihat seseorang yang tengah dikucilkan, apakah itu benar-benar cara mereka—orang-orang kaya biasa menikmati tontonan sebagai hiburan?
Benar, rata-rata warga sekolah tempat di mana Renjun menuntut ilmu merupakan kalangan menengah ke atas. Mendapat sandang sekolah favorit memang tak heran jika selain orang pintar, orang berduit juga banyak di sana.
Namun sayang, mereka terlalu sibuk mementingkan diri sendiri. Jika sekalinya ada yang tidak demikian, cara salahlah yang mereka lakukan, seperti yang kerap kali Mina, Bangchan, Haechan, dan Keoun lakukan.
//
"Makan yang benar! Masih mending kita beliin lo makanan. Jangan songong deh, abisin cepatan!"
Air mata turun bebas dari mata bulat Renjun. Tak terhitung perempuan itu tersedak makanan yang diberikan oleh Mina beberapa menit yang lalu.
Renjun memang lapar, namun apakah harus sekalinya perempuan itu mendapatkan makanan justru makanan yang diberikan sangatlah terlihat mengerikan?
Semula, Mina datang membawa semangkok bubur yang masih panas, disusul ketiga temannya. Ada yang membawa nasi goreng, soto, dan batagor yang langsung saja di letakkan tepat di depan Renjun yang masih menunduk takut. Setelah tanpa rasa kasihan, Mina yang menarik rambut Renjun agar mendonggak langsung menyuruh salah satu temannya melakukan aksi yang membuat warga kantin bersorak.
Bersorak gembira di atas penderitaan orang lain, bukankah itu terdengar sangat miris? Tidak heran negara ini, bumi tercinta ini, semakin lama semakin mendekat ke kehancuran. Dilihat dari manusia-manusia yang ada, memang tak heran lagi jika semuanya akan menjadi berantakan. Tata kota yang berantakan, sistem pemerintah yang berantakan, serta moral yang kian menghilang seiring banyaknya orang yang tak lagi memiliki rasa kasihan, peduli, kasih sayang, dan cinta terhadap sesama manusia.
Mereka menjadi seperti binatang yang hanya akan hidup dengan golongan mereka saja.
"Ayo dimakan! Gue tahu lo belum makan dari pagi, 'kan?" Mina tersenyum. Mungkin bagi banyak lelaki senyuman perempuan itu terlihat sangat indah, lain halnya dengan Renjun yang melihat. Senyum perempuan itu seperti senyum penyihir, bukanlah ibu peri.
Setelah menuangkan seluruh makanan yang mereka bawa, Cinta tersenyum mengejek. Perempuan itu seperti tangan kanannya Mina. Cantik, namun mematikan. Maksud di sini, perempuan itu tidaklah kalah menyeramkannya dengan ketua gengnya itu.
Soto, nasi goreng, bubur, dan batagor dituang menjadi satu di dalam sebuah piring yang bahkan tidak mampu menampung jumlah makanan keseluruhan. Setelah di aduk hingga merata dan berakhir berbentuk tak karuan yang membuat siapa saja mual seketika, dengan tidak ada perasaan, Chika—anggota gengnya Mina yang lain—mengambil sesendok penuh yang langsung disodorkan ke mulut Renjun.
Renjun meronta, tentu saja dia tidak mau makan makanan yang terlihat seperti seogok sampah. Siapa yang sudi makan makanan seperti itu? Bahkan orang tak waras pun Renjun yakin akan menolaknya. Melihat bentuk makanannya saja Renjun—dan hampir seluruh isi kantin yang menyaksikannya—bergidik mual. Tidak terbayang bagaimana nanti rasanya.
"Ayo makan! Buka mulut lo, buka!!" Mina menarik surai hitam Renjun, lalu membuka paksa mulut perempuan itu.
Renjun terus meronta. Menggelengkan kepalanya sebagai penolakan, dengan bibir yang terkatup sebisa mungkin agar makanan laknat itu tidak masuk ke mulutnya. Namun sayang, semakin Renjun meronta, semakin kencang pula cengkeraman di rambutnya. Tak terkira banyaknya air mata yang keluar, dengan paksaan yang super oleh Mina dan Chika, mulut Renjun terbuka. Tidak ingin kesempatan itu terlepas, Cinta langsung menjajalkan sesendok besar makanan buatan mereka.
Ini begitulah menderita Renjun. Rahang dan kulit kepalanya sakit dan perutnya mual setelah dengan paksa makanan buatan Mina dan kawan-kawannya masuk melewati tenggorokan.
Renjun menangis, menatap satu-persatu wajah yang sebagian besar tak asing baginya. Namun sayang, tidak ada satupun yang membela. Penaka Jeno yang hanya terdiam ketika pacarnya merundungi Renjun, warga kantin yang lain pun hanya terdiam. Bahkan ibu dan bapak kantin tidak dapat bertindak banyak. Mereka di sana hanya bekerja, berjualan menjajakan makanan kepada warga sekolah. Mereka tidak berhak ikut campur, karena jika memang hal tersebut benar-benar dilakukan, sebuah ancaman akan terealisasikan.
Barang siapa yang membantu Renjun atau anak yang dirundungi lainnya, jangan harapkan kebesokan harinya mereka masih menampakkan kaki di sekolah.
Tidak, tidak akan pernah, karena mereka semua—orang-orang di balik perundungan—akan membuat sesuatu yang sangat semena-mena. Dengan kekuasaan dan kekayaan, semua dapat mereka lakukan. Maka dari itu, sendok demi sendok Cinta paksakan masuk ke dalam mulut Renjun, dengan Chika yang memastikan Renjun menelan makanan itu.
"Lo tuh dikasih makanan bukannya terima kasih malah mau ngelepehinnya, ya! Pernah diajarin terima kasih gak sih lo!" Mina menoyor kepala Renjun saat perempuan itu hendak memuntahkan makanan yang telah di makan, karena mual yang tak tertahan.
Karena kesal, Mina pun mengajak tiga temannya pergi meninggalkan Renjun yang terlihat mengenaskan, bertepatan dengan bel berbunyi menandakan masuk setelah istirahat.
Satu-persatu murid meninggalkan kantin, menyisakan Renjun yang menangis dalam diam. Menangisi nasibnya yang begitu menyedihkan.
"Ma... Pa..." Renjun bergumam dengan bibir gemetar. Di saat-saat seperti ini, Renjun sangat merindukan kedua orang tuanya.
Renjun ingin menyusul kedua orang yang menyayanginnya itu.
—To Be Continued—
KAMU SEDANG MEMBACA
Monster Pembimbing ☑️
RandomGrizelle Renjun Humeera, remaja kelas dua sekolah menengah atas merupakan salah satu cewek termalang yang pernah Figonata Lucas Jayachandra kenal, kendati demikian seorang Lucas tidak akan pernah peduli dengan sekitar, termasuk kepada cewek satu itu...