#12. Dejavu yang Lebih Mengerikan

629 91 42
                                    

"Rumahmu di mana? Biar Bapak antar."

Guru kimia bernama Tarmin Erl atau biasa dipanggil Taemin berjalan bersisian menuju gerbang sekolah. Meskipun risih, Renjun tidak dapat mengemukakannya secara gamblang. Bagaimanapun gurunya tersebut telah membantu Renjun dari kakak kelas yang akan memojokkannya tadi. Dengan perasaan waswas-karena, hei! Sebelumnya tidak ada yang berniat membantunya, lantas tidak apa bukan kalau semisal Renjun waspada sekali pun itu dengan gurunya-siswi itu menatap Taemin yang tengah berbicara ngalor ngidul. Pria berusia 35 tahun itu sempat menawarkan Renjun pulang bersama naik taksi, namun tentu Renjun akan menolak tawaran itu. Selain karena terlalu takut dan harus tetap waspada, Renjun rasa kurang baik bagi seorang siswi di antar oleh guru yang jelas umurnya berbeda 20 tahun. Jangankan itu, jika berumur beda beberapa tahun pula rasanya kurang pantas.

Dengan senyum ramah, Renjun berterima kasih karena telah menolongnya serta menawarkan tumpangan-ya, meskipun perempuan itu tidak benar-benar menumpang-yang dibalas senyum menawan gurunya tersebut. Walaupun umur sudah kepala tiga, bagi Renjun Pak Taemin masih cukup segar seperti seseorang baru lulus kuliah.

Renjun bersalaman kepada Pak Taemin. "Kalau ada yang mengganggumu lagi, jangan sungkan bilang ke Bapak. Kamu hati-hati, ya."

Renjun mengangguk, namun terlihat dirinya tampak gelisah saat Pak Taemin masih menggengam tangannya seolah tidak berniat melepaskan genggaman itu. Dan yang bikin Renjun semakin khawatir yaitu saat ibu jari guru kimianya mengusap dengan perlahan punggung tangan Renjun. Pak Taemin tersenyum, menatap Renjun penuh arti.

Berusaha sebisa mungkin melepaskan genggaman gurunya tersebut, Renjun tersenyum paksa-berupaya agar gurunya menyadari bahwa muridnya itu tidak nyaman.

"Oke, sampai jumpa besok."

Saat taksi berhenti di depan keduanya, Pak Taemin melepaskan genggaman tangan Renjun. Sebelum benar-benar memasuki kendaraan beroda empat, pak guru kimia itu menyempatkan diri mengusak surai Renjun. Sedang Renjun yang diperlakukan seperti itu hanya dapat diam mematung. Tidak pernah sekali pun dia berpikir akan ada orang dewasa berperilaku demikian terhadapnya, membuat Renjun merinding bukan main.

//

"Gila, ya, lo mainnya sama guru. Biar apa, sih? Biar dapat perhatian, iya?"

Baru saja Renjun mendudukkan dirinya di bangku tempat duduknya, geng Keoun menghampiri mejanya. Mengatakan perkataan yang tidak Renjun mengerti, dan terus memojokkan gadis itu dengan perkataan yang sama. Bahkan dari awal memasuki gerbang sekolah, entah mengapa dirinya seperti dibicarakan banyak orang. Tidak jarang dari mereka memandang jijik gadis itu, tanpa Renjun tahu apa yang membuat semua orang seperti itu.

Renjun sadar memang banyak yang tidak menyukainya baik kakak kelas maupun teman seangkatannya, tapi Renjun heran mengapa tiba-tiba semuanya menatap tidak suka ke arahnya? Dia rasa, kemarin tidak semua orang terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan, lantas apa yang mendasari hari ini semua berani berekspresi demikian?

"Wah, gak nyangka lo sukanya pria yang jelas-jelas umurnya beda jauh sama lo, ya." Lami menggelengkan kepalanya dengan dramatis.

"Lebih parahnya lagi itu guru duda anak satu." Hina bersedekap dada, menatap miris Renjun yang kini tengah menatap ketiga teman sekelasnya itu.

"Jangan pura-pura bego! Lo kira kita gak tau kelakuan bejat lo di luar sana?!" Keoun menoyor kepala Renjun. Perempuan itu berdecak saat melihat wajah "sok" polos teman sekelasnya itu-yang bahkan tidak sudi dia anggap teman. "Nih, liat. Bahkan seluruh sekolah pun tahu, Humeera yang terhormat." Keoun menyodorkan sebuah benda pipih ke arah Renjun, yang di mana benda itu menunjukkan sebuah foto seorang siswi bersama seorang pria berpakaian rapih selayaknya guru.

Monster Pembimbing ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang