#06. Kilas Balik

735 118 3
                                    

"Bagaimana bajunya? Apakah kamu suka?" tanya Nana setelah melihat Renjun keluar dari kamar mandi.

Renjun mengangguk. Setelah makan malam tadi, mama menyuruh Nana memberikan pakaian untuk Renjun pakai, menggantikan seragam sekolah yang sudah kotor tak karuan. Dengan itu, Nana memberikan sebuah baju yang kebesaran untuknya, dengan celana panjang sekalian.

"Syukurlah. Baju itu agak kebesaran untukku, dan lagi... aku enggak terlalu suka sebenarnya dengan model baju tersebut. Pacarku terlalu payah memilih ukuran dan style untukku!" ujar Nana, dengan suara yang dikecilkan di kalimat terakhirnya.

Renjun menggigit bibir bawahnya. Sebenarnya dia bingung, juga masih terasa canggung dengan sosok di depannya. Nana dan keluarganya baik, namun entah mengapa Renjun tidak terbiasa berinteraksi dengan orang baru. Sebenarnya dia menyadari itu, akan tetapi untuk kali ini sepertinya Renjun harus mulai membuka diri menerima kehadiran Nana, meskipun dia tidak yakin akankah dipertemukan lagi atau tidak dengan perempuan cantik itu.

Malam ini Renjun menginap, dengan sedikit paksaan dari Nana dan mama perempuan itu. Bahkan tak tanggung-tanggung, papa dari Nana pun turut menyuruhnya bermalam, dengan dalih tidak baik perempuan keluar sendirian di malam hari, walaupun belum dapat dibilang hari benar-benar malam karena waktu baru menunjukkan pukul delapan malam.

Renjun tahu maksud mereka baik, hanya saja dia tidak ingin merepotkan. Akan tetapi mau dikata apa, menolak pun Renjun tak bisa. Pada akhirnya Renjun hanya dapat mengangguk, menyetujui ajakan tersebut. Jika boleh jujur, sebenarnya kaki perempuan itu masih sakit, bahkan dia sendiri khawatir tidak sanggup berjalan jauh apalagi sampai ke kediamannya, mengingat saat naik dan turun tangga menuju meja makan dan kembali ke kamar Nana saja ia sudah kewalahan.

"Ini, minum obatnya. Tadi sebelum pulang dokter bilang kamu harus banyak istirahat dan mengolesi lukamu setelah mandi. Aku mau ambil camilan dulu, nanti kita nonton film sembari berbincang-bincang, oke?!"

Sepeninggalnya Nana menuju lantai dasar, Renjun menyandarkan diri di kepala Renjun. Matanya dipejamkan, membuat suasana semakin hening di sekitarnya. Hanya ada suara jam dinding yang bersahutan dengan suara-suara di dalam pikiran Renjun.

Suara teriakan, bentakan, dan jerit histeris banyak orang.

Renjun tersentak saat bayangan itu muncul. Bayangan beberapa tahun lalu yang merengut kebahagiaannya, dan merenggut kedua orang tuanya.

Bayangan mengenai kecelakaan yang menewaskan orang yang dikasihinya.

//

"Bagaimana kabarmu?" seorang pria bertubuh gagah bertanya. Kemeja yang ia pakai, lengannya dia gulung sebatas sikut. Dua kancing teratas kemejanya telah terbuka, sengaja karena sesak setelah seharian memakai dasi yang mengikat lehernya.

Memajukan langkah, sembari menyugar rambut yang sedikit basah oleh keringat. Menatap tanpa ekspresi perempuan di depannya, yang tengah menunduk takut menatap pria tersebut.

Perempuan itu Renjun. Terduduk lemas di atas ranjang milik Jaehyun. Ajahnya mendunduk, tidak beran barang sedetik pun menganggat pandangan dan bertemu pandang dengan guru di depannya.

Semakin Jaehyun mendekat, semakin tercium pula wanginya aroma parfum pria itu. Baunya begitu maskulin, menusuk hidung Renjun yang entah sejak kapan membenci aroma tersebut.

Untuk ketiga kalinya, Renjun kembali ke kediaman bak neraka milik pria yang berstatus sebagai guru magang di sekolahnya. Guru yang seharusnya mengayomi, justru malah menghancurkannya.

Awalnya Renjun hanya menganggap angin lalu gerak-gerik Jaehyun yang seakan memperhatikannya. Renjun kira, Jaehyun yang kerap kali tertangkap basah olehnya melihat dirinya hanyalah dugaan kepercayaan diri dari seorang remaja pada umumnya, yang dilirik oleh guru tampan yang umurnya tidaklah berbeda jauh dengannya. Namun ternyata dugaannya itu salah, saat sesuatu dilakukan oleh Jaehyun di waktu yang terduga, hingga kini, untuk ketiga kalinya, Renjun akan kembali dihancurkan oelh guru tersebut.

"Saya tanya, bagaimana kabarmu, Humeera?" pria itu berdiri tepat di depan Renjun. Jemarinya terulur, lalu berhenti di kepala Renjun. Mengusap surai halus perempuan itu dengan lembut, sebelum akhirnya tanpa aba-aba langsung menariknya dengan kasar bermaksud membuat muridnya tersebut mendongak menatapnya.

Renjun meringis, kulit kepalanya seperti akan copot, jika saja sedikit Jaehyun menguatkan tarikannya.

"Saya rasa kamu cukup baik, ya."

Jika Renjun berani berujar, dengan lantang dia akan mengatakan "apakah kamu tidak bisa melihat lebam di wajahku?! Aku tidak baik-baik saja, Jaehyun. Aku tidak, tidak akan pernah baik-baik saja, terlebih denganmu!" sayangnya, dia hanya dapat mengatakan dalam hati. Dirinya terlalu lemah membuka suara, baik kepada orang di sekitarnya dan kepada sosok di depannya ini, karena Renjun tahu, tidak ada yang benar-benar peduli dengannya.

Mereka semua sama saja. Hanya akan membuat hidup Renjun semakin menderita.

Cengkeraman di rambut Renjun perlahan mengendur, terganti usapan tangan menuruni wajahnya. Begitu lembut sampai membuat Renjun hampir terlena. Belum benar-benar terbawa suasana dari lembutnya usapan Jaehyun, tiba-tiba saja perempuan itu memekik kencang, saat orang yang lebih tua darinya menekan luka di bawah matanya. Luka membiru hasil karya dari kakak kelasnya.

"Sakit?" pertanyaan itu membuat Renjun merinding. Jaehyun mengucapkan tanpa memberikan ekspresi yang berarti, dengan jemari yang masih sibuk membelai wajah Renjun yang terhias beberapa luka lebam. Dalam hati Renjun berucap, Jaehyun pasti akan membuat luka lain yang mungkin akan lebih menyakitinya.

Namun siapa sangka. Tidak seperti biasanya, kali ini Jaehyun dengan lembut menyatukan kedua belah bibir keduanya. Memainkannya secara perlahan, seakan ada rasa cinta yang tersalurkan dari pangutan bibir tersebut.

Begitu lembut dan memabukkan.

Renjun tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Dapat dikatakan, ini yang pertama kalinya Jaehyun menciumnya dengan lembut. Biasanya, tanpa berbasa-basi Jaehyun akan melahap dengan kasar bibirnya, dan menggigit hingga berdarah-darah karena Renjun yang tidak ingin membuka kedua belah bibirnya.

Setelah beberapa saat, Jaehyun melepaskan tautan keduanya. Tak tinggal diam, pria itu mulai melakukan aksinya. Menyetubuhi Renjun dengan rasa yang berbeda. Tidak ada tamparan di bagian-bagian tertentu, tidak ada jambakan dirambutnya, dan tidak ada kata-kata kotor yang dikeluarkan pria tersebut.

Kali ini, Jaehyun memperlakukan Renjun dengan sangat hati-hati. Tak jarang, beberapa luka ditubuh ataupun di wajah Renjun, Jaehyun usap dengan lembut, lalu mengecupnya seakan mengatakan luka-luka tersebut akan segera sembuh setelah dikecupnya.

Dan untuk kali ini, Renjun benar-benar terlena. Tidak ada tangisan, pemberontakan, serta umpatan dalam hatinya untuk Jaehyun. Malam ini Jaehyun tampak berbeda, hingga membuat Renjun memejamkan mata menerima segala tindakan Jaehyun setelahnya.

Menyetubuhinya, memberikan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya.

Rasa nyaman dan dikasihi. Tak dapat dipungkiri, Renjun menyukai perlakuan Jaehyun malam ini, dibandingkan malam-malam yang sebelumnya.

Namun, perbuatan yang Jaehyun berikan tetaplah salah. Renjun membencinya.

—To Be Continued—

Monster Pembimbing ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang