Be My Princess
"Kenapa Cinderella?" Vely mempertanyakan gaun yang sudah disiapkan Devon untuknya ketika mereka tiba di salon tempat ia dan Devon bersiap untuk ke pesta topeng malam itu.
"Karena kamu harus pulang sebelum jam dua belas," jawab Devon sembari tersenyum geli.
Vely mendesis kesal. "Nggak ada orang yang aku kenal di pesta itu. Harusnya Papa tuh, lebih fleksibel."
"Tuan Putri," panggil Devon.
Vely menatap pria itu. "Apa?"
"Kamu nggak pengen lihat gaunmu?" tanya pria itu.
Vely menghela napas, akhirnya mengalah. Mereka masuk ke salon disambut staf salon yang kemudian mengantarkan mereka untuk melihat pakaian yang sudah mereka pesan. Begitu Vely melihat gaun yang akan dikenakannya, kekesalannya tentang jam malamnya menguap dengan cepat.
"Itu cantik banget," gumam Vely kagum.
"Kamu suka?" tanya Devon di sebelahnya.
Vely menoleh dan mengangguk pada pria itu.
"Kalau gitu, selamat bersiap-siap. Nanti kita ketemu di depan, ya?" ucap pria itu.
Vely mengangguk. Ia langsung menghambur ke arah gaun Cinderellanya. Vely mengelilingi gaun yang digantung di depannya itu dengan mata berbinar bahagia. Ia tak sabar ingin segera mengenakan gaun ini.
***
Devon mondar-mandir di depan pintu salon dengan tak sabar ketika menunggu Vely. Entah kenapa ia mendadak merasa segugup ini. Devon menegakkan tubuh dan merapikan kostum pangeran yang dikenakannya.
"Devon." Panggilan Vely itu membuat Devon memutar tubuh.
Detik ketika ia melihat penampilan Vely di depannya, jantung Devon langsung berdegup kacau tak beraturan. Wajah cantik gadis itu dirias make up, membuatnya tampak lebih dewasa. Sementara rambut sebahunya digelung dan dihias tiara di atasnya. Kalung dengan tali sewarna gaunnya menghias lehernya. Vely menghampiri Devon dan berputar dengan anggun di hadapan Devon.
"Aku suka gaun ini," kata Vely. "Aku merasa kayak putri yang keluar dari dongeng." Gadis itu tampak bahagia.
Devon tersenyum melihat itu. "Jangan lupa ini," ucap Devon sembari mengangkat sepasang sepatu kaca di tangannya.
Vely memekik senang melihat itu. "Cantik banget ..."
Devon berlutut dengan satu kaki di depan Vely dan mengganti sepatu yang dikenakan Vely dengan sepatu kaca di tangannya. Setelah kedua sepatu itu terpasang di kaki Vely, Devon tidak langsung berdiri dan mendongak menatap Vely.
"Kamu suka?" tanya Devon.
Vely tersenyum dan mengangguk. "Kamu tahu, nggak?" tanya gadis itu. "Impianku itu pengen menikah kayak putri-putri di dongeng-dongeng gitu. Pakai gaun yang cantik, sepatu yang cantik, sama pangeran tampan."
Devon tersenyum geli. "Impian yang bagus. Jadi, aku bisa ngewujudin itu," sahutnya.
Vely tampak kaget. "Kamu mau nikah sama aku?"
"Ap-apa?" Devon gelagapan.
"Kamu bilang, kamu bisa ngewujudin impianku," sebut Vely.
"A-aku ... itu ... emangnya kamu mau nikah sama aku?" Devon memaki kebodohannya dalam hati setelah mengucapkan kalimat itu. Ia memperhatikan Vely, was-was akan reaksi gadis itu.
Namun, Vely mendengus geli. "Aku cuma bercanda," ucap gadis itu. "Kamu kalau mau nikah sama aku, harus ngomong ke keluargaku dulu."
Devon meringis. Itu akan menjadi bagian tersulitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crazy CEO (Crazy Series #1) (End)
RomanceTerlahir sebagai bungsu Dirgantara, tak ada satu pria pun yang cukup berani untuk mendekati Vely. Mengingat keluarganya yang begitu overprotektif padanya. Sampai Devon muncul. Devon akan melakukan apa pun untuk menguasai perusahaan peninggalan pap...