Godaan Iblis
Setelah ayam mentega lada hitam yang dibeli Arya tiba, Devon menatanya di piring dan membawanya ke meja makan. Setelah memastikan 'masakan'nya tersaji rapi di meja, barulah Devon memanggil Vely yang ternyata sedang berbaring santai di sofa ruang tengah dengan kedua kaki terangkat di sandaran sofa.
Devon kontan memalingkan wajah menyadari rok kerja gadis itu tak menutupi pahanya. Sial, sial, sial! Apa yang ada di kepala gadis itu?
Devon berdehem. "Vely," panggilnya, masih tanpa menatap Vely.
"Ya, Pak?"
"Makan malamnya sudah siap. Ayo makan," ajaknya. Lalu, tanpa menunggu Vely, Devon pergi lebih dulu ke meja makan.
Devon melirik Vely yang sudah duduk lebih dulu. Apa orang tuanya tak pernah memperingatkan gadis ini untuk berhati-hati di depan pria, terutama tentang berpakaian? Seumur hidupnya, Devon belum pernah melihat gadis yang ... bertingkah seperti Vely tadi. Mendadak kepala Devon terasa pening.
"Wah, ini seperti yang biasa saya beli di restoran," komentar Vely ketika melihat ayam mentega lada hitamnya.
Memang begitu, tapi Devon tak mengatakan apa pun. Ia baru saja duduk ketika Vely menarik sepiring penuh ayam mentega lada hitam ke arahnya dan mulai memakannya begitu saja. Selama setidaknya lima detik, Devon mematung, tak tahu harus berbuat apa. Di depannya, Vely dengan santai melahap semua ayam itu.
Devon mencoba berpikir, mencari solusi dari situasi tak terduga ini, tapi otaknya seolah membeku. Devon sungguh tak tahu harus bagaimana, jadi ia hanya duduk di sana seperti orang bodoh, menyaksikan Vely dengan barbar menyantap sepiring penuh ayam mentega lada hitam itu.
Mungkin, yah, mungkin saja, gadis itu sudah sangat kelaparan. Mungkin.
***
Vely mati-matian menahan tawa melihat pikiran Devon. Semakin kuat keinginan Vely untuk tinggal di rumah ini. Hanya agar ia bisa mengganggu Devon setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik.
Vely menghabiskan satu piring ayam mentega lada hitam yang dibeli Devon tadi, lalu mendorong piring yang berisi tulang-tulang ayam itu ke arah Devon.
"Saya sudah kenyang, Pak," ucapnya sembari tersenyum.
'Jelas aja kenyang, kamu ngabisin makanan sebanyak itu sendirian! Dasar Bocah Perut Karet!'
"Tapi, Pak Devon nggak makan?" tanya Vely dengan nada polos.
Devon hanya tersenyum dan menggeleng, meski dalam pikirannya, dia kembali menyumpah, 'Makan apa? Semua udah kamu habisin, Bocah!'
"Kenapa?" Vely masih bertanya.
"Aku udah kenyang lihat kamu makan tadi," dusta Devon.
Vely tersenyum lebar mendengarnya. Kenyang memaki Vely, yang jelas. Vely yang sudah puas mengerjai Devon, memutuskan bahwa hari ini sudah cukup. Meski begitu, untuk terakhir kalinya hari ini, sebagai penutup, Vely menunjuk rambut Devon yang masih setengah basah.
"Kenapa catnya dihapus, Pak?" tanya Vely.
"Oh ... ini ... karena cat rambut bisa merusak rambut, jadi ..."
"Kalau gitu, besok mau ganti warna apa, Pak?" todong Vely.
Devon menggeleng cepat. "Kayaknya, aku lebih cocok sama rambut asliku. Meski old, nggak pa-pa, kok."
Vely terbahak puas dalam hati mendengar Devon meledek rambutnya sendiri.
"Tapi ..." Devon menatap Vely lekat, "kamu ngelakuin semua ini bukan karena sengaja, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crazy CEO (Crazy Series #1) (End)
RomanceTerlahir sebagai bungsu Dirgantara, tak ada satu pria pun yang cukup berani untuk mendekati Vely. Mengingat keluarganya yang begitu overprotektif padanya. Sampai Devon muncul. Devon akan melakukan apa pun untuk menguasai perusahaan peninggalan pap...