Bab 12 - The Girl That Makes Me Crazy

1.1K 166 32
                                    

The Girl That Makes Me Crazy

Vely membuka mata dan langsung tahu dirinya ada di rumah sakit. Ruangan serba putih dan bau rumah sakit yang menyebalkan. Namun, tidak hanya ruangan itu saja yang putih, melainkan pikiran Vely juga.

Vely menoleh ke samping dan melihat papanya berdiri di samping ranjang rumah sakit. Vely menghela napas. "Pa ..."

"Bukan cuma Papa," sergah papanya, yang mengedik ke sisi lain ranjang.

Vely menoleh dan melihat keluarganya duduk di sofa kamar rawat VIP itu. Meski Alena, Alex, papa mereka, dan Valent tampak melakukan hal lain, mulai dari membaca majalah–Alena, membaca entah apa dari ponsel–Alex–Vely tak bisa melihat dalam kepalanya, mengawasi Alex atau lebih tepatnya membaca dari pikiran Alex–Zane, hingga melipat pesawat kertas–Valent, dan dia sudah membuat setumpuk pesawat kertas.

"Kamu mau kukirimin koleksi pesawat kertasku ke pikiranmu?" tawar Valent tanpa mendongak dari kertas yang dilipatnya.

Vely mengerang protes menatap papanya. "Kenapa aku harus punya kakak kayak dia, Pa?"

Papanya tersenyum geli dan mengusap kepalanya lembut. "Sayangnya, itu bukan hal yang bisa Papa ubah."

"Terusin aja, mumpung Mama nggak di sini," sahut Valent santai.

Vely seketika teringat. "Mama!"

"Mamamu sama Tante Ellena lagi perjalanan ke sini, dijemput Leo sama Aries. Tante Athena sama Om Darrel di bawah nunggu mereka buat jelasin kondisimu," jawab papanya. "Untungnya, nggak ada masalah serius sama kepalamu, kata Tante Athena."

Vely meringis. "Aku cuma ..."

"Shock?" sambung papanya. Papanya menghela napas. "Maaf, harusnya Papa lebih tahu, betapa mengerikannya orang-orang di perusahaan."

Vely kemudian tersadar. "Apa Papa, Om Zane, Kak Valent sama Kak Alex selalu dengar hal kayak gitu?" tanyanya khawatir.

"Itu bukan hal baru," tukas omnya yang sudah berdiri dan menghampirinya. "Tapi, kami terbiasa sama itu. Dan kami nggak bisa ngebiarin kamu menghadapi hal kayak gitu. Karena itu, nggak seharusnya kamu kerja di luar perusahaan keluarga kita."

"Om, aku bukan anak SMP lagi," protes Vely.

"Tapi, kamu tetap Vely," balas omnya. "Kamu pasti tahu kan, gimana kami semua berusaha begitu keras buat jagain kamu?"

"Tapi, aku udah bukan anak kecil. Itu semua berlebihan sekarang, Om," debat Vely.

"Karena kamu sangat berharga buat kami semua." Omnya tersenyum dan mengetuk keningnya. "Kamu adalah keajaiban, Vel."

Vely ingin melihat ke dalam pikiran omnya, tapi boro-boro melihat, saat ini pikirannya seolah buta. Tak bisa melihat atau mendengar apa-apa. Vely mendesis kesal pada papanya, sementara omnya tertawa terhibur.

"Suatu saat, kamu akan ngerti," kata omnya.

Vely mencibir. "Kenapa nggak sekarang dikasih ngertinya?"

"Omong-omong, bosmu gimana, tuh?" Tiba-tiba Valent berbicara. "Dari tadi siang dia belum makan. Diusir Papa juga nggak pergi-pergi, tuh."

Vely mengerutkan kening. "Devon?"

Valent mengangguk. "Aku khawatir bosmu nantinya benar-benar jatuh cinta sama kamu," katanya geli. "Dia pasti patah hati banget kalau sampai itu terjadi."

Vely mendecih pelan. "Dia pasti sekarang kerepotan karena takut Papa akan bunuh dia."

"Papa nggak pernah ngancam buat ngebunuh dia, kok," balas papanya santai.

The Crazy CEO (Crazy Series #1) (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang