Iblis yang Terluka
"Kamu benar-benar nyari masalah, ya?" Pertanyaan bernada ledekan itu diucapkan Vely ketika mobil yang disetiri Devon meninggalkan halaman rumahnya. "Padahal aku udah ngasih kamu kesempatan buat kabur. Tapi, kamu malah datang sendiri ke aku."
Gadis itu tidak lagi menggunakan 'saya' pada Devon. Sekarang, dia menunjukkan wujud aslinya. Iblis kecil. Meski begitu, Devon melempar senyum ramah pada Vely.
"Hari ini, kamu bisa santai-santai di kantor," ucap Devon. "Hari ini aku ada rapat penting, mungkin bisa seharian. Kamu nggak perlu ikut."
"Kenapa? Kamu takut aku ngacauin rapatnya?" dengus gadis itu.
'Tenang, Devon ... sabar ...' Devon tersenyum. "Kalau itu yang mau kamu lakuin, silakan."
"Serius?" Vely tampak bersemangat.
'Ugh, iblis kecil ini ...' Meski kesal, Devon tetap tersenyum pada Vely. "Ya. Kamu bebas ngelakuin apa pun yang kamu mau."
Vely menyeringai lebar. "Kalau gitu ... boleh aku warnain rambutmu lagi?"
'Terkutuklah iblis kecil ini!' maki Devon dalam kepalanya.
***
Vely terbahak puas dalam hatinya mendengar makian Devon. Sepanjang jalan menuju kantor, Vely sibuk memikirkan warna cat rambut untuk Devon. Merah? Kuning? Hijau? Di langit yang biru?
Namun, ketika mereka tiba di depan ruangan Devon, Arya mencegat mereka.
"Pak, Bu Nova ada di dalam," beritahu Arya.
Bu Nova? Vely menoleh pada Devon. Didapatinya pikiran pria itu menggambar sosok wajah dingin.
Devon tak menanggapi Arya dan masuk ke ruangannya. Vely bertemu tatap dengan pemilik wajah dingin di pikiran Devon tadi. Lalu, ia melihat pikiran yang gelap dan penuh kebencian. Tidak, itu bukan dari Devon. Melainkan, untuk Devon.
'Monster!'
Vely sampai tertegun mendengar pikiran yang tertuju untuk Devon itu.
"Kamu benar-benar mau nendang adikmu sendiri dari perusahaan?!" Bentakan wanita paruh baya pemilik wajah dingin itu membuat Vely berjengit.
Di sebelahnya, Devon maju dan berdiri di depan Vely. "Bukan aku yang ngusulin rapat ini. Lagian, kalau Avan ngelakuin pekerjaannya dengan benar, dia akan baik-baik aja. Kecuali kalau sebaliknya." Devon mendengus meledek.
"Sia-sia aku besarin kamu! Dasar anak nggak tahu terima kasih!" maki wanita itu.
Vely dibuat terkejut ketika mendengar tawa Devon sebagai tanggapan makian itu.
"Aku bahkan belum ngelakuin apa pun ke dia. Tapi, kalau dia nggak layak, nggak seharusnya dia ada di sini, kan? Aku mungkin anak yang nggak tahu terima kasih, tapi anak Mama itu juga nggak tahu diri," sinis Devon.
'Monster nggak punya hati!' Wanita itu menatap Devon penuh kebencian, lalu pergi tanpa mengatakan apa pun lagi.
Mama. Wanita itu adalah mama Devon. Namun ... mama macam apa yang berpikiran dan berbicara seperti itu pada anaknya sendiri?
"Kamu pasti kaget, ya?" Suara Devon terdengar santai.
Vely mendongak ketika pria itu berbalik menatapnya.
"Maaf karena bikin kamu kaget. Itu tadi mamaku," beritahu Devon.
"Mama ... kandung?" tanya Vely ragu.
Devon tertawa. "Meski dia kayak gitu, ya, dia mama yang ngelahirin aku dua puluh delapan tahun lalu."
Vely tak tahu harus berkomentar apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crazy CEO (Crazy Series #1) (End)
Roman d'amourTerlahir sebagai bungsu Dirgantara, tak ada satu pria pun yang cukup berani untuk mendekati Vely. Mengingat keluarganya yang begitu overprotektif padanya. Sampai Devon muncul. Devon akan melakukan apa pun untuk menguasai perusahaan peninggalan pap...