Bab 16 - First Patient

1K 153 53
                                    

First Patient

Ketika Devon kembali terbangun, entah setelah berapa lama ia tertidur, ia hanya menatap lurus ke langit-langit kamar rumah sakit tempatnya berada. Lagi-lagi ia bermimpi tentang kejadian di koridor rumah sakit, ketika Zelo memberitahunya tentang kemampuan keluarganya. Namun, kali ini Devon tidak terkejut dan panik. Setelah melihat sendiri bagaimana Zelo menjawab pertanyaan-pertanyaan yang hanya di kepala Devon, sulit bagi Devon untuk tidak memercayai pria itu.

"Kamu udah bangun?" Suara itu membuat Devon menoleh. Vely duduk di kursi di samping ranjangnya, tangannya memegang sepotong apel. Refleks Devon duduk.

"Kamu ..." Devon menahan kalimatnya ketika teringat kata-kata papa Vely.

Devon akhirnya memalingkan wajah ke sofa, tapi ia kembali terkejut melihat mama Vely ada di sana.

"Pas banget, kamu bangun pas waktunya sarapan," ucap wanita itu. "Ini Tante bawain bubur buat kamu. Makanan rumah sakit biasanya nggak ada rasanya, kan?" Wanita itu tersenyum pada Devon.

Seumur hidup, belum pernah Devon merasakan masakan mamanya sendiri. Bahkan ketika ia sakit pun, ia selalu sendiri di kamarnya.

"Kenapa kisah hidupmu sedih banget, sih?" tanya Vely dengan nada muram. "Kan, aku jadi kasihan." Vely tak lagi menggunakan bahasa formal dengannya.

Devon berdehem, berusaha melenyapkan bayangan ketika dirinya yang masih berumur sepuluh tahun menangis sendirian di kamar saat demam tinggi, tanpa ada seorang pun di sampingnya.

"Kenapa, Vel?" tanya mama Vely yang mendekat dengan semangkuk bubur di tangan.

Vely menunjuk Devon. "Dia belum pernah dimasakin mamanya coba, Ma? Kasihan, ya?"

"Hush," tegur mama Vely. "Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu. Meski kamu ngerasa kasihan, nggak seharusnya kamu ngucapin itu di depan dia. Lagian, meski Devon udah tahu kemampuan kamu, bukan berarti kamu bisa bebas nerobos pikirannya gitu aja."

Vely merengut. "Siapa yang nerobos? Orang kelihatan gitu aja."

Mama Vely geleng-geleng kepala, lalu menatap Devon dengan tatapan menyesal. "Maaf ya, Devon, karena keluarga Vely kayak gini."

"Tante juga ... bisa dengar semuanya?" tanya Devon takut-takut.

Mama Vely menggeleng. "Cuma suami Tante sama anak-anak kami dan Zane sama anak-anaknya yang punya kemampuan itu."

Devon menghela napas lega. Jika Veryn bisa membaca pikirannya, tentu dia tidak akan bersikap sebaik ini pada Devon.

"Meski Mama tahu, Mama akan tetap ngelakuin hal yang sama," celetuk Vely.

"Ha?" Devon agak kaget juga karena kepergok Vely.

"Kamu benar tentang satu hal. Mama tuh, baik banget," ungkap Vely.

Devon tak meragukan itu ketika wanita yang mereka bicarakan itu menata meja dan meletakkan semangkuk bubur di sana.

"Sarapan dulu, nanti lanjut lagi ngobrolnya," ucap mama Vely sembari tersenyum.

Devon mengangguk. Ia menyentuh mangkuk bubur itu dan mengernyit. Hangat. Devon hanya memegang mangkuk bubur itu selama beberapa saat, sampai mama Vely meletakkan segelas air minum di samping mangkuknya.

"Kenapa nggak dimakan?" tanya wanita itu.

Devon menggeleng, lalu buru-buru mengangkat sendok dan menyuapkan sesendok bubur ke mulutnya. Hangat.

"Gimana? Enak, nggak?" tanya mama Vely.

Devon tercekat, tak sanggup menjawab dengan kata-kata, jadi ia hanya mengangguk. Jadi, begini rasanya masakan seorang ibu?

The Crazy CEO (Crazy Series #1) (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang