Melawan Iblis
Siang itu, Vely menemani Devon makan siang di restoran pizza. Sambil menikmati makan siangnya, Vely menikmati pemandangan di depannya yang seperti di lapangan. Rambut Devon yang berwarna hijau terang membuat tangan Vely gatal ingin memukulnya saking miripnya itu dengan bola tenis.
Namun, bukan hanya Vely yang menikmati pemandangan itu. Pengunjung lain restoran juga tampak terhibur dengan kehadiran bola tenis yang makan pizza. Sayang, mereka tak bisa melihat pikiran Devon seperti Vely saat ini. Karena itu jauh lebih menghibur.
'Bocah sialan ini! Berani-beraninya dia melakukan ini padaku. Tunggu sampai aku menjadikanmu milikku. Setelah mendapatkan perusahaan keluargamu, aku akan menendangmu dari hidupku selamanya!'
Vely tertawa puas dalam hati mendengar umpatan pria itu. Vely menatap Devon dan melempar senyum polos. Pria itu membalas senyumnya dengan canggung.
"Pak, bagaimana kalau nanti malam saya memasak untuk Bapak?" sebut Vely kemudian. Memikirkannya saja sudah membuat Vely bahagia.
"Me ... masak?" Devon menatapnya waspada.
'APA KAMU MAU MEMBUNUHKU DENGAN MASAKANMU?!'
Teriakan marah Devon dalam kepalanya itu membuat Vely refleks tertawa. Pria itu menatapnya kaget.
"Ke-kenapa kamu ketawa?" tanya Devon.
Vely menggeleng. "Saya cuma ngerasa bahagia aja membayangkan saya bisa memasak buat Bapak," aku Vely. "Bapak mau kan, makan malam sama saya? Dengan masakan saya?"
'Tahan, Devon ... tahan. Sampai Dirgantara ada di tanganmu, tahan.'
Devon mengangguk setelah berhasil mensugesti dirinya sendiri. Vely sampai harus menhan tawa kali ini. Oh, sungguh pria yang malang.
***
Setelah melepas jasnya dan melemparnya sembarangan di sofa ruang tamu, Devon mengantar Vely ke dapur dan meninggalkannya di sana dengan pamit mandi dan berganti pakaian. Namun, sepanjang acara mandinya, sambil mencuci rambutnya, memudarkan warna bola tenis di sana, ia terus memikirkan kemungkinan buruk yang terjadi di dapurnya. Ia sudah memerintahkan Arya menunggu di luar rumahnya untuk berjaga-jaga.
Ah, seharusnya Devon melarang pengurus rumahnya pulang tadi untuk mengawasi Vely. Entah apa yang akan dilakukan Vely dengan dapurnya. Setelah Vely menyiram wajahnya dengan air, mengubah kepalanya seperti bola tenis, kali ini mungkin dia berniat menghancurkan dapur Devon.
Devon jadi berpikir, jangan-jangan Vely sengaja melakukan itu. Namun, apa alasannya? Kenapa dia melakukan itu pada Devon? Apa karena pertemuan pertama mereka dulu? Dia masih menyimpan dendam karena itu?
Devon menghela napas. Jika benar karena itu, Devon harus segera mengubah pandangan Vely tentangnya.
Suara teriakan dari luar membuat Devon bergegas menyelesaikan mandinya dan berlari keluar dari kamar mandi di dalam kamarnya. Meningalkan kamarnya dengan rambut yang masih basah, ia berlari menuruni tangga, lalu berbelok ke dapur. Langkah Devon terhenti di pintu dapur ketika melihat pemandangan di depannya.
Vely menangkup wajahnya sendiri dengan mulut terbuka lebar, sementara di depannya, di meja dapur, ada blender lama yang menyala tanpa penutup, membuat isinya berhamburan ke mana-mana. Mengatasi keterkejutanya, Devon menghampiri blender itu dan mematikannya.
"Ma-maaf, Pak. Saya cuma mau bikin jus ..."
"Kenapa nggak pakai blender yang ini?" Devon menunjuk blender model baru yang lebih mudah dan aman untuk membuat jus.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crazy CEO (Crazy Series #1) (End)
Storie d'amoreTerlahir sebagai bungsu Dirgantara, tak ada satu pria pun yang cukup berani untuk mendekati Vely. Mengingat keluarganya yang begitu overprotektif padanya. Sampai Devon muncul. Devon akan melakukan apa pun untuk menguasai perusahaan peninggalan pap...