The Precious Her
'Devon!'
Panggilan Vely membuat Devon membuka mata. Ia langsung duduk dan menatap sekitar, tapi tak ada Vely di ruangan itu. Devon langsung mengenali kamar tempat ia berada itu. Kamar rumah sakit.
"Jangan banyak bergerak." Suara dingin itu membuat Devon menoleh.
Ia terkejut melihat seorang wanita berambut merah yang sepertinya pernah ia lihat sebelumnya, tapi ia tak bisa mengingat identitasnya. Ia teringat hal terakhir yang dilihatnya sebelum tak sadarkan diri rumahnya. Orang berambut merah itu ... wanita itu.
"Vely! Apa yang kamu lakuin sama dia?" tuntut Devon.
Wanita berambut merah itu mengangkat alis. "Apa lagi menurutmu?"
"Di mana Vely?" Devon melepas selang infus di tangannya dan turun dari ranjang pasien sambil menekan bekas jarum infus di lengannya.
"Di kamar sebelah. Dia baik-baik aja, jadi jangan buang-buang tenagamu," ucap wanita itu. "Kamu harusnya ngawatirin dirimu sendiri. Kamu hampir aja mati terbakar di sana kemarin."
Devon mengernyit. Ia menatap wanita berambut merah itu lekat-lekat, lalu akhirnya mengingat di mana ia melihat wanita itu sebelum ini. Di mall milik Dirgantara. Valent sempat menyebutkan wanita itu ketika memperkenalkan keluarganya. Rambut merah. Galak. Cantik. Eve.
Devon akhirnya terduduk di ranjang dengan lemas karena lega. Wanita itu datang ke rumahnya kemarin untuk menyelamatkan Vely. Itu berarti, Vely benar-benar baik saja.
"Apa yang terjadi di rumah itu?" tuntut Eve.
Devon mengerutkan kening.
"Waktu aku datang, rumah itu udah terbakar. Vely terkurung di kamar yang terbakar dan kamu dalam kondisi terbius dan nyaris mati terpanggang di sana," ucap wanita itu.
Devon mengernyit. "Vely ... dia benar-benar baik aja, kan?"
Wanita itu mengangguk. "Dia cuma lemas karena kebanyakan menghirup asap, tapi kondisinya pulih dengan cepat. Aku udah ngajarin dia untuk melindungi saluran pernapasan di saat seperti itu."
Syukurlah jika gadis itu baik-baik saja.
"Tapi, apa kamu nggak tahu siapa pelakunya?" tanya Eve. "Jelas itu kebakaran disengaja. Pelakunya jelas orang yang nggak suka kamu. Dengan kata lain, musuhmu."
Devon mengepalkan tangan geram.
"Ada orang yang kamu curigai?" tanya Eve.
Devon tak bisa menjawab itu. Ia punya terlalu banyak musuh. Ada terlalu banyak orang yang membencinya. Terlebih setelah apa yang terjadi seminggu lalu. Investasi besar Zane Dirgantara yang menguatkan posisi Devon di perusahaan.
"Aku bisa urus itu sendiri," putus Devon akhirnya.
Eve mendengus kasar. "Kamu pikir, aku akan diam aja setelah apa yang terjadi sama Vely?"
Devon menatap Eve dan melihat sorot berbahaya di mata wanita itu.
"Nggak ada yang bisa selamat dari tanganku setelah mencoba nyakitin Vely," ucap wanita itu. "Jadi, pikirin siapa orang yang menurutmu mungkin ngelakuin itu. Sisanya aku yang akan beresin."
Setelah mengatakan itu, Eve keluar dari kamar Devon, meninggalkan Devon dengan segala pikirannya.
Pertama, ia punya daftar panjang tersangka kasus itu. Ada banyak musuh yang menginginkan kematiannya. Kedua, ia tak bisa benar-benar tenang sampai melihat sendiri kondisi Vely. Setelah memastikan Vely baik-baik saja dengan mata kepalanya sendiri, baru Devon akan memutuskan untuk mengambil langkah apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crazy CEO (Crazy Series #1) (End)
RomanceTerlahir sebagai bungsu Dirgantara, tak ada satu pria pun yang cukup berani untuk mendekati Vely. Mengingat keluarganya yang begitu overprotektif padanya. Sampai Devon muncul. Devon akan melakukan apa pun untuk menguasai perusahaan peninggalan pap...