***
Sesuai yang dikatakannya, Prillia pergi untuk mengurus satu dari sekian banyak urusannya. Perempuan bermata hazel itu kembali menginjakan kaki di kediaman keluarganya saat waktu menunjukan pukul setengah enam sore. Berjalan santai memasuki rumah sambil mengelus perut buncitnya, ia mengabaikan beberapa orang yang terlihat ramai di ruang tamu.
"Prillia, ke sini sayang" pelan namun pasti Vanya mengeluarkan suaranya untuk memanggil sang anak, memang wanita ini menghindari putri sambungnya itu karena masih trauma dengan kejadian melukai tangan Michella di rumah sakit. Ia menampilkan senyum manis ketika yang dipanggil mengindahkan panggilannya dengan berjalan ke arahnya, meski sebenarnya dalam hatinya merasa nyeri sendiri akan sikap putrinya, "tadi daddy manggil aunty Mira ke sini, kamu mau gaun model apa untuk hari pernikahanmu?" Vanya menjelaskan dengan pelan agar tak memancing emosi putrinya yang tengah mengandung ini, ia sungguh takut jika tiba-tiba Prillia mengamuk dan melakukan tindakan yang melukai orang.
"Pernikahanku dengan Ali kan?" Prillia menatap ibunya dengan tatapan menuntut jawaban, jelas terlihat bahwa perempuan ini menginginkan jawaban yang sesuai dengan keinginannya yang sering dibilang tak wajar oleh keluarganya.
Menghela nafas berat, Vanya menatap bergantian terlebih dahulu antara Mira dan beberapa orang yang ikut bersama wanita perancang busana itu, ia sedikit merasa tak ennak ketika Prillia bertanya demikian pasalnya tak ada pihak luar selain keluarga yang tahu perihal masalah pelik rencana pernikahan itu. "Ah ... " lagi, Vanya menghela nafas dan memantapkan tatapannya pada sang putri lalu tersenyum manis, "pernikahanmu dengan Daniel, sayang"
Dan terjadi seperti apa yang dikhawatirkan Vanya, putrinya menepis kasar tangannya yang hendak mengelus pelan kepala dengan rambut warna coklat itu. Tak hanya itu, Prillia juga langsung memberikan tatapan bengisnya.
"Harus berapa kali sih aku bilang? Aku enggak mau menikah dengan siapapun kecuali Ali" tak peduli dengan kehadiran tamu di kediaman mereka, Prillia mengeluarkan suara lantangnya menolak keras rencana keluarganya yang tak sesuai dengan keinginannya. Baginya, sekali Ali tetaplah Ali.
Vanya menatap tak ennak pada Mira dan dua orang perempuan yang juga menatapnya dengan bingung, dengan sedikit gemetar ia menuntun Prillia untuk berpindah posisi ke ruang keluarga. "Prillia, nanti kamu rundingkan dengan daddy yah, mommy hari ini hanya nemenin tante Mira" tentu Vanya tidak berani menegur dan memarahi Prillia, apalagi di rumah sedang tidak ada suaminya dan Axel yang merupakan orang yang bisa menangani Prillia ketika putrinya ini mengamuk.
Mendengus kesal, Prillia mengangguk. "Ya udah, aku mau fitting gaun sama tante Mira tapi ingatkan pada semuanya bahwa gaun itu untuk pernikahanku dengan Ali. Kalau kalian memaksa, suruh saja Daniel menikah dengan Meyra, beres kan?"
Rasanya ingin marah dan berteriak kencang namun sebisa mungkin diredam Vanya, sungguh kalimat tadi adalah kalimat teregois yang pernah ia dengar dari mulut salah satu putrinya. Mengelus dada dan merapalkan beberapa kali kata 'Sabar', akhirnya Vanya menyusul langkah Prillia yang sudah duluan ke ruang tamu untuk melakukan fitting gaun pernikahan seperti apa yang tadi dikatakan.
.
.
.
Pukul delapan malam, mereka semua berkumpul di meja makan untuk menikmati makan malam seperti yang biasanya mereka lakukan. Nampak tenang dengan mereka yang melahap makanan di piring masing-masing.
"Bagaimana Prill, sudah memilih model gaunmu?" Octavian membuka obrolan saat setengah makanannya tandas, diraihnya air putih dalam gelas yang tersedia di sampingnya kemudian meneguknya sembari menanti jawaban dari putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOR NO ALTAR [Selesai]
RomanceMeyra yang akan segera menikah harus terbelenggu oleh permintaan Prillia yang ingin menikah dengan calon suaminya, Ali.