[Amor no Altar • 4]

1.1K 123 0
                                    

***

Meyra menatap ruangan dimana dirinya berada sekarang, ruangan yang penuh dengan berbagai macam gaun rancangan yang telah terpasang di patung mannequin, dihelanya nafas panjang ketika Carolina ‒ calon ibu mertuanya menyuruhnya untuk mencoba salah satu dari gaun itu. Pelan namun pasti, pilihannya jatuh pada sebuah gaun warna putih tulang press body yang memiliki panjang menutupi hingga mata kaki. Masuk dan mulai mengenakan gaun itu, senyumnya terukir ketika melihat pantulan dirinya di cermin yang nampak begitu pas dengan gaun yang dipilihnya. Tanpa ragu ia membuka pintu ruang ganti dan melangkah ke luar dengan anggun, begitu terpanahnya dia ketika melihat calon suaminya telah berdiri di hadapannya dengan setelan jas yang berwarna senada dengan gaunnya, ah padahal pria itu belum datang ketika dia masuk tadi.

"São bonitos" puji Carolina dengan bahasa ibunya, Portugis.

"Obrigada mãe" Meyra tersenyum tulus, untuk sejenak ia melupakan permasalahan yang sedang membelit hati dan pikirannya. Terlebih, keluarga calon suaminya belum mengetahui perihal kakaknya yang meminta menikah dengan Ali, jadi dia memilih untuk menikmati kebahagiaan ini dulu.

Setelah kedua pasangan itu kembali mengganti pakaian dengan yang semula, Carolina beranjak pada pemilik boutique untuk membicarakan mengenai setelan jas dan gaun yang akan dikenakan oleh anak dan calon menantunya.

"Semuanya pasti akan sesuai dengan keinginan kita, okay sayang?" Ali menangkup wajah calon istrinya dengan kedua tangannya, menatap dalam mata hitam legam yang selalu memberinya rasa nyaman yang tak bisa ia temukan di sosok lain. Melihat Meyra tersenyum dan mengangguk kecil, Ali segera memeluk gadis itu erat, mendaratkan kecupan hangat di pucuk kepala Meyra yang membuat gadis itu makin mengeratkan pelukan.

Tanpa mereka sadari, dari luar boutique seseorang tengah memperhatikan gerak-gerik keduanya lewat kaca transparant. "Bagus sekali Mey" mematikan rokoknya dengan menjatuhkan puntung rokok kemudian menginjaknya dua kali, orang itu melangkah pergi dari depan boutique.

***

Gerakan pada ayunan warna putih itu terhenti bersamaan dengan dirinya yang menutup buku yang telah dibacanya, berdiri dan berjalan sambil sebelah tangannya mengelus perut serta sebelah tangan lainnya memegang buku yang tadi ia baca mengenai cara menyiapkan makanan untuk bayi berusia 0 sampai 1 tahun. Masuk dari pintu belakang rumah, ia menemukan ayahnya tengah duduk di sofa ruang santai keluarga.

"Daddy baru pulang?"

Sebelum menjawab pria yang disapa 'Daddy' itu menepuk sofa di sebelahnya, membuat perempuan yang bertanya tadi tersenyum singkat dan melangkah untuk duduk di sebelah pria itu.

"Bagaimana kandunganmu? Luka jahit di perut dan kaki bagaimana?"

Perempuan ini, Prillia. Tersenyum singkat kemudian menjawab. "Semuanya baik dad" keningnya sedikit berkerut. "Jahitan di kaki lebih cepat sembuh daripada perut, kenapa yah?"

"Lebih berhati-hatilah ketika beraktivitas agar semuanya cepat sembuh total" merasa rindu akan sosok putri kecilnya, sebelah tangan Octavian terangkat untuk mengelus rambut coklat putrinya yang kini telah tumbuh menjadi seorang perempuan dewasa. "Daddy mau bicara suatu hal sama kamu"

Masih dengan senyum Prillia menanyakan perihal apa yang akan dibicarakan oleh ayahnya, duduknya juga semakin dirapatkan pada Octavian lalu menatap teduh manik hitam pria paruh baya itu. "Katakan dad"

"Ini mengenai masa depanmu"

Kening Prillia kembali mengerut mendengar kalimat yang dirasanya sedikit sensitif, dirinya selalu merasa jengkel dengan teman-teman ibunya yang selalu membicarakan tentang nasibnya sekarang dan bagaimana nanti di masa depan, membahas apakah ada pria yang mau menerima dia perempuan yang telah memiliki anak tanpa sesosok lelaki yang menjadi ayah dari anak yang nanti dilahirkannya, menghujat bahwa dirinya takkan sanggup untuk melanjutkan pendidikannya lantaran akan sibuk mengurus anak sendirian nanti. Sungguh ia geram dengan semua ocehan itu, sehingga membuat dirinya dengan senang hati melempar gelas kaca berisi jus alpukatnya pada wajah salah seorang teman ibunya yang pada tiga hari lalu terlihat sangat aktif membahas mengenai dirinya.

AMOR NO ALTAR [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang