***
Dengan kesepakatan mereka sewaktu di rumah sakit yang meski sebenarnya masih tersimpan rasa berat di hati Meyra namun pada sore hari ini keluarga besar Ali kembali bertandang ke kediaman keluarganya untuk membicarakan tentang keputusan mereka berdua. Melihat wajah para orang tua yang kebingungan membuat hati Meyra sungguh tak tenang, jika saja Ali tak berkeinginan keras maka dia tentu takkan mau situasi seperti ini terjadi. Ya, Meyra memang sungguh labil. Ia sadari itu.
"Jadi ... Ali, Mey, bisa mulai obrolan sore hari ini?" Julian merasa putranya dan sang calon menantu terlalu lama mengulur waktu, belum lagi istrinya yang terus mencubiti lengan tangannya membuatnya bertanya terlebih dahulu.
Ali menghela nafas tegas lalu menatap Meyra sekilas dan mengangguk. "Selamat sore semuanya, sebelumnya Ali dan Meyra minta maaf karena kami meminta kita semua berkumpul di sini tanpa memberitahukan terlebih dahulu maksud dari pertemuan ini. Sejak tahun lalu Ali dan Mey sudah merencanakan untuk menikah pada tahun ini namun seperti yang kita tahu bahwa itu semua tidak berjalan mulus, ada masalah yang menghambat rencana kami"
Semua anggota keluarga mengangguk sebagai tanda bahwa mereka memahami apa yang baru Ali sampaikan meski setengah.
"Setelah melewati pemikiran dan pertimbangan yang sangat matang, maka dengan ini Ali dan Mey ingin menyampaikan kepada keluarga semuanya bahwa kami tidak ingin melanjutkan rencana pernikahan kami, lebih jelasnya kami membatalkan untuk menikah"
Tentu semua anggota keluarga kaget mendengar penuturan Ali terkecuali Julian dan Dara. Gadis berlesung pipi itu tahu kakaknya pasti akan mengatakan hal demikian mengingat bagaimana frustasinya Ali mencari keberadaan Prillia dan Aleeza. Sementara Julian mengukir senyum yang sangat tipis, lubuk hatinya merasa bangga akan keputusan sang putra yang lebih mementingkan keselamatan jiwa.
"Ba ... batal? Maksud Ali ... apa karena Prillia?" Vanya bertanya dengan suara terbata, ia dan Carolina adalah sepasang ibu yang sama-sama memberikan reaksi sangat terkejut. Vanya hanya tidak menyangka bahwa keputusan itu benar-benar diambil Ali, padahal kemarin-kemarin Meyra masih bercerita tentang bagaimana romantisnya Ali datang menjenguk dengan membawa bunga Mawar.
"Ya mommy, Ali rasa kecuali mama Carolina, kita semua di sini sudah mengetahui bahwa bayi yang dilahirkan Prillia adalah anak kami. Untuk itu sangat tidak etis jika Ali harus menikah dengan Meyra yang merupakan adik Prillia sendiri, dan juga Ali tidak ingin membiarkan Prillia lebih menderita dan menanggung semua ini sendirian"
"E você vai encontrá-la e casar com ela?" Carolina bersuara. Sebelum itu ia menatap kesal suami dan putrinya yang ternyata menyembunyikan fakta itu darinya. Padahal ia selalu bergosip dengan Dara tentang apapun tapi bisa-bisanya gadis itu kini menutupi fakta besar perihal keluarga mereka.
Ali mengangguk. "Sim mãe, vou casar com Pricillia"
Carolina hanya terdiam setelah mendengar itu, merasa bingung harus memberikan respon seperti apa. Jika berkata jujur maka ia sudah sangat jatuh hati pada sosok semanis Meyra yang akan menjadi menantunya. Lalu tak bisa ia bayangkan jika putranya harus bersanding dengan sosok Prillia. Bagaimana jadinya itu?
"Saya sebagai ayah dari Pricillia dan Meyra mewakili seluruh keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya dimana masalah ini berasal dari kedua putri kami. Kami memahami dan mengerti bagaimana perasaan Ali, untuk itu sekali lagi saya atas nama keluarga Abraham menerima apapun itu keputusan Ali dan keluarga yang sekiranya baik untuk kita semua. Kami tidak akan menolak mau pun memaksa semua keputusan Ali dan keluarga"
Vanya dan Meyra sama-sama terdiam. Tak ada sedikit pun niat untuk memberikan persetujuan atau penolakan apapun lewat verbal. Mereka percaya sepenuhnya pada apapun yang dikatakan Octavian.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOR NO ALTAR [Selesai]
RomanceMeyra yang akan segera menikah harus terbelenggu oleh permintaan Prillia yang ingin menikah dengan calon suaminya, Ali.