***
Semua sudah dia pikir dan rencanakan dengan baik tentang kelangsungan hubungan mereka. Benar apa yang dikatakan mamanya bahwa dia tidak bisa menolak bahagia yang mungkin akan dia temui nanti hanya karena rasa takut yang tidak menentu akan terjadi. Di samping semua itu dia juga harus memberikan kepastian pada lelaki itu meski sebenarnya ada gejolak besar dalam hatinya yang bertentangan dengan niatnya kini. Gejolak itu berasal dari satu sisi dalam dirinya yang enggan keluar dari zona nyaman yang selama ini menyelimuti kehidupannya.
Sepatu heels hitam yang membalut kaki mulusnya terus bergesekan dengan keramik licin lantai hotel saat Prillia melangkah keluar. Waktu kerjanya pada hari ini telah usai, tanpa membuang waktu untuk hanya sekedar basa-basi dengan rekan sesama kerjanya dia memilih untuk langsung pulang. Sampai di lobby hotel, kulit keningnya terlipat kecil saat melihat kendaraan roda empat yang begitu dikenalnya mulai melaju pelan memasuki area hotel.
Mobil Audi merah itu berhenti tepat di depannya dan Prillia nampak kaget saat pengendara yang keluar dari pintu kemudi adalah sosok yang beberapa detik lalu terlintas di benaknya.
Ali mengitari mobil lantas membukakan pintu penumpang depan. "Ayo Prill"
"Bukannya kamu keluar kota?" Tanyanya langsung pada pertanyaan besar yang timbul saat detik pertama melihat mobil itu.
"Tadinya memang begitu, tapi aku meminta Jensen yang menggantikan posisiku sesaat setelah aku membaca pesanmu, ayo Prill"
Prillia terpaku. Benarkah Ali melakukan itu? Membatalkan kepergiannya hanya karena pesan darinya? Dengan diam dia melangkah masuk ke dalam mobil dan menatap Ali penuh lekat.
"Ali bagaimana jika hal yang ingin kubicarakan ini tidak penting? Kau telah rugi karena membatalkan perjalanan bisnismu" Prillia memulai topik pembicaraan dengan menengok ke arah kanannya dimana Ali sedang mengendalikan stir mobil.
Lelaki dengan bulu mata lentik ini tersenyum singkat. "Aku yakin itu penting"
"Sebenarnya aku hanya ingin memberitahumu kalau jam kerjaku akan bertambah satu jam lebih lama mulai minggu depan, itu hal yang ingin kubicarakan padamu" Prillia berharap setelah ini Ali akan kesal padanya karena menurutnya hal yang ia sampaikan ini tidaklah penting untuk lelaki itu, namun reaksi yang ditunjukkan Ali justru berbanding terbalik dengan apa yang ada di pikirannya.
Ali tersenyum senang. "Benarkah? Terus bekerja secara profesional Prill, aku yakin jika kau bisa mempertahankan kualitas kerjamu maka beberapa bulan lagi kau bisa naik jabatan"
"Secepat itu? Aku bahkan belum sebulan bekerja"
"Semua temanku tahu kalau Aleeza adalah anakku, dan bossmu juga tahu bahwa kau adalah ibu dari Aleeza" jawab Ali dengan sedikit meringis takut akan reaksi dari Prillia.
"Jadi maksudmu aku sedang dalam masa percobaan naik jabatan karena bossku adalah temanmu?" Prillia menghela nafas panjang saat melihat Ali mengangguk pada pertanyaannya, jika begini jalannya rasanya dia jadi tidak semangat untuk bekerja.
"Aku minta maaf Prill, tapi semua orang sudah tahu tentang hal itu"
Prillia membenarkan ucapan Ali dalam diam. Kisah cinta Ali dan Meyra yang dibelit oleh masalah yang berasal dari dirinya memang sudah menjadi pengetahuan banyak orang bahkan yang tak mereka kenalpun telah mendengar cerita tentang mereka. Maka bukan hal yang mustahil jika bossnya yang notabenenya adalah teman Ali bisa mengetahui hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOR NO ALTAR [Selesai]
RomanceMeyra yang akan segera menikah harus terbelenggu oleh permintaan Prillia yang ingin menikah dengan calon suaminya, Ali.