***
Hembusan angin yang meniup dengan kencang sama sekali tak menghentikan langkah kaki yang terbalut dalam sepatu boots warna coklat muda itu, dalam hatinya ia yakin usahanya ini akan berhasil meski selama ini ia terlihat begitu cuek dengan masalah yang membelit hubungan percintaan sang kakak.
Sampai di tempat tujuan Dara menghela nafas. Dua menit setelah ia menekan tombol bel, pintu rumah pun dibuka oleh seseorang yang menjadi tujuannya bepergian sore ini. Dara menampilkan senyum saat dirinya dipersilakan masuk.
"Ada apa?"
Tanpa dipersilakan untuk duduk, Dara langsung mendapatkan sebuah pertanyaan to the point namun gadis berambut hitam sebahu ini tetap menampilkan senyum. "My brother is looking for you and your baby, he said that the baby is your child I mean yours and his, is that right?"
Prillia adalah orang yang didatangi oleh Dara sore hari ini, perempuan ini terdiam untuk waktu beberapa saat. Benarkah Ali mencarinya dan Aleeza? Prillia yakin Dara tak mungkin datang jauh-jauh hanya untuk menyampaikan sebuah omong kosong, ia kenal baik gadis itu. Lalu apakah dengan tindakan yang sedang Ali lakukan itu adalah suatu pembuktian bahwa Ali menginginkan dia dan Aleeza dalam hidup lelaki itu? Tapi apakah itu mungkin? Ali sangat mencintai Meyra, apa segampang itu cinta kedua insan itu kandas?
"Pricillia?"
Lamunan Prillia terhenti kala tangannya disentuh dengan pelan oleh Dara. Ia lalu mengangguk. "Ya, Aleeza itu anak kami"
"So why did you leave? You have struggled so much"
"It's not that simple Dara. Ali loves Meyra, they love each other. Selama ini aku selalu menjadikan Aleeza alasan utama untuk mendapatkan Ali, dengan harapan agar Aleeza tumbuh dengan sosok ayah di sampingnya." Prillia memasok udara sebanyak mungkin, paru-parunya terasa sesak membayangkan masa depan anaknya juga nasib mereka. "Tapi aku hampir melupakan suatu fakta bahwa, aku dan Ali tidak mungkin terikat janji pernikahan tanpa cinta. Jika rumah tanggaku dan Ali nanti gagal maka Aleeza yang akan menjadi korban utama, aku tidak ingin itu terjadi"
Pagi setelah pulang dari apartment Ali pun Prillia tetap memikirkan dan meyakinkan bahwa keputusannya kali ini adalah benar. Ia yakin Aleeza pasti akan mendapatkan kasih sayang dan figur seorang ayah tapi sosok itu bukan lah Ali. Tuhan menciptakan tidak hanya satu kaum Adam di dunia ini, dan Prillia yakin bahwa tulang rusuk Ali bukanlah dirinya. Mungkin ia dan Ali hanya dipertemukan untuk mengisi beberapa bagian dalam buku kehidupan mereka namun tidak untuk menjadi tokoh utama pada cerita tersebut.
Dara menghela nafas dan lebih mendekatkan jaraknya dengan Prillia. "You didn't tell me before that your baby is my niece. Why don't you tell everybody?"
"Will they believe?" Prillia menggeleng dengan mata mulai berkaca. Dia menyadari bahwa salahnya tak mengatakan kebenaran sejak awal tapi dia juga tak mempunyai bukti yang dapat membuat semua orang percaya pada perkataannya. Jika dia mengatakan bahwa ia mengingat jelas wajah Ali pada malam itu maka akan ada kalimat yang menjawab 'Kau mabuk, bisa saja itu orang lain dan kau menghayal itu adalah Ali'. Dan jika ia mengatakan bahwa saksi mata adalah teman Axel maka orang akan bilang bahwa mereka sekokongkol.
"Terlalu takut" Dara kembali bersuara. "Kamu takut bilang kebenaran pada semua orang tapi kamu berjuang tidak jelas, selama ini kamu tidak bilang alasan kenapa ingin menikah kakakku kalau kamu bilang dari dulu mungkin orang tuaku akan membantu"
Apakah itu benar? Apa jika dulu ia mengatakan yang sebenarnya maka orang tua Ali akan membantu masalahnya? Lalu bagaimana dengan Axel? Dia tidak mau membiarkan kakaknya itu sendirian menghadapi masalah dan dia juga tidak mau begitu saja melihat Meyra yang tenang dan bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOR NO ALTAR [Selesai]
RomanceMeyra yang akan segera menikah harus terbelenggu oleh permintaan Prillia yang ingin menikah dengan calon suaminya, Ali.