***
Berjalan mendekat, Ali menatap perempuan di depannya dengan kening berkerut. "Prill, sedang apa kamu di daerah sini?" Mengedarkan pandangannya pada sekitar, ia merasa heran akan keberadaan Prillia yang berada jauh dari daerah perumahan mereka.
Tersenyum, Prillia menjawab. "Aku tadi habis reuni sama teman SMA di café dekat sini, terus pas mau pulang susah dapat taxi" jawabnya yang tentu setengah berbohong.
Ali mengangguk percaya akan jawaban yang ia dengar. Tentu, karena menurut cerita yang ia dengar dari Meyra, Prillia memang sosok yang pandai bergaul dan memiliki banyak teman sehingga dulu perempuan itu jarang berada di rumah karena seringnya bermain bersama teman sepergaulannya. "Ayo pulang bareng" ia tak sampai hati jika harus meninggalkan perempuan yang tengah mengandung ini kemalaman di daerah ini karena tak mendapatkan kendaraan untuk pulang.
"Aku sangat senang bisa pulang sama kamu" tanpa dipersilakan dan dibukakan pintu, Prillia dengan sendirinya melangkah ke mobil Ali. Membuka pintu dan masuk tanpa mengucapkan apapun.
Ali yang melihatnya terdiam sejenak, lagi-lagi Prillia membuatnya bingung akan sikap yang ditunjukan. Perempuan itu misterius dan penuh teka-teki.
Langit semakin gelap saat hampir 30 menit mereka menempuh perjalanan untuk pulang, gemuruh petir sesekali terdengar dari atas langit menandakan kalau sebentar lagi akan turun hujan. Pendingin ruangan dalam mobil dimatikan Ali lantaran melihat wajah Prillia yang sedikit pucat dan duduk memeluk tubuhnya.
"Are you okay?" Meski perempuan di sampingnya ini mencoba untuk menghancurkan rencana pernikahannya namun lagi-lagi, Ali tak sampai hati jika harus membiarkan sesuatu terjadi pada Prillia, terlebih kakak dari calon istrinya ini tengah hamil tua.
Prillia mengangguk meski sedikit menggigil, tangannya semakin dieratkan untuk memeluk tubuhnya. Tak lama kemudian, ia memejamkan mata dengan erat ketika angin di luar berhembus dengan kencang sehingga membuat banyak dedaunan yang melayang ke udara karena tiupan angin.
Ali yang melihat reaksi itu menepikan mobilnya sejenak, melepas seat belt lantas memiringkan tubuhnya menghadap Prillia. "Kamu kenapa Prill? Kedinginan? Perut kamu sakit?" Ia semakin cemas kala Prillia menggeleng dengan mata terpejam namun tubuh perempuan itu semakin menggigil. "Prill kamu kenapa? Aku naikin suhu AC-nya yah kalau kamu kedinginan?"
Dengan cepat Prillia membuka mata dan menggeleng kuat. "Jangan, I'm okay. Lanjutin aja jalannya biar kita cepat sampai"
Mengangguk sekilas, Ali kembali membenarkan posisi duduknya dan memasang seat belt. Namun perkara tak usai karena sepanjang perjalanan Ali dibuat heran dengan Prillia yang hanya menundukkan kepala tak mau menatap sekitar.
Gemuruh petir sekali lagi terdengar nyaring dimana kali ini disertai oleh guyuran hujan yang deras, tiupan angin sedari tadi tetap kencang membuat hawa dingin di luar sana sangat mencekam. Langit yang kian gelap membuat Ali harus extra fokus pada jalan di depannya.
"Shit" Ali mengumpat ketika mobil yang dikendarainya tiba-tiba berhenti, dengan cepat sabuk yang melilit tubuhnya kembali dilepaskan dan ia segera keluar dari mobil untuk memeriksa kondisi kendaraan.
Prillia yang perlahan mengangkat wajahnya merasa kebingungan karena tak menemukan Ali di sebelahnya, tak lama ia langsung meraih sebuah jas coklat yang tak sengaja ia bawa dari rumah tadi dan langsung keluar dari mobil ketika melihat Ali yang nampaknya kerepotan mengurusi mobil.
"Kamu kenapa ikut keluar Prill?" Ali memutar pandangan saat merasakan tetesan hujan tak lagi mengenai dirinya dan betapa terkejutnya ia ketika melihat Prillia berdiri di sebelahnya sambil meneduhkan tubuhnya menggunakan jas yang dipegang perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOR NO ALTAR [Selesai]
RomanceMeyra yang akan segera menikah harus terbelenggu oleh permintaan Prillia yang ingin menikah dengan calon suaminya, Ali.