***
Kondisi kesehatan fisik Meyra yang berangsur-angsur membaik adalah salah satu kebahagiaan yang dinantikan sepasang suami istri yang telah lama membina bahtera rumah tangga ― Octavian dan Vanya. Meski keduanya tetap menantikan kabar sukacita yang lain namun dengan kejadian nekat Meyra membuat mereka sadar bahwa memang benar selama ini mereka mengabaikan gadis itu. Meyra yang selama ini tetap berada di sisi mereka tanpa protes akan apapun membuat mereka berpikir bahwa putri bungsu mereka itu baik-baik saja dan tidak memerlukan perhatian yang lebih.
Dan Octavian tak mau mengulangi kesalahan yang sama dengan tidak memperhatikan keadaan anaknya. Sikap abainya itu dulu telah melukai hati kedua anaknya yang lain hingga mereka pergi entah ke mana, dan sekarang ia tak mau kehilangan Meyra karena sikap abainya itu lagi.
"Daddy sudah siap?" Vanya membetulkan letak kaca-matanya saat menghampiri sang suami di ruang tamu. Pagi ini sebelum berangkat ke tempat kerja Octavian akan mengantarkannya terlebih dahulu ke rumah sakit.
"Sudah, ayo mom" baru dua kali kaki mereka melangkah, pintu utama rumah dibuka oleh luar.
Octavian dan istrinya sama-sama terpaku pada beberapa sosok yang berdiri di ambang pintu dengan senyum kecil. Ada Axel yang berdiri sambil menggenggam tangan seorang perempuan yang tengah mengandung lalu di sebelahnya ada Prillia yang berdiri menggandeng seorang anak kecil.
"Daddy"
Bulu kudu sepasang suami istri itu merinding saat mendengar suara yang keluar dari mulut Axel, bukan karena takut melainkan rasa haru dan bahagia yang membeludak saat kembali bertemu dengan anak-anak mereka.
Octavian melangkah pelan menghampiri keempat orang itu bersama dengan Vanya yang menyusul di belakang, saat jarak mereka sudah begitu dekat tangan kanannya terangkat mengelus pipi sang putra. "Kalian ..." ia beralih pandang pada Prillia untuk sesaat, "kalian kembali?"
Axel mengangguk lalu secara bersamaan dengan Prillia mereka berlutut di hadapan Octavian dan Vanya.
"Kami minta maaf dad, mom, telah salah, telah pergi meninggalkan keluarga dan telah membuat kalian tidak tenang. Kami meminta maaf" ucap Axel dengan suara datar menahan gejolak sedih dalam hatinya.
Mereka sadar bahwa tindakan yang telah ditempuh bukanlah jalan terbaik menyelesaikan masalah, seharusnya dulu mereka duduk bersama membicarakan semua titik permasalahan dan mencari jalan keluar, bukan pergi meninggalkan masalah yang malah menimbulkan rasa khawatir tak berkesudahan pada orang tua mereka.
Axel dan Prillia mulai meneteskan air mata yang sejak tadi mereka bendung saat kedua orang tua mereka ikut bersimpuh. "Maafkan kami dad, yang tidak bisa menjadi keluarga yang baik"
Octavian menggeleng. "Tidak Ax, ini salah daddy. Maafkan daddy yang tidak bisa menjadi panutan yang baik dalam keluarga, harusnya daddy adalah tempat kalian mengadu bukan alasan kepergian kalian" lalu ia memeluk erat putranya sebagai ungkapan rasa rindu seorang ayah yang telah lama berpisah dengan anaknya. Selama ini Octavian lupa bahwa meski merupakan seorang lelaki namun Axel juga adalah seorang anak yang tetap membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Didikan keras tidak selamanya menjamin anak akan selalu patuh pada orang tua karena pada suatu ketika anak itu akan mengekspresikan rasa yang selama ini mereka pendam dengan cara mereka sendiri.
"Pri ... Prillia minta maaf mom atas semuanya, selama ini mommy sudah berusaha menjadi ibu yang baik untuk kami, tapi kami tidak pernah melihat itu semua. Kami justru fokus pada dendam yang kami ciptakan sendiri" di hadapan Vanya, Prillia menunduk dengan air mata saat mengucapkan permintaan maaf. Meski Vanya hanyalah ibu sambung namun ia akui bahwa selama ini Vanya tak pernah sekalipun membedakan kasih sayang antara mereka dan Meyra.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOR NO ALTAR [Selesai]
RomanceMeyra yang akan segera menikah harus terbelenggu oleh permintaan Prillia yang ingin menikah dengan calon suaminya, Ali.