***
Matahari yang terlihat cerah di pagi ini tak secerah hati dan perasaan Prillia. Saat hendak sarapan tiba-tiba ibunya ‒ Vanya datang dan mengatakan padanya bahwa keluarga Ali terutama ibu pria itu menolak keras keinginannya dan takkan pernah merestui rencana pernikahannya dengan Ali. Belum lagi Octavian, ayahnya tetap mempersiapkan pernikahannya dengan Daniel dan berencana untuk mempertemukan dua belah pihak keluarga untuk merundingkan hubungannya dengan Daniel. Tentu hal itu membuatnya geram dan enggan menyentuh sarapan paginya.
"Minum susu dulu Prill" meski kelakuan putrinya itu sering membuatnya marah namun Vanya juga tetaplah seorang ibu yang memperhatikan kesehatan dan kondisi anak-anaknya. Ia mendekat, menyentuh pelan lengan Prillia dan mengajaknya kembali duduk. Ibu satu anak ini lantas tersenyum hangat ketika putri sambungnya itu tak menolak ajakannya, perempuan itu menurut dan kembali duduk ke kursinya.
Meski tak menyentuh roti sama sekali, namun Vanya tetap lega ketika Prillia meneguk habis susu ibu hami. Setidaknya putrinya ini masih peduli pada kondisi janin yang dikandung.
"Kamu istirahat ya sayang, nanti siang pas daddy pulang makan siang baru kamu bicarain yah" dengan perasaan takut dan sedikit gemetar, Vanya mencoba mengelus kepala putrinya. Wanita ini kembali tersenyum lega ketika Prillia hanya mengangguk mengikuti kata-katanya, ya setidaknya ini takkan membahayakan dirinya.
Menurut pada ucapan ibunya, Prillia memilih untuk menunggu ayahnya di rumah untuk membicarakan perihal tindakan lelaki itu yang tak mengindahkan keinginannya. Ia duduk dengan meluruskan kaki di atas sofa sembari melanjutkan bacaannya pada buku tentang merawat bayi yang baru lahir, sejak awal kehamilannya ia memang rajin menambah pengetahuan tentang kehamilan dan bayi melalui buku-buku yang dibelikan Axel.
***
Hendak memasuki bulan kesebelas dalam lingkaran dua belas bulan dalam setahun membuat jalanan kota di benua Eropa dipenuhi oleh dedaunan tua yang berguguran dari pohonnya. Tumpukkan daun warna orange itu menjadi pemandangan indah dari sisi tersendiri bagi tiap mata yang memandang.
Begitu pun Daniel, pria berambut sedikit gondrong ini terduduk santai di sebuah mini resto di tepi jalan sambil menghisap rokoknya. Kepulan asap kecil itu masih melayang dengan stabil di udara sebelum sebuah tepukan di bahu membuatnya sedikit kaget. "Eh Ax, tumben ada di sini" Daniel juga terkekeh kecil sebagai reaksi menutupi kegugupannya bertatap langsung dengan Axel.
Meski berteman baik dengan Meyra, namun Daniel tak begitu akrab dengan dua orang terdekat temannya itu. Pertemuannya dengan Axel bisa dihitung dengan jari, pertama saat mengikuti pertandingan footsal antar kampus, kedua saat pesta di kamar hotel, ketiga di kediaman keluarga Abraham dan ini adalah pertemuan keempat. Namun demikian Daniel tetap berusaha mengatur ekspresinya agar tetap terlihat biasa.
"Sengaja, ada hal yang mau aku bicarain sama kamu. Bisa ikut aku?"
Sebelah alis Daniel mulai terangkat pelan setelah ia berdiam untuk waktu beberapa detik. "Di sini aja"
Axel menggeleng. "Ini bukan tempat yang pas, aku sedikit tidak merasa nyaman di sini" mulutnya sedikit terbuka dengan rahang ia diputar secara pelan, lalu Axel kembali berkata. "Come on dude! You're a man that soon to be a father. Masa takut aku apa-apakan?"
Mendengar itu Daniel segera meneguk habis kopi hitamnya yang tersisa sedikit lantas berjalan mendahului Axel menuju kendaraannya yang terparkir persis sebelah di mobil Axel.
Dan Axel tersenyum sinis melihat itu.
***
Meski diselimuti rasa penasaran dan sedikit was-was namun dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam saku jaket hitamnya Daniel tetap melangkah mengikuti Axel yang sudah lebih dulu masuk ke dalam hutan. Pandangannya juga diedarkan pada sekitarnya, dari situ ia mendapat suatu pengetahuan bahwa hutan ini jarang bahkan mungkin tak pernah dijamah oleh manusia karena jalanan yang mereka lewati bukan jalanan setapak, bahkan jenis jalan itu pun tak ia temukan di sekitaran mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOR NO ALTAR [Selesai]
RomanceMeyra yang akan segera menikah harus terbelenggu oleh permintaan Prillia yang ingin menikah dengan calon suaminya, Ali.