***
Ruangan terasa sunyi tanpa suara apapun kecuali layar monitor yang menampilkan grafis tentang kinerja organ tubuh dari seorang perempuan yang lamanya sudah seminggu terbaring kaku di atas ranjang pasien tanpa niat membuka mata ataupun menggerakkan bagian tubuh satu pun. Perempuan itu terlalu lelap dalam tidurnya sehingga mengabaikan keresahan hati orang-orang yang menantinya kembali melihat dunia. Sama halnya dengan sekarang, perempuan itu dengan mata tertutup tenang mengabaikan tetesan air mata yang perlahan keluar dari sudut mata seorang pria yang duduk di kursi sebelahnya menggunakan pakaian steril.
"Bangun Prill, aku tahu kamu lelah tapi kamu juga kuat" menggenggam tangan perempuan yang ia panggil itu, pria ini memejamkan mata menahan sesak yang kian mendera dadanya. Rasanya begitu sakit melihat orang yang sangat disayangi terbaring lemah dan kaku seperti yang sekarang ia saksikan. Melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, ia menghela nafas. Sudah 10 menit ia duduk di sini dan mengajak Prillia bicara. Dengan pelan ia menaruh tangan Prillia pada tempat semula lantas mulai beranjak berdiri. Sebelum benar-benar keluar, ia memberikan sebuah kecupan di dahi Prillia dan mengucapkan kalimat. "God bless you"
***
Setelah bayi yang dilahirkan oleh Prillia itu dirawat di rumah sakit untuk beberapa saat dengan ditempatkan di dalam alat Inkubator karena kelahiran sang bayi yang prematur, Octavian tak hentinya terus memperhatikan perkembangan sang cucu. Lelaki paruh baya itu sangat khawatir akan terjadi kondisi yang tidak stabil pada cucu pertamanya itu.
"Dokter, apa cucu saya butuh perawatan khusus atau apapun itu untuk kondisinya tetap stabil?" Harap-harap cemas Octavian menanti jawaban dari sang dokter yang menangani putrinya sejak operasi hingga kini. Ditambah kondisi Prillia yang belum juga sadarkan diri membuat kekhawatirannya bertambah.
Dokter ber-name tag Liliana ini tersenyum kecil. "Sejauh ini kondisi bayi Prillia sangat stabil pak, tidak ada yang perlu dikhawatirkan kecuali ibunya yang belum juga sadar dari koma"
Kening Octavian sedikit berkerut, baiklah mungkin dia harus lebih memperjelas alasan kekhawatirannya. "Dokter sudah periksa keadaan cucu saya secara detail?"
Liliana pun terdiam sejenak, lalu kembali tersenyum. "Kami selalu memantau perkembangan semua pasien kami secara rutin pak, dan cucu anda baik-baik saja"
Octavian mengusap wajahnya. "Begini dokter, putri saya Prillia adalah seorang pengguna narkoba. Bahkan saat hamil pun dia tetap menjadi pengguna yang aktif jadi saya ingin dokter memastikan kondisi cucu saya. Saya takut cucu saya terkena dampak dari apa yang dikonsumsi ibunya, apalagi lahirnya yang prematur"
"Ha?" Secara spontan Liliana kaget mendengar penuturan lelaki di depannya yang mengatakan sebuah fakta baru. Menghela nafas, ia mengangguk. "Maaf pak, selama ini saya tidak pernah tahu kalau Prillia mengonsumsi barang-barang itu" selama bertemu Prillia di rumah sakit dan menjadi dokter yang selalu mendengar tiap curhatan Prillia tentang masa kehamilan, Liliana sama sekali tak tahu akan hal itu. "Tapi jika seperti yang Anda katakan barusan, maka kami akan melakukan pemeriksaan intens pada cucu Anda"
Mengangguk, lalu Octavian menjawab. "Kami tunggu hasilnya dok" dan dia berharap, semoga dampak yang diterima cucunya dari perbuatan Prillia tidaklah parah.
***
Sudah seminggu lebih sejak dirinya dinyatakan koma, kini kedua mata perempuan itu kembali terbuka melihat dunia. Meski rasanya sangat berat dan terasa kaku di bagian tubuhnya, namun sebisa mungkin Prillia melawan semua itu. Kesadarannya dengan sangat cepat pulih sehingga membuatnya tak mau berlama-lama terbaring lemah, ia harus bangkit dan kembali berjuang untuk kebahagiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOR NO ALTAR [Selesai]
RomanceMeyra yang akan segera menikah harus terbelenggu oleh permintaan Prillia yang ingin menikah dengan calon suaminya, Ali.