[Amor no Altar • 13]

1K 110 9
                                    

***

Meyra segera bergegas ke rumah sakit setelah membilas dirinya dengan air saat listrik sudah mulai menyala tadi, sepanjang perjalanan ia tak hentinya menangis bahkan sampai di depan Vanya dan memeluk wanita itu tangisan masih tak kunjung reda. Hatinya hancur disertai rasa cemas saat melihat pantulan dirinya di cermin, terdapat sebuah luka bakar di pipi kiri dengan kulit sekitaran yang sangat merah.

"Kenapa bisa begini Mey?" Tentu Vanya begitu kaget saat tiba-tiba Meyra memeluk dan menumpahkan tangis padanya, perasaan cemas ikut menyeruak saat melihat wajah sang putri yang sudah tak semulus biasanya.

"Axel, mom hiks hiks"

Vanya menarik putrinya untuk masuk ke dalam toilet, ia takut jika suara tangisan Meyra menganggu suaminya yang sedang istirahat. "Tell me what happened"

Meyra menarik nafas sesegukan, mulutnya mulai terbuka walau rasanya berat. "Ax ... Axel, Axel did it to me mom" ia pun menurut saat Vanya menuntunnya untuk duduk di atas closet yang sudah menggunakan penutup, "I was having a bath, lalu tiba-tiba mati lampu dan aku keluar suruh Ora untuk menelfon kantor listrik"

"And?"

"Saat aku masuk kamar lagi Axel sudah ada di dalam, we talked for a while sampai tiba-tiba dia lukain aku menggunakan rokok, mom"

Mendengar penjelasan putrinya, Vanya dibuat heran. Bukankah Axel harusnya sedang berada di balik jeruji besi sampai hari persidangan tiba? Setelah beberapa menit berkecamuk dengan berbagai pertanyaan di kepalanya, Vanya membawa putrinya untuk mendapatkan pengobatan di rumah sakit yang sama dimana suaminya sedang dirawat.

***

Saat pagi pulang ke rumah, Meyra mendapati Prillia sedang duduk santai sambil membaca buku dengan segelas susu di atas meja. Entahlah ia tak tahu harus memasang ekspresi seperti apa saat Prillia melihat sebagian wajahnya yang kini diperban.

"O wow what happened to your face Mey? Baru operasi? Hehe"

Pertanyaan yang diakhiri oleh tawa kecil itu bagaikan suara iblis di telinga Meyra, harusnya saudarinya itu menunjukan raut panik melihat keadannya seperti ini namun justru tawa mengejek lah yang ditunjukan Prillia padanya dan itu sangat membuatnya jengkel.

"Apa kau melihat Axel di rumah ini? Dia yang sudah melukaiku sampai seperti ini"

Mata Prillia membulat mendengar kalimat yang diucapkan Meyra, ia lalu menaruh buku yang tadi dibacanya ke atas sofa lantas bangkit. "Axel yang melakukan ini?" Nada terkejutnya terdengar. "Wow berani sekali dia melukai putri kesayangan daddy, dia pantas mendapatkan penghargaan"

Meyra menggeleng kecil, sedikit tidak mengerti dengan kalimat yang diucapkan Prillia. Perempuan itu sedang mengejek atau kasihan padanya? "Apa maksudmu Prill?"

"Ya, selama ini kamu selama diprotek oleh daddy maka jika Ax berani melukaimu itu sebuah langkah besar, aku sangat senang mendengarnya"

Lutut Meyra serasa lemas menopang berat tubuhnya, kedua tangannya bahkan gemetar hebat sebagai pertanda gejolak emosi dan sabar sedang berperan sengit di dalam batinnya. Apa kedua orang itu memang sengaja mengerjainya di saat kedua orang tuanya sedang tidak berada di rumah bahkan salah satunya sedang tidak baik-baik saja? Beberapa kali Meyra membuang nafas untuk menetralkan emosi, di saat seperti ini ia ingin ayahnya berada di sini untuk membelanya, atau setidaknya ada Ali yang bisa memberinya dukungan dan pelukan hangat. Namun sayang, kedua sosok itu tak bisa hadir sekarang untuk membantunya menghadapi Prillia yang terus mengejeknya dengan tawa.

AMOR NO ALTAR [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang