Empat Puluh Dua

123 14 0
                                    


Untuk kalian semua stay safe and healthy ya..
Kalo ngga penting-penting banget, ngga usah keluar.
Jaga kesehatan💙

Semoga kita selalu sehat, terhindar dari covid-19 dan covid-19 nya juga cepat hilang. Aamiin.

Selamat membaca semua..

***

"Ya Allah, kesiangan!" kagetku saat melihat jam di handphone. Jam menunjukkan hampir pukul setengah enam pagi.

"Dok.. Dok... Bangun. Udah siang," ujarku sambil menepuk-nepuk pelan lengannya yang masih guling disampingku.

"Udah jam setengah enam. Shalat subuh, Dok. Jangan tidur, itu rayuan setan buat kita ga shalat subuh," lanjutku.

Dr. Dhika tidur menghadap kearahku. Jadi, aku bisa membangunkannya tanpa harus turun dari kasur. Aku menekuk kedua tanganku dan aku letakkan telapak tanganku didagu sambil memiringkan kepalaku kekanan untuk melihat wajah tampannya lebih dekat dan lebih jelas.

"Masyaallah. Masih tidur aja udah ganteng banget, gimana kalo udah bangun? Udah mandi, udah rapi, udah siap, udah wangi, pasti kegantengannya bertambah banyak," pujiku.

"Kalo kayak gini caranya, Lisa minder. Lisa kan ga cantik, ga sewangi Kang Dokter, ga serapi Kang Dokter. Gimana kalo masa lalunya Kang Dokter comeback? Kayak cerita-cerita di novel. Kayak cerita-cerita di wattpad, terus nanti Lisa tersingkirkan. Pasti masa lalunya lebih cantik, lebih kenal sama Kang dokter. Sedangkan Lisa? Kenal aja baru beberapa bulan. Nanti Lisa diejek sama masa lalunya Kang dokter gimana? Lisa kan jadi mal---"

Omonganku terpotong saat Kang dokter bergerak sedikit dan mulai membuka matanya perlahan-lahan. Aku kembali ke posisi awal, yaitu duduk tapi masih menghadap kearahnya.

"Jam berapa Za?" tanyanya.

"Hah? Jam?" ujarku bingung. "Jam... Jam setengah enam. Iya, jam setengah enam, ayo buruan bangun, kita udah telat,"

"Setengah enam? Kita telat bangun?" kaget Kang dokter langsung duduk.

"Ya, iyalah. Ayo buruan," seruku. "Yang ambil air wudhu duluan siapa?"

"Kamu aja, Za,"

"Dokter aja,"

"Kamu aja,"

"Dokter aja,"

"Yaudah, saya,"

"Eh..." cegahku saat Kang Dokter ingin turun dari kasur. "Lisa dulu aja. Hehehe. Piss," lanjutku turun dari kasur.

"Udah dibilang kamu duluan aja, masih kekeuh ga mau duluan. Giliran saya mau duluan dicegah, kamu yang mau duluan. Kebiasaan banget kamu, Za," omel Kang dokter.

"Yaudah, sana. Ambil air wudhu duluan," kataku yang urung turun dari kasur. "Lisa juga masih ngantuk. Lisa rebahan dulu aja, sambil nunggu Dokter selesai ambil air wudhu. Ga pa-pa Dokter duluan aja," kataku kembali guling diatas kasur tanpa menghadap dirinya.

"Ngambek lagi," ucap Kang dokter duduk mendekat padaku.

"Ga ngambek, kok," jawabku tanpa menatap kearahnya.

"Serius?..." godanya sambil memajukan wajahnya seperti orang yang mau ngintip waktu kita disekolah lagi nangis.

"Iya... Udah sana ambil wudhu. Nanti waktunya habis, Lisa ga mau ya. Mau tanggung dosa-dosanya Lisa?"

"Kalo ga ngambek, terus ini apa namanya?" kata Kang dokter sambil menyentuh lenganku dengan jari telunjuknya.

"Ga usah sentuh-sentuh. Lisa ga mau disentuh," ucapku. "Udah buruan ambil wudhu sana. Keburu siang, nanti waktu subuhnya habis. Mau subuhnya lewat gitu aja? Ga mau kan? Udah sana!" seruku.

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang