Empat Puluh Empat

138 15 3
                                    


Happy reading.

"...Setiap orang punya penilaian masing-masing, terserah mereka mau nilai apa. Mau nilai bagus atau mau nilai jelek itu ga boleh jadi patokan kamu buat kedepan..." — Kang Dhika.

***

"Assalamu'alaikum," ucapku dan Kang dokter saat memasuki rumah besar milik keluarga Kang dokter.

Kami sudah ada dirumah Mama dan Papa mertua saat ini. Aku dan Kang dokter sudah menginap dirumah Ayah semalam, aku juga sudah membawa hampir semua barangku kesini. Dan itu cukup banyak.

"Wa'alaikumsalam. Eh.. Menantu dateng," ujar Mama mertua menyambutku dan Kang dokter. "Mang Dodi, Bi Inah," panggilnya.

"Iya, Nyonya," jawab keduanya.

Bi Inah adalah seseorang yang sering bantu-bantu dirumah, sekaligus teman mengobrol Mama mertua juga. Sedangkan Mang Dodi adalah sopir pribadi Mama mertua, jika Mama mertua ingin kemana-mana, atau ingin keluar rumah, Mama mertua akan diantar oleh Mang Dodi atas izin Papa mertua.

"Tolong bawain kopernya Lisa ya ke kamar Dhika diatas," pinta Mama mertua. "Makasih ya,"

"Iya, Nya," jawab Bi Inah dan Mang Dodi.

"Duduk dulu, Lis. Pasti kamu capek, ya kan?"

"Ma? Dhika ga ditanyain? Ga disuruh duduk juga?" ucap Kang dokter protes.

"Kamu kalo mau duduk, duduk aja Dhika. Inikan rumah kamu sendiri. Kamu juga ga perlu Mama tanyain, pasti kabar kamu baikkan?" ujar Mama mertua.

"Ada Za, Dhika dilupain gitu aja sama Mama," katanya cemburu.

"Udah gede, Dhika. Ga usah cemburu-cemburuan segala, ga malu sama Lisa?" goda Mama.

Aku hanya diam karna belum berani untuk ikut mengobrol dengan mereka. Sebenarnya bukan belum berani, namun hanya saja aku masih belum bisa untuk masuk ke dalam obrolan mereka. Takut salah berbicara mungkin.

Aku, Kang dokter dan Mama mertua berjalan menuju ke dalam rumah seraya Mama mertua yang menggandeng tanganku sampai duduk di sofa tamu.

"Kamu Mama tungguin dari kemaren kenapa baru dateng sekarang, Lis?" tanya Mama mertua.

"Ga gitu, Ma. Lisa sih mau dateng kesini dari kemaren-kemaren, tapikan baju Lisa masih ada dirumah Ayah semua," kataku. "Kalo Lisa langsung kesini nanti Lisa pake baju apa? Ga mungkin dong Lisa pake baju Mama mertua,"

"Tapi, kamu kelamaan, Lisa. Mama udah keburu kangen sama kamu," jujur Mama mertua. "Mama udah kesepian disini, mana Papa mertua kamu kerja mulu. Pulangnya pasti selalu malem," adu Mama mertua.

"Jangan curhat, Ma.." ujar Kang dokter.

"Kata siapa Mama curhat? Mama ga curhat, Dhika. Mama cuma cerita sedikit," jawab Mama mertua tak mau kalah.

"Sama aja, Ma. Curhat sama cerita itu beda tipis,"

"Terserah Mama mertua dong, Kang dokter. Itu kan hak Mama mertua mau cerita atau ga ke Lisa. Yang penting Mama ga cerita sama orang lain, apalagi sama orang yang baru kenal," kataku membela Mama mertua. "Lisa kan bukan orang lain juga, bukan orang asing. Lisa menantu disini, jadi ga pa-pa dong kalo Mama mertua curhat sama Lisa tentang apapun itu. Lisa juga ga akan kasih tau yang lain, apalagi sama Kang dokter," lanjutku.

Mama mertua menatapku dalam diam, menurutku Mama mertua seperti kaget dengan kata-kata yang aku keluarkan barusan. Entah kaget atau kagum.

"Lis," panggil Mama. "Ini kamu?"

"Iya, ini Lisa. Menantu Mama mertua, kenapa? Ada yang salah ya?" tanyaku balik.

"Nggak, nggak ada. Mama cuma kaget sekaligus kagum sama kamu. Ternyata kamu ngomongnya bisa kayak gitu,"

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang