Dua Puluh Satu

125 12 0
                                    


"Assalamu'alaikum," ucap Abang dan Mbak Khan setelah beberapa hari menginap dihotel tempat resepsi mereka kemarin.

"Wa'alaikumsalam. Eh.. Pengantin baru udah pulang," godaku.

Mendengar godaanku Mbak Khan langsung tersipu malu, membuat pipi putihnya berubah menjadi berwarna merah. Seperti tomat.

"Dek.."

"Kenapa sih, Bang? Orang cuma ngegodain dikit doang,"

"Inget, dia kakak ipar kamu. Baru juga dateng udah digodain kayak gitu, nanti dia ga betah gimana? Kamu mau tanggung jawab?"

"Ya ga lah. Tenang aja, nanti Lisa buat Mbak betah tinggal disini. Ya kan Mbak?" tanyaku menoleh ke Mbak Khan.

"Iya, Lis. Terserah kamu aja. Mbak malah seneng punya adik cewek, bisa diajak curhat," ujar Mbak Khan.

"Sama, Lisa juga seneng punya kakak cewek," kataku lalu melirik lagi kearah Abang. "Liat tuh Bang, Mbak Khan-nya aja ga masalah Lisa godain. Kenapa Abang jadi kayak gitu? Kalo cuma say hai doang, kita ga bakalan deket. Abang itu ga usah ikut-ikut kalo Lisa sama Mbak Khan lagi ngomong. Ini urusan cewek,"

"Sombong kamu ya, mentang-mentang udah ada temennya,"

"Biarin. Emang Abang doang yang bisa sombong? Lisa juga bisa kali,"

"Temen kamu udah pulang, Lis?" tanya Mbak Khan.

"Udah, Mbak. Kemarin,"

"Eh, udah dateng ya?" ucap Ayah yang datang dari kamar.

Aku dan Ayah sudah ada dirumah sekarang, karna kami pulang dari kantor sejak pukul tiga sore tadi. Khusus untuk menyambut pengantin baru; Mbak Khan dan Bang Harun.

"Iya, Yah," ucap Mbak Khan, lalu mencium punggung tangan Ayah yang diikuti oleh Abang.

"Gimana?" tanya Ayah.

"Gimana? Maksudnya Yah?" tanya Abang.

"Ah.. Ga, ga. Ga jadi," ucap Ayah tersenyum mencurigakan. "Capek kan? Istirahat aja dulu. Nanti kita makan malam bareng,"

"Masakannya udah ada, Yah?" tanya Mbak Khan.

"Belum. Nanti juga Lisa yang masak,"

Mendengar ucapan dari Ayah, aku langsung spontan berhenti mengemil makanan yang ada diatas meja, dan menoleh ke Ayah.

"Lisa?" tunjuk ku pada diri sendiri.

"Iya, Nak. Biasa juga kamu kan,"

"Tapi kan Yah, biasanya Lisa cuma buat untuk dua orang. Ini jadi empat orang. Lisa ga bisa, Yah," rengek ku.

"Bisa, Nak. Bisa. Ayo masak," seru Ayah. "Kamu belum mandi kan? Mandi dulu aja. Nanti baru masak,"

"Tapi, Yah.."

"Ga ada tapi-tapi ya, Nak,"

"Ga pa-pa, Yah. Nanti Khanza bantuin Lisa masak buat makan malem," ujar Mbak Khan.

"Khan, kamu masih capek. Istirahat aja dulu," perintah Abang.

"Ga, Mas. Khan ga capek kok," elak Mbak Khan.

"Mending ga usah, Khan. Biar Lisa aja," kata Ayah.

"Kalo bantu bantu dikit ga pa-pa?" tanya Mbak Khan.

"Tapi, Khan.."

"Mas, Khanza harus memenuhi kewajiban Khanza sebagai seorang istri dan menantu. Mas ngerti kan maksud Khanza kayak gimana? Kalo Khanza capek, nanti Khanza berhenti sendiri masaknya. Boleh ya, Mas?" ujar Mbak Khan.

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang