Dua Puluh Empat

116 14 0
                                    


Sudah satu minggu lebih aku di Bandung. Alhamdulillah semua masalah perusahaan Ayah satu per satu terselesaikan, namun tidak semuanya. Keuangannya juga perlahan tapi pasti kembali stabil dan tidak ada karyawan yang di PHK. Aku sangat bersyukur akan hal itu.

Abang dan Mbak Khan juga sudah kembali dari Lombok kemarin malam. Paginya Abang langsung meneleponku, percakapan kami seperti ini:

"Dek, masih di Bandung kan? Abang kesana ya?" ucap Abang to the point.

"Hah? Abang mau ke Bandung? Mau ngapain? Mau jalan-jalan lagi sama Mbak Khan? Baru juga pulang dari Lombok mau ke Bandung aja. Kerjaan banyak Bang. Numpuk tuh dikantor, kerja jangan honeyoon mulu," godaku.

"Dek! Abang serius. Bercanda mulu kamu ini, Abang mau ke Bandung. Nyusulin kamu. Kamu sendirian disana," ujar Abang.

"Abang, Lisa bisa sendiri disini. Lisa bisa jaga diri. Lisa udah besar, Bang. Lisa udah biasa tinggal disini sendirian. Lisa juga udah bisa rawat perusahaan Ayah dengan sangat baik, buktinya perusahaan Ayah sekarang udah lebih baik dari sebelumnya,"

"Bukan itu dek masalahnya,"

"Terus apa?"

"Abang mau jagain kamu,"

"Bang, Abang itu udah ada tanggung jawab yang baru sekarang. Yaitu, Mbak Khan. Masa Abang tega ninggalin Mbak Khan yang baru pulang dari Lombok dan nyusul Lisa ke Bandung. Abang mau Mbak Khan ngambek? Abang mau Mbak Khan marah sama Abang? Abang mau Mbak Khan pulang ke rumah orang tuanya? Abang mau Mbak Khan diambil sama orang? Abang mau---"

"Udah dek, jangan di lanjutin. Abang ga mau kayak gitu,"

Setelah perdebatan dengan Abang yang sangat panjang dan yang tak kunjung selesai, aku meminta bantuan pada Ayah dan Mbak Khan untuk membujuk Abang agar tidak menyusul ku ke Bandung. Syukurlah Abang menyetujui hal itu. Aku bilang aku akan pulang tapi nanti, tidak sekarang. Aku akan pulang jika perusahaan Ayah benar-benar stabil dan bisa untuk dititipkan kembali dengan orang kepercayaan Ayah.

Tentang ikhwan dalam mimpi ku, dia sudah hampir satu minggu tidak hadir, terhitung sejak aku sibuk dengan perusahaan Ayah di Bandung. Aku juga hampir lupa tentang ikhwan itu, tapi semalam tiba-tiba dia hadir kembali. Membawa mimpi yang sama, tidak ada yang berubah. Menyebalkan.

Pagi ini aku pergi ke kantor seperti biasa, aku membawa mobil yang biasa aku bawa. Kecepatan mobil ku juga sedang. Ketika diperjalanan tiba-tiba ada yang menelpon, aku ingin mengangkatnya namun hpnya terjatuh dari genggaman tanganku. Saat aku ingin mengambilnya kembali, tiba-tiba....

"Astagfirullah," aku menginjak rem mobil.

"Duhh, gimana nih?" aku panik, aku menggigit jari telunjukku. Aku menabrak seorang anak laki-laki yang memakai pakaian main. Aku bingung harus gimana, andai aku menepi dulu tadi pasti kejadiannya ga akan jadi kayak gini.

Tok! Tok!
"Mbak! Mbak!" ucap dua bapak-bapak sambil mengetuk kaca mobilku. "Turun Mbak! Tanggung jawab! Turun Mbak!"

"Turun woy! Turun!" aku dibentak oleh semua orang dari samping kanan-kiri dan didepan mobil.

"Ya Allah Lisa harus apa?" batinku. "Abang tolongin Lisa, bantu Lisa. Kasih tau Lisa, Lisa harus apa? Lisa takut,"

Aku bingung, apakah aku harus turun atau tidak. Aku hanya menunduk sambil menggesekkan jari telunjuk dengan ibu jariku, tangan ku berkeringat, mulutku terasa sangat kering. Baru kali ini aku menabrak seseorang. Aku tidak bisa berpikir jernih sekarang. Setelah beberapa detik aku memberanikan diri untuk turun dari mobil dan menghadapi semua orang yang penuh dengan emosi.

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang