Dua Puluh Dua

132 13 2
                                    


Tok! Tok!

"Lis, boleh Mbak masuk?" izin Mbak Khan didepan pintu kamarku.

"Masuk aja Mbak, ga dikunci kok," jawabku yang masih rebahan santai dikasur kesayangan.

Mbak Khan memegang knop pintu dan mendorongnya masuk kedalam kamar. Setelah pintu terbuka barulah Mbak Khan masuk ke dalam. Saat Mbak Khan masuk, aku membenarkan posisi tubuhku yang tadinya sedang rebahan sekarang menjadi duduk, dan Mbak Khan juga ikut duduk diatas kasur bersamaku.

"Kenapa Mbak?" tanyaku langsung.

"Kamu ga keluar kamar?"

"Lagi males,"

"Kenapa?" tanya Mbak Khan balik.

"Lagi males aja. Mau istirahat Mbak, Lisa capek kerja mulu. Mana minggu-minggu ini lagi banyak kerjaan, jadi capek yang Lisa rasain itu lebih dari hari-hari biasanya. Dan kebetulan hari ini Lisa libur, jadi Lisa manfaatin aja buat rebahan. Gitu Mbak," jelasku.

"Yaudah, kalo itu yang lagi mau kamu lakuin sekarang. Hm.. Lis,"

"Ya? Kenapa, Mbak?"

"Ga jadi deh,"

"Mau nanya apa lagi Mbak? Tanya aja ga pa-pa," ujarku saat wajah Mbak Khan terlihat ingin menanyakan sesuatu. "Kalo emang ada yang mau banget Mbak tanyain ke Lisa, tanyain aja ga pa-pa. Daripada nanti nyesel ga ditanyain ke Lisa. Ya kan?"

"Serius ga pa-pa?"

"Iya, ga pa-pa, Mbak. Santai aja sama Lisa. Kalo emang Lisa bisa jawab pertanyaan Mbak Khan, ya Lisa jawab. Kalo Lisa ga bisa jawab, ya maaf," kataku.

"Iya. Mbak mau tanya, kenapa kamu ga mau ngobrol banyak sama Mas Harun? Biasanya kalian bakal bercanda setiap saat, tapi ini ga. Kamu marah sama Mas Harun?"

"Gimana ya Mbak jawabnya. Lisa juga ga tau, apa Lisa marah atau ga ke Abang,"

"Gara-gara Mbak ya?"

"Ga juga sih,"

"Mbak boleh tau kenapa kamu ga mau ngomong sama Mas Harun?" tanya Mbak Khan sekali lagi.

"Lisa sakit hati Mbak, Lisa sakit hati,"

"Kenapa? Gara gara Mbak ya?"

"Ga Mbak, bukan salah Mbak,"

"Terus kenapa?"

"Abang tuh ga pernah marahin Lisa sampe segitunya kayak kemaren. Lisa kaget, Mbak. Biasanya kalo Lisa salah, Abang negurnya lembut, pelan, ga kayak kemaren sampe marah-marah, bentak-bentak Lisa. Lisa sakit hati. Lisa ga biasa dimarahin, Mbak. Tiba-tiba dimarahin kayak gitu, Lisa syok, Lisa kaget," air mataku kembali menetes.

Mbak Khan mendekatiku dan menarik tubuhku ke pelukannya.

"Maafin Mbak ya, Lis. Andai Mbak bisa nenangin Mas Harun waktu itu. Pasti dia ga bakal sampe semarah itu dan sampe nge-bentak kamu. Dan yang pasti kamu ga bakal sesakit hati ini sama Mas Harun,"

Aku melepas pelukannya, "Ga pa-pa, Mbak. Lisa cuma kaget aja," aku menghapus air mataku.

"Mbak minta maaf ya atas nama Mas Harun, mungkin dia ga sengaja, Lis. Mungkin Mas Harun-nya lepas kontrol, jadi marahnya ke kamu. Jadi, kamu yang kena imbas kecapekannya waktu itu,"

"Hm" aku mengangguk.

"Udah ya, stop nangisnya. Nanti Mbak ngerasa bersalah sama kamu, Lis,"

"Iya, Mbak,"

"Mau makan siang bareng dibawah?" tawar Mbak Khan.

"Ga deh, Mbak. Nanti malem aja. Kayaknya sih. Lisa ga bisa janji,"

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang