Dua Puluh Delapan

124 14 0
                                    


"Cantik banget, Ri," kagumku.

Hari ini adalah hari jum'at, hari dimana Ria Ananta, satu-satunya sahabat tercerewet ku akan menikah dan memulai kehidupan yang baru bersama suaminya, dokter Bram.

Jujur, sampe detik ini aku sendiri tidak percaya bahwa Ria akan menikah secepat ini. Dia paling kekanak-kanakan dan juga paling manja diantara kami bertiga, dan sekarang dia akan menikah serta akan menjadi seorang istri dari seorang dokter.

Aku dan Gia kurang percaya hal ini.

Sekarang aku sudah berada dikamar Ria. Akad nikah Ria akan dilaksanakan dirumahnya, sedangkan resepsi dilaksanakan di gedung nanti malam. Ria sedang duduk didepan kaca sambil melihat dirinya sendiri yang sudah siap untuk akad hari ini, sedangkan aku dibelakangnya dan Gia berada disamping ku.

"Cantik apaan. Tebel banget Lis makeup-nya. Ga suka," adu Ria.

"Awas nanti didenger Mama mertua, terus nanti Mama mertua sakit hati denger omongan kamu, Ri," ujar Gia.

"Aku juga ga maksud ngomong kayak gitu," jelas Ria. "Aku cuma ga biasa aja pakek makeup se-tebel ini," lanjutnya sambil memutar badannya menghadap kami.

"Ga pa-pa, Ri. Cantik kok. Pasti dokter Bram akan pangling liat kamu,"

"Nanti dia bilang gini nih Ri," ujar Gia. "Itu Ria Ananta? Istri aku? Wanita yang akan aku bimbing? Wanita yang udah aku nikahin? Ga salah kan? Kok kayak badut," goda Gia sambil tertawa. "Haha"

"Ah... Gia mah... Ga suka," rengek Ria. "Aku tangisin nanti, tanggung jawab kamu, Gi"

"Hah? Tanggung jawab? Tanggung jawab apa Ri?" tanya Gia polos. "Bukan aku lho. Seriusan deh, bukan aku. Harusnya dokter Bram. Bukan aku, Ri. Seriusan deh," godanya lagi dengan menunjukkan jari telunjuk dan tengah bersamaan.

"Lisa.. Bantuin aku.. Ga suka liat Gia disini," adunya padaku.

"Gia udah dong, jangan di godain terus-terusan. Ria udah deg-degan banget. Udah ga tenang. Malah kamu giniin," tegurku. "Kalo kamu di posisi Ria gimana? Mau digodain terus kayak gitu? Ga kan?"

"Ga, Lis. Yaudah maaf ya, Ri," jawab Gia.

"Syukurin. Emang enak ditegur sama Lisa. Diem kan kamu. Blaa," ujar Ria sambil menjulurkan lidahnya.

"Ria.." tegurku pada Ria. "Kamu juga jangan kayak gitu. Kalo kamu ngejek Gia, dan Gia bakalan bales. Kapan selesainya kalian berantem?"

"Emang Lis. Sih Ria belum nikah atau mau nikah sifatnya tetep sama," ujar Gia.

"Biarin. Aku kan mau nikah, emangnya kamu ga nikah,"

"Aku itu belum, Ri. B-E-L-U-M, belum!" ucap Gia mengeja kata 'belum'. "Inget ya belum nikah! Bukan ga nikah," tegas Gia.

"Sama aja kali," ujar Ria tak mau kalah.

"Beda dong, Ri. Kamu tuh sekolah berbelas-belas tahun belajar dapet apa hah? Ga dapet apa-apa ya? Kasihan banget," ejek Gia.

"Enak aja kamu bilang. Aku dapet banyak ilmu ya. Aku juga ga sebodoh itu, sampe-sampe ga dapet apa-apa," jelas Ria sambil berdiri dari tempat duduknya. "Jangan-jangan kamu sendiri yang ga dapet apa-apa,"

"Enak aja. Yang ga dapet apa-apa itu kamu!"

"Kamu Gi. Kamu!"

"Kamu Ria Ananta!"

"Kamu Gia Arafah!"

"Ka---"

"Astagfirullah. Beneran ga sanggup aku ngadepin kalian berdua," potong ku cepat. Lalu aku berdiri dan memilih untuk duduk diatas kasur.

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang