Empat Puluh

127 14 0
                                    


Aku sekarang sudah ada dikamar hotel milik teman Papa mertua. Setelah akad selesai, kami lanjut ke acara resepsi. Cukup melelahkan.

Aku dan dr. Dhika pisah kamar, karna kami tidak mungkin satu kamar, aku akan sibuk didandani oleh tukang rias pilihan Mama mertua.

Resepsi kami kali ini bertema nasional, aku memakai gaun berwarna putih yang menjuntai panjang kebelakang, sedangkan dr. Dhika memakai jas hitam dengan
dasi kupu-kupu hitam. Mungkin kami akan menjadi pasangan yang sangat serasi.

"Masyaallah, cantiknya putri Mama," puji Mama mertua.

Mama mertua datang kekamarku sendirian. Aku sekarang sudah memakai gaun putih yang sangat mewah dan elegan serta makeup yang kurang lebih sama seperti waktu acara akad.

"Putri?" tanyaku.

"Iya, putri Mama," ujar Mama mertua mendekat duduk disampingku diatas kasur. "Kamu ga mau jadi putri Mama?"

"Ga, tan---. Ah, bukan. Maksud Lisa, ga Mama mertua. Lisa mau kok jadi putri Mama mertua. Lisa jugakan udah lama ga punya ibu,"

"Kamu tenang aja, Lis. Sekarangkan udah ada Mama. Kita akan menghabiskan banyak waktu layaknya seorang ibu dan anak kandungnya sendiri. Kamu mau kan?"

"Pasti, Ma," jawabku.

"Mama pangling lho liat kamu. Apalagi Dhika, pasti dia akan terpesona sama kamu,"

"Kok bisa gitu? Terpesona karna?"

"Karna kamu itu lebih cantik dari biasanya. Lebih elegan dan juga lebih anggun,"

"Masa sih, Ma? Lisa keliatan kayak gitu ya?"

"Iya. Kamu juga punya aura yang sangat bagus dan baik lho, Lis. Kalo mandang wajah kamu itu rasanya adem.. banget," pujinya tak habis-habis.

"Kok bisa sih,"

"Ya bisalah, Nak,"

"Makasih ya, Ma. Lisa udah dipuji terus. Kalo Mama mertua puji Lisa tiap hari kayak gini. Pipi Lisa warnanya bisa kayak tomat alami. Merah,"

"Iya sih. Sekarang aja merahnya udah keliatan,"

"Seriusan, Ma? Setau Lisa, Lisa dipakein blush-on yang cukup tebel lho, sama tukang riasnya. Emang masih keliatan ya pipi Lisa merah?" tanyaku terkejut sambil memegangi kedua pipiku.

"Ga, Lis. Mama cuma bercanda," ujar Mama terkekeh. "Kamu tuh emang polos banget ya,"

"Lisa? Polos? Mama belum kenal Lisa aja. Kalo kata orang-orang yang deket sama Lisa nih ya, Ma. Lisa itu orangnya bawel banget, ambekan, ngomel mulu, ga bisa diem, dan masih banyak lagi sifat Lisa yang belum Mama mertua tau," ujarku jujur. "Nanti kita Liat aja, pasti Mama akan terkejut sama sifat Lisa,"

"Emang kamu kayak gitu? Emang kamu ga bisa diem ya?"

"Iya, Mama mertua. Lisa sih mau jujur aja dari sekarang. Takutnya nanti Mama mertua terkejut liat sifat Lisa,"

"Itu sih menurut Mama masih normal, Lis. Biasa kok kalo cewek itu ga bisa diem, ga bisa ga ngomel satu hari aja. Soalnya cewek itu kan ditakdirkan cerewet," ujar Mama mertua. "Mama juga suka kok ngomel-ngomel dirumah. Apalagi nih ya, Lis. Kalo orang yang ada dirumah itu ga nurut sama Mama, pasti Mama omelin mereka,"

Aku hanya bisa tersenyum.

"Kamu mau kan Lis, kalo udah nikah tinggal sama Mama sama Papa," tawar Mama mertua. "Kamu tau sendirikan, Mama sama Papa cuma tinggal berdua. Papa mertua kamu sering malem pulangnya. Mama kesepian, Lis. Mama ga ada kerjaan,"

"Kemarin waktu Lisa kerumah Mama mertua, itukan ada yang buatin minuman?" tanyaku.

"Iya. Terus?"

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang