Lima Puluh Satu

130 7 0
                                    

Seperti biasa, tugas seorang dokter adalah menjaga dan merawat pasiennya sampai sembuh. Kang Dhika pun melakukan hal yang sama.

Semalam, tiba-tiba dia harus pergi ke rumah sakit dengan mendadak. Kang Dhika mendapat telepon dari seniornya untuk sesegera mungkin datang ke rumah sakit pada pukul satu malam.

Aku tidak bisa bayangkan bagaimana kondisi Kang Dhika. Yang sadar bahwa ada telepon yang masuk pun aku. Dan aku langsung membangunkan Kang Dhika untuk mengangkat teleponnya.

Awalnya aku melarang karena ini sudah sangat malam. Aku khawatir dia mengantuk saat membawa mobil nantinya. Tapi, Kang Dhika menjelaskan semuanya padaku. Tidak mungkin rumah sakit menelpon jika tidak darurat. Dan aku mulai paham.

Namun, setelah aku paham. Giliran Kang Dhika yang merasakan kekhawatirannya terhadapku. Karena aku harus ditinggal sendiri dirumah.

Ya, aku tidak bisa berbohong. Awalnya aku tidak ingin ditinggal. Tapi, mau bagaimana lagi, Kang Dhika harus pergi. Tapi, Kang Dhika membuat satu janji bahwa dia akan secepat mungkin pulang, entah itu jam berapapun.

Pagi pun tiba. Keadaan rumah masih sepi. Mama dan Papa mertua belum juga pulang, serta Kang Dhika. Kang Dhika memang tidak pulang, namun dia menelponku saat subuh untuk memberitahu keadaannya dan rumah sakit. Dia bilang, dia akan pulang sekitar jam delapan pagi.

Dan benar, dia pulang sekitar jam tersebut. Saat pulang, wajahnya terlihat sangat lelah dan sangat butuh isitirahat. Kasihan sekali.

Lantas, aku langsung membawanya ke kamar.

"Akang mau mandi dulu, makan-minum atau mau apa?" tanyaku.

"Saya mandi dulu aja, Za. Setelah itu saya isitirahat, tidur. Saya capek banget soalnya."

"Oh, yaudah. Boleh kok, Kang. Tapi, nanti setelah bangun Kang Dhika harus makan ya," pesanku.

"Iya, insyallah," jawabnya.

"Mandinya mau air biasa atau air hangat?"

"Biasa aja."

"Yaudah, mandi gih. Nanti Za siapin bajunya. Terus, selagi nunggu Kang Dhika istirahat, nanti Za masak ya."

"Masaknya nanti aja, Za. Setelah saya bangun, kalo masakannya dingin kan engga enak."

"Ngga pa-pa, Kang. Lagipula, masak itu ngga sebentar loh. Apalagi kalo masakannya itu spesial. Pasti lama, biar lebih enak nantinya." balasku.

"Tapi, sebelum kamu masak. Kamu harus buat saya tidur dulu."

"Maksudnya?" Aku bingung dengan ucapan Kang Dhika.

"Nanti kalo udah mandi, badan saya bakalan lebih fresh. Dan pasti saya susah untuk tidur. Makanya, buat saya tidur dulu. Bisa, Za?" tanyanya.

"Ya, ngga tau sih, Kang. Soalnya Lisa ngga pernah buat orang jadi tidur," jawabku tak yakin.

"Waktu itu, kamu pernah buat saya sampe ketiduran."

Oh, iya! Benar. Saat malam itu. Malam dimana Kang Dhika menceritakan tentangnya padaku.

"Gimana? Bisa kan, Za?"

"Nanti, Za coba. Pasti kok, Kang," kataku. "Sekarang, Kang Dhika mandi dulu. Supaya tidurnya lebih enakkan."

"Tapi, janji ya. Kamu harus buat saya tidur," pintanya.

"Iya, Akang. Mandi ya," perintahku.

***

Empat jam telah berlalu. Cukup susah untuk membuat Kang Dhika tidur. Ya, meskipun dia telah merasakan kantuk, tetap saja dia susah untuk tidur.

Untuk bahan masakan, aku membelinya diluar rumah. Aku tidak langsung masak saat itu juga. Menunggu satu sampai dua jam sembari membereskan rumah. Lalu, masak di dapur dengan waktu hampir dua jam lamanya.

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang