Tiga Puluh Sembilan

111 16 0
                                    


Sekarang sudah terhitung satu bulan setelah pertunanganku dan dr. Dhika kemarin. Artinya kami akan segera menikah, pernikahan kami tepat dihari ulang tahunku, itu bukan permintaanku melainkan permintaan calon suamiku sendiri.

Hubunganku dan dr. Dhika juga tidak ada perkembangan sedikit pun.

Aku masih tidak memiliki nomor handphone dr. Dhika dan dr. Dhika juga masih belum menghubungiku sampai sekarang. Aku dan dr. Dhika masih sama-sama bekerja seperti biasa sampai H-5, kami tidak perlu repot-repot menyiapkan semua acara pernikahan kami. Karna yang mengurus ini semua adalah Mama calon mertua dan Mbak Khan.

Awalnya kami ingin ikut merencanakan semua pernikahannya, tapi kata Mama mertua begini:

"Lisa, Dhika. Kalian itu ga usah ikut menyiapkan semua rangkaian pernikahan kalian ya. Biar Mama dan Khanza yang urus. Mama ga mau ya nanti dihari H pernikahan kalian, kalian malah kecapekan. Tugas kalian itu cukup jaga kesehatan, supaya bisa lancar dihari H-nya. Setuju kan?"

Mau gimana lagi, aku dan dr. Dhika menurut saja. Lagipula, aku tidak usah susah payah mengurus pernikahanku, aku tidak perlu capek secara fisik dan batin.

Aku tau menyiapkan suatu pernikahan itu tidaklah mudah, aku banyak mendengar bahwa saat calon pengantin menyiapkan pernikahan, mereka kebanyakan debat, dan itu bisa berdampak buruk dengan pernikahan mereka. Aku tidak mau seperti itu.

Aku sangat bersyukur kalo Mama calon mertua dan Mbak Khan mengatur dan mengurus semuanya. Tapi, ketika mereka memutuskan sesuatu, mereka akan bertanya dulu kepada kami, kalo aku dan dr. Dhika tidak suka dan tidak setuju, itu bisa dibatalkan.

Kata Mama calon mertua sih biar ga kaget waktu acara pernikahannya berlangsung.

Aku kagum dengan Mama calon mertua dan Mbak Khan. Diumur yang sekarang, Mama calon mertua masih kuat untuk mengatur semuanya. Sedangkan Mbak Khan, dia sekarang sedang hamil anak pertamannya, tapi kandungannya sangat kuat untuk menjalankan aktivitas seperti mengatur pernikahanku. Walaupun mereka dibantu oleh wedding organized.

Semoga mereka diberikan kesehatan setiap saat, termasuk calon keponakanku yang ada didalam perut Mbak Khan.

Aku sekarang sudah duduk manis didepan cermin kamarku. Sendirian. Karna tukang salon yang meriasku sudah pergi keluar kamar. Pakaian yang kupakai untuk akad adalah pakaian khas Palembang. Ribet banget pake pakaian khas Palembang, bagus sih tapi berat.

Aku menatap dalam-dalam wajahku di cermin sambil sibuk bicara sendiri.

"Kamu beneran mau nikah, Lis?"

"Secepat itu kamu menikah?"

"Ga kerasa ya, beberapa jam lagi kamu akan jadi istri seorang dokter,"

"Kamu akan tinggalin kamar ini, cermin ini, boneka kamu, kasur kamu, rumah kamu. Semua yang bersangkutan dengan rumah ini akan kamu tinggalin,"

"Kamu akan jarang kesini. Kamu akan sibuk dengan urusan rumah tanggamu dengan suami tercintamu,"

"Good luck ya, Lis. Semoga pernikahan kamu sakinah,"

Aku masih saja memperhatikan wajahku yang malang karna harus lagi dan lagi dipakaikan makeup seperti di pertunangan kemarin. Bahkan sekarang lebih tebal dari yang kemarin.

"Kamu harus banget ya dandan kayak gini?"

"Ini bukan kamu lho, Lis,"

"Untung kamu nurut. Kalo ga pasti kamu udah merengek-rengek minta makeup-nya dihapus,"

"Mama calon mertua dan Mbak Khan sih ga salah milihin makeup yang kayak gini. Mereka bener karna ini hari spesial buat kamu. Hari ga akan keulang lagi, meski cuma sekali,"

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang