Lima Puluh Dua

14 2 0
                                    

Hi, June!
Mohon perbanyak kabar baik dan kebahagiaan ya..

***

Aku terbangun ketika mendengar suara adzan subuh berkumandang. Saat mataku mulai membuka sedikit demi sedikit, aku tak melihat keberadaan Kang Dhika disampingku. Ke mana dia? Apa dia sudah lebih dulu bangun daripada aku?

Dengan mata yang belum membuka secara penuh, aku duduk dengan selimut yang masih menyelimuti kakiku. "Kang Dhika.." panggilku dengan suara khas orang bangun tidur.

"Kang Dhika di kamar mandi ya?" tebakku mulai khawatir. Mataku telah membuka dengan penuh, aku mulai sadar secara perlahan. Rasa tak tenang telah menghampiriku sepagi ini.

"Kang Dhika dimana? Udah bangun duluan ya?" Aku terus memanggilnya, namun aku tak mendapat tanggapan, sahutan ataupun suara percikan air dari dalam kamar mandi.

"Kang.. Akang..." Terus-menerus aku memanggilnya, tapi tetap tak ada jawaban dari Kang Dhika. Agh.. Ke mana dia pergi?

Aku turun dari tempatku. Mencari keberadaannya di sekitar kamar ini. Aku mengecek setiap sudut kamar. Apa dia terjatuh dari tempat tidur saat dia tidur? Untuk tahu, aku harus mengeceknya. Dan, tidak apa-apa. Dia tidak ada disana.

Aku berjalan dengan rasa gelisah kearah kamar mandi. Aku terus mengetuk pintunya dan terus memanggil Kang Dhika, tapi tak ada apapun didalam sana. Tak ada suara apapun yang keluar.

"Kang.. Akang Dhika... Akang lagi ada didalem?" tanyaku terus-menerus.

Karena tak mendapat jawaban. Aku membuka pintu kamar mandi. Tidak ada apapun disini. Tidak ada Kang Dhika. Lantainya pun tidak terlalu basah. Ke mana dia?

"Akang.. Dimana?" tanyaku lirih.

Jika Kang Dhika tidak ada di kamar. Apa dia telah turun duluan, sholat ke masjid bersama Papa seperti biasa? Tapi, kenapa dia tidak membangunkanku?

Aku memutuskan untuk turun, pergi ke kamar Mama mertua untuk menanyakan dimana Kang Dhika. Apa dia izin lebih dahulu dengan Mama sebelum pergi.

"Ma..." panggilku sepanjang jalan menuruni tangga. "Mama..." pekikku.

"Ma.. Mama..."

"Iya, Lis? Kenapa?" sahut Mama mertua yang keluar dari kamar tidurnya.

Aku menghampirinya. "Ma, Mama liat Kang Dhika ngga? Soalnya di kamar ngga ada. Tiba-tiba Lisa bangun, terus ngga liat dia. Lisa ngga tau dimana Kang Dhika-nya, Ma. Kang Dhika juga ngga izin keluar sama Lisa. Apa Mama tau Kang Dhika sekarang ke mana?" tanyaku terburu-buru.

"Tenang dulu, Lis," ucap Mama.

"Apa Kang Dhika pergi sama Papa ya, Ma? Sholat subuh bareng kayak biasa. Tapi, kenapa ngga bangunin Lisa?" tanyaku.

"Kamu tenang dulu, jangan gelisah," pinta Mama. "Papa mertua kamu emang udah berangkat ke masjid. Tapi, sendirian,"

"Sendirian?" potongku. "Terus, Kang Dhika-nya ke mana? Di kamar kita Kang Dhika-nya ngga ada, Ma,"

"Lisa. Dengerin Mama dulu. Kamu jangan berpikir yang engga-engga dong," pinta Mama kesekian kalinya.

Aku mencoba mengatur nafasku. Mencoba menenangkan diri. Memangnya ke mana Kang Dhika sepagi ini, selain shalat subuh berjamaah?

"Dengerin Mama ya,"

Aku mengangguk mengiyakan.

"Dhika emang ngga shalat berjamaah di masjid sama Papa kamu kayak biasa. Tapi, tadi Dhika izin sama Mama sama Papa untuk ke rumah sakit,"

"Rumah sakit? Sepagi ini?"

"Iya, dia ada panggilan darurat, Lis. Ngga bisa ditinggal. Dia harus sesegera mungkin ke rumah sakit. Ada pasien yang membutuhkan bantuan dari dia," jelas Mama.

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang