Sembilan Belas

120 12 0
                                    

Hari ini aku akan menjemput Ria dan Gia di bandara. Aku dan mereka hampir dua bulan tidak bertemu. Selama dua bulan itu juga kami setiap malam minggu telponan, meski hanya menanyakan kabar masing-masing. Mereka hari ini berencana datang untuk menemui ku, jalan-jalan di Palembang bersamaku dan juga datang ke pernikahan Bang Harun dan Mbak Khan.

Pernikahan Bang Harun dan Mbak Khan sudah ditetapkan pada lusa besok. Keluarga ku dan keluarga Mbak Khan sudah sepakat bahwa pernikahan mereka hanya ada akad dan resepsi. Akadnya akan dilaksanakan di rumah Mbak Khan, sedangkan resepsi akan dilaksanakan di hotel.

Aku juga sudah diizinkan bekerja oleh Ayah setelah satu minggu tidak ada kerjaan ataupun kegiatan selain dirumah berantem sama Abang.

Aku sekarang di bandara, sendirian dari rumah. Awalnya Ayah tidak mengizinkan ku pergi sendirian, aku berusaha meyakinkan Ayah bahwa aku bisa pergi sendiri. Ayah percaya padaku dan mengizinkan ku ke bandara sendirian. Aku sudah menunggu hampir lima belas menit disini. Tapi, Gia dan Ria belum juga kunjung datang.

"Lisa!!" teriak Ria yang baru datang sambil melambaikan tangan tinggi.

Aku memberi isyarat seperti bilang 'Hai' tanpa bersuara dan melambaikan tangan pada mereka, tidak tinggi.

"Assalamu'alaikum, Khalisa Azzahra," ucap Gia saat mereka sudah ada didepan ku.

"Wa'alaikumsalam, Gia Arafah,"

"Lisa! Mau peluk," Ria melentangkan tangannya.

"Sini.."

Ria memelukku erat sambil berkata, "Lisa kangen,"

"Sama.." jawabku.

Aku melepas pelukan Ria dan giliran memeluk Gia, hanya sebentar. Tidak selama pelukan ku ke Ria, lalu ku lepas.

"Lisa, kamu apa kabar? Kangen tau sama kamu, kamu tau ga?" ucap Ria.

"Ntar aja Ri curhatnya. Masa curhat di bandara, mau curhatan kamu didenger sama semua orang?" ujar Gia.

Ria menggeleng cepat, "Ga, ga, ga. Yaudah, yuk Lis kerumah kamu,"

"Yuk!"

"Nanti mampir beli minum ya, Lis" ucap Gia.

"Iya,"

"Sama makan juga,"

"Iya, Ria.."

"Kalo makan ditempat boleh?"

"Ga boleh," larang Gia.

"Kenapa?" tanya Ria.

"Nanti kesorean nyampenya Ri," kataku.

"Bener juga sih. Yaudah bungkus aja, makan dimobil. Boleh kan Lis?" tanya Ria.

"Boleh,"

"Boleh. Tapi, jangan berantakan makannya," ujar Gia.

"Iya.." jawab Ria. "Gitu tuh Lis, si Gia. Cerewet banget sama aku, coba kalo kamu diposisi aku. Kesel ga tuh!" omel Ria padaku. Gia tidak bisa mendengarnya karna dia berjalan duluan didepan kami.

"Kamu ini! Biar gimana pun, dia tetep sahabat kamu, Ri. Sahabat kita,"

"Iya, sahabat kita, Lis," ujar Ria. "Aku mau kasih tau sama kamu, Lis. Selama kamu di Palembang, ga ada hari dimana aku sama Gia ga debat. Setiap hari bakal ada aja yang kami ributin," jujur Ria.

"Kalian emang kayak gitu. Kalo udah berdua kayak Tom and Jerry. Ribut mulu, ga ada berhentinya,"

"Masa sih?"

"Iyalah. Gini ya Ri, kalo ga ada perdebatan dalam suatu hubungan, hubungan itu akan monoton, biasa aja, bakal garing segaring-garingnya. Dan ujung-ujungnya bakal renggang, dan itu ga baik buat orang yang ngejalaninnya. Termasuk hubungan yang kita jalanin ini, hubungan persahabatan kita,"

Ikhwan Dalam MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang