"Gue sama sekali gak nyesel, kecelakaan dia itu bukan salah gue. Gue akui, sedikit sepi sih, ga ada dia."
"Jadi, rencana kita gimana?" tanya Nigel.
Pada malam ini, mereka berdua duduk santai sambil mendiskusikan rencana mereka di sebuah klub yang seperti biasa mereka tempati.
"Tetap sesuai rencana, bedanya hanya tanpa Dasha," balas Gara.
Hening, tak ada pembicaraan cukup lama.
"Sampe sekarang gue masih bingung. Sebenci itu lo sama Saga, cuma karena lo gak suka dia deket sama adek lo?" Gara tak habis pikir.
"Gue gak harus jawab itu," Nigel menjawab.
"Kalo gue yang deketin adek lo, apa lo bakal benci sama gue?"
"Saga atau bukan, gue gak akan biarin siapapun cowok yang berhasil dapetin adek gue bisa hidup tenang. Dan kalo itu lo, gak bisa diragukan lagi sasaran gue adalah lo, untuk gue bunuh, sama seperti Saga."
Gara sedikit merinding mendengarnya. Ia yakin jika Nigel tidak main-main dengan ucapannya. Sekarang ia tahu orang seperti apa Nigel yang sebenarnya. Jika ia licik dan jahat, maka Nigel lebih licik, dan lebih jahat dari dirinya. Hanya saja Nigel lebih dingin dan tidak banyak bicara sepertinya.
"Gitu amat. Tanpa alasan yang jelas, posesif lo berlebihan banget sama Adek lo."
Nigel tak menjawabnya. Tak ada yang boleh tahu tentang perasaan yang sebenarnya kepada Adik kandungnya sendiri. Jika dunia tak merestui adanya hubungan cinta di antara keduanya, maka ia bersedia melawan takdir Tuhan untuk mendapatkannya.
Dering ponsel Gara berdering, ia langsung menerima panggilan dari Elena itu. "Iya, Ma?"
"Pulang sekarang!" Panggilan diputus oleh Mamanya.
"Gue harus pulang." Gara bangkit dari duduknya, menepuk pundak Nigel pelan sebelum meninggalkan temannya itu.
Gara mengendarai mobilnya dengan cepat menuju rumahnya. Sesingkat apapun panggilan dari Mamanya, ia harus segera menemuinya dengan cepat. Karena jika tidak, Mamanya itu tak akan segan-segan melakukan kekerasan padanya jika ia lelet sedetikpun.
"Mama, Gara pulang," teriak Gara begitu tiba di rumahnya. Seperti yang diketahuinya, belakangan ini Papanya jarang pulang jika malam karena sibuk lembur di kantor.
"Ma ...?"
Karena tak kunjung mendapat sahutan, Gara pun memutuskan untuk ke kamarnya saja. Ia menaiki tangga dengan santai. Saat tiba di depan kamarnya, ia membuka pintu dan terkejut saat melihat Mamanya di sana, duduk di atas ranjangnya yang berantakan dengan banyak foto-foto seorang perempuan yang telah lama ia simpan di lemari pakaiannya.
Mati gue, rutuk Gara.
Apa yang akan terjadi selanjutnya, sudah dapat ditebak.
Gara menutup pintunya perlahan.
"Apa ini?" tanya Elena dengan nada dingin.
"Errr, itu ...."
"APA INI GARA?!" bentak Elena seraya berdiri.
Gara membisu. Karena ia tahu, diam salah, dan menjawab semakin salah. Apapun itu, ia tak mau membuatnya semakin salah.
"Mama sudah bilang, jangan dekati perempuan sebelum kamu dapatin apa yang Mama perintahkan! Fokus pada tujuan kita, Gara!"
"Buat apa kamu dekati perempuan? Emang punya apa kamu? Perempuan itu seperti rayap, Gara. Mereka memoroti kamu, mengikis, terus mengikis, dan mengikis hingga membuat kamu rapuh. Perempuan juga seperti ular, mereka licik."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M DIRTY GIRL
Romance"Kau bilang kau suka angin, tapi kau menutup jendela saat ia datang. Kau bilang kau suka hujan, tapi kau menggunakan payung saat berjalan di bawahnya. Kau bilang kau suka matahari, tapi kau berteduh saat panasnya menyentuhmu. Itulah mengapa, aku tak...