"Thanks, and sorry, tadi gue ke bawa emosi."
"Santai aja. Gue ngerti kok."
Setelah mengantar Hetta pulang, Saga langsung kembali mendatangi rumah William. Beruntung William sedang cuti dari profesinya, sehingga masih ada waktu bagi Saga untuk meminta maaf. Saga merasa bersalah setelah memaki William padahal jelas-jelas Wiliam lah yang telah menolong Hetta.
Gue tau, Ga. Lo itu cinta sama Hetta, batin William dalam benaknya. Ia tak merasa tenang.
"Gue cuma mau ngomong itu aja. Sekarang, gue mau cabut," Saga berujar dengan sedikit canggung.
"Gak masuk dulu? Duduk, mungkin?" William menawarkan.
Saga menggeleng. "Makasih." Ia membalikkan badannya.
Baru selangkah Saga beranjak dari tempatnya, William memanggil. Saga menoleh dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Lo masih benci sama gue?" tanya William blak-blakan.
Saga membalikkan badan sepenuhnya menghadap arah William. "Sangat gak berperikemanusiaan banget, kalo sampe gue benci sama orang yang suka sama gue."
William tersenyum, merasa sangat lega karena Saga sudah tidak membencinya. "Artinya, kita bisa temenan?" tanya William penuh harap.
"Enggak, Liam. Kita gak bisa," Saga berkata seraya berusaha memasang senyum hangat, lalu ia kembali berbalik dan benar-benar meninggalkan kediaman William. Ia mengatakan demikian karena ia tak mau William semakin menaruh harapan padanya. Padahal yang jelas-jelas Saga sama sekali tak mau memberi William harapan sedikitpun.
William hanya tersenyum pahit, namun dalam lubuk hatinya ia merasa sedikit senang karena Saga kembali berbicara dengan nada lembut padanya dan memanggilnya dengan nama belakangnya setelah sekian lama.
Mulanya, William adalah teman dekat Saga, namun tidak sedekat Gavin. Tetapi Saga sangat mempercayai William sama seperti ia mempercayai Gavin. William adalah dokter muda dan sukses, yang menjadi dokter keluarganya. Saga selalu menceritakan masalahnya pada William, bahkan Saga tak ragu menceritakan masalah keluarganya juga. Karena Saga tahu, William bukan orang sembarangan dan ia yakin bisa menaruh percaya padanya. Dan kenyataannya, William memang dapat dipercaya. Hingga semakin sering ia bercerita kepada William, William mulai berubah. Perilaku serta gelagatnya sangat mencurigakan. Sampai William mengakui perasaannya kepada Saga. Ya, William jatuh cinta kepada Saga. Dan Saga, ia benar-benar tidak menyangka, lalu ia memilih menjauh agar William tak berharap semakin jauh padanya karena ia adalah laki-laki normal. Sejak pengungkapan William itu, mereka tak lagi berbicara ataupun menyapa. Saga lah yang memulai perang dingin itu. Walau sejujurnya ia tak tega berlaku demikian kepada William. William adalah orang yang sangat baik. Namun, menjauh darinya adalah pilihan yang tepat. Karena semakin William dekat dengannya, maka semakin besar harapan William kepada dirinya. Dan jika akhirnya semua harapan itu tak sesuai kenyataan, yang didapatkan hanyalah rasa sakit. Siapa yang akan merasa sakit? Tentu saja William. Saga tak mau menyakiti William dengan terus berada di dekatnya. Itulah alasan dia menjauh. Apalagi untuk menjadi teman, rasanya ia tak tega. Karena ia tahu, hal itu akan semakin membuat William sakit pada akhirnya.
Biarlah terus seperti ini. Biarlah jarak menengahi keduanya. Tidak ada perang dingin lagi. Walau hawa dingin masih ada, namun bukan berarti itu perang.
*****
Sebuah bantal dengan sangat keras mendarat tepat di wajah Drean.
"Akhhh," Drean menjerit, bukan karena sakitnya yang tak seberapa, melainkan karena kaget saking kerasnya.
"TIDUR TEROS ...!" Karla mengomel, "Udah siang, masih aja molor. Makanya, jangan begadang! Mau jadi apa kamu, Drean?! Masa kalah sama ayam yang bangunnya lebih pagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M DIRTY GIRL
Romance"Kau bilang kau suka angin, tapi kau menutup jendela saat ia datang. Kau bilang kau suka hujan, tapi kau menggunakan payung saat berjalan di bawahnya. Kau bilang kau suka matahari, tapi kau berteduh saat panasnya menyentuhmu. Itulah mengapa, aku tak...