Awan mendung di langit kelabu seolah ikut berduka mengantar kepergian seorang pemuda tampan yang berbaring di balik peti tertutup dari dunia ini untuk selama-lamanya. Foto yang terpampang besar menampilkan wajah seseorang dengan senyum mempesona yang tampak dipaksakan. Orang-orang di balik pakaian hitam mereka tampak datar dengan perasaan duka.
Nigel telah pergi.
Nigel telah meninggalkan dunia untuk selamanya.
Tak ada lagi alasan untuk Hetta membencinya. Walau begitu, semuanya terasa terlambat.
Tidak, tidak ada yang terlambat selagi masih ada kesempatan. Tetapi, kesempatan itu telah pergi bersama sosoknya.
Dan level rasa sedih paling tinggi adalah di saat kita tak lagi menangisi seseorang karena telah terlalu lelah untuk berpura-pura ikhlas.
8 jam yang lalu ....
"Ini salah gue ...."
"Enggak." Saga menggeleng. "Gak ada yang salah, hanya saja dunia sedang mempermainkan kita."
Hetta menggeleng lemah. "Coba aja, dari awal kita gak pernah deket. Pasti semua orang damai."
Saga kecewa mendengarnya. Namun, Hetta cepat-cepat mengklarifikasi.
"Bukannya aku nyesel deket sama kamu, Saga. Justru aku harap kita tetep deket kedepannya, cuma aku ngerasa kalau aku adalah penyebab dari semua kekacauan parah ini."
"Cukup, Hetta. Berhenti merasa bersalah. Kita manusia dan memang kita tempatnya salah, tapi dengan terus menyalahkan diri sendiri tidak akan membuat semuanya membaik." Saga menatap dalam kedua mata sembab Hetta. "Kita berdoa aja, semoga Tuhan memberi jalan keluar yang baik untuk semua perkara yang terjadi." Lalu Saga memberi pelukan sehangat mentari pagi kepada Hetta, awannya yang kini mendung.
Derap langkah beberapa kaki mendekat. Hal itu menarik perhatian semua orang, termasuk Gara yang sedari tadi mematung di depan pintu ruang operasi di mana Nigel sedang berjuang di dalamnya. Perlahan Saga merenggangkan dekapannya.
"Kami dari kepolisian, adakah di antara kalian yang ingin bersaksi atas kejadian ini?" ucap salah satu dari ketiga polisi itu.
Saga berdiri menghadap ketiga polisi itu.
"Kami menemukan sebuah pisau di TKP. Berdasarkan rekaman CCTV, sepertinya ada satu korban dari kasus ini. Siapakah yang bersedia ikut ke kantor polisi untuk menjadi saksi?"
Gara hanya diam menyimak, enggan untuk mengakui perbuatannya.
"Bawa dia aja, Pak." Maksud Saga adalah Gara. "Dia lebih tau tentang kasus ini."
Dari kejauhan, kedua orang tua Hetta berlarian mendekat.
"Apa yang terjadi?" ucap Nhika panik begitu tiba di samping Hetta.
"Ada apa ini, Saga?" Wilson bertanya pada Saga.
Ketiga polisi itu undur diri bersama Gara yang dengan pasrah ikut di bawa. Saat Gara tepat melewati Saga, ia membisikkan sesuatu di telinga Saga yang membuat Saga menghembuskan nafas beratnya.
"Saga, ada apa ini?" Nhika mengulang.
Saga menyisir rambutnya ke belakang menggunakan tangannya. Sedikit bingung ingin menceritakan semuanya dari mana. Sedangkan Hetta, air matanya mulai lagi. Menangis tanpa aba-aba.
"Om, duduk dulu. Tante, tenang ya." Saga berniat mencairkan suasana yang tegang. Saga paham betul jika Hetta tak akan mampu menceritakan semuanya. Jadi, ia yang akan melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M DIRTY GIRL
Romance"Kau bilang kau suka angin, tapi kau menutup jendela saat ia datang. Kau bilang kau suka hujan, tapi kau menggunakan payung saat berjalan di bawahnya. Kau bilang kau suka matahari, tapi kau berteduh saat panasnya menyentuhmu. Itulah mengapa, aku tak...