Waktu bergulir dengan cepat begitu tak disadari, namun akan terasa lama ketika ditunggu.
Semakin dekat menuju kelulusan, Hetta mulai mempersiapkan diri menyambut ujian nasional. Ia kembali memfokuskan dirinya untuk belajar. Ia juga berusaha memfokuskan pikirannya hanya pada pelajaran.
Kini, Hetta berada di kamarnya sedang mengerjakan PR. Merangkum materi dari buku paket untuk disalin ke buku tulisnya. Sesekali ia browsing di internet apabila tidak menemukan jawabannya di buku paket.
"Hettaaa, ayo turun! Waktunya makan malam ...." teriak Nhika dari bawah membuat Hetta menghentikan aktivitas belajarnya.
Hetta segera turun dari kamarnya. Melangkahkan kakinya menuju dapur.
*****
"Papa harap kamu mau mempertimbangkan perkataan Papa sekali lagi."
"Saga butuh waktu."
"Papa tidak mau mendengar alasan itu lagi!"
"Terus, Papa mau apa? Sebentar lagi Saga udah UN. Papa mau Saga berhenti sekarang juga? Tanggung, Pah."
"Papa tau. Karena itu Papa mengajakmu bicara."
Saga diam mendengarkan Papanya berbicara.
"Papa berubah pikiran. Papa akan beri kamu kesempatan untuk kuliah."
Saga menatap Papanya tak percaya. Bukankah dulu papanya sering memaksanya untuk berhenti sekolah dan tak akan menguliahkan Saga supaya Saga bisa membantu mengurus perusahaan.
"Ambil jurusan Ekonomi, atau kalo kamu gak mau gak usah kuliah sekalian."
Ekonomi? Itu bukan jurusan yang Saga inginkan. "Saga gak mau."
"Gak mau kuliah? Oke, gak masalah."
Saga menggeleng pada Papanya. "Saga mau kuliah dengan jurusan pilihan Saga sendiri."
"Apa kamu akan selalu menentang Papa setiap ada kesempatan?!" Valan mulai emosi. Sesekali ia terbatuk-batuk sambil memegangi dadanya seperti sedang kesakitan.
Saga menundukkan wajahnya. Ia hanya diam, mencoba meredam emosinya dalam-dalam.
"Selain jurusan Ekonomi, Papa gak akan ijinin kamu kuliah."
Saga masih terdiam. Bingung memikirkan apa yang harus ia pilih. Hingga akhirnya ia menyerah, terpaksa menuruti keinginan Papanya.
Saga semakin menundukkan kepalanya lemah.
"Gimana dengan Gara?" Saga bertanya seraya menatap mata Papanya di balik kacamata.
"Terserah dia mau ambil jurusan apa. Papa hanya ingin kamu menuruti keinginan Papa." Valan memegangi dadanya lagi seakan menahan sakit yang amat sakit.
Saga memperhatikan Papanya yang sepertinya sedang tidak sehat. Menatap kacamata Papanya yang semakin tebal. Kondisi Papanya sedang tak sehat, namun itu tidak mengurangi keangkuhan Papanya.
"Satu lagi. Jangan lakukan balapan lagi, Saga!" ucap Valan sebelum meninggalkan Saga yang mematung.
Hubungan Saga dengan Papanya tidak pernah membaik, bahkan setelah 8 tahun berlalu. Ia masih memiliki amarah kepada Papanya. Ia tidak mau bergantung kepada Papanya. Bahkan ia selalu di-transfer uang setiap bulan oleh Papanya, tetapi ia sama sekali tidak mau menggunakan uang Papanya sepeser pun. Jika melihat jumlah saldo rekeningnya sekarang, ia pasti sudah mampu membeli lima rumah mewah sekaligus. Namun ia sama sekali tak butuh uang Papanya. Saga tak peduli jika itu terdengar angkuh, Saga sudah terlanjur membenci Papanya. Lebih baik ia menerima uang dari pihak keluarga mendiang Ibunya. Walau mereka tak ada bedanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M DIRTY GIRL
Romance"Kau bilang kau suka angin, tapi kau menutup jendela saat ia datang. Kau bilang kau suka hujan, tapi kau menggunakan payung saat berjalan di bawahnya. Kau bilang kau suka matahari, tapi kau berteduh saat panasnya menyentuhmu. Itulah mengapa, aku tak...