Hetta melingkarkan lengannya di sekeliling tubuhnya dan menatap dengan pandangan kosong ke luar kaca mobil.
"lo gampang banget ya, buat pengakuan kalo gue itu pacar lo," Hetta bergumam.
"Gampang banget. Gak sesulit ngedapetin elo." Saga nyengir dan mengedipkan mata, tanpa sadar membuat Hetta memerah.
Hetta menelan ludah, berdoa agar mukanya tidak memerah.
"Bercanda, Ta," Saga menambahkan saat Hetta tidak meresponnya.
Hetta merona. "Serius juga gapapa."
Saga meliriknya, sebelum matanya tertuju kembali pada jalanan di depan. "Jangan serius-serius, nanti kecewa," kata Saga.
"Ya udah, gak jadi gue seriusin."
"Eh, jangan gitu dong. lo beneran serius, Ta? Kalo lo serius gue bisa lebih serius," kata Saga dan suaranya sedih.
"Jangan serius-serius, nanti kecewa."
"Itu mah, kata-kata gue."
Hetta tertawa kemudian.
Saga menatapnya sekilas.
"Gue kira lo beneran serius, Ta."
"Eh, kita mau ke mana?" Hetta berusaha mengalihkan percakapan. Ia melihat jalanan ini bukanlah ke arah rumahnya.
"Sorry, gue lupa bilang. Kita ke rumah sakit."
"Siapa yang sakit?" Hetta bertanya dengan serius.
"Bokap gue."
Akhirnya mereka berhenti di parkiran gedung rumah sakit. Saga keluar dari mobil dan berjalan dengan anggun mengitari mobil, ia membukakan pintu untuk Hetta.
Hetta mengambil uluran tangan Saga dan mengikutinya.
Mereka berdua jalan bersama, Saga berjalan di depan dan hetta di belakangnya. Hingga tiba, Saga berhenti di ruang VIP. Ia membuka pintunya. Saga melihat Papanya tertidur di ranjang rumah sakit yang nyaman. Ia kemudian menoleh kepada Hetta yang diam di belakangnya.
Hetta dengan ragu melangkah masuk.
Saga mengambil kursi untuk Hetta. Ia meletakkannya di sebelah pembaringan Papanya.
"Gue mau ke depan sebentar. Lo gapapa gue tinggal?"
Hetta mengangguk kecil sebagai jawaban.
Saga keluar dari ruangan. Ia berjalan menuju resepsionis untuk mencari tahu lebih detail penyakit dan obat apa saja yang sudah diberikan dokter kepada Papanya. Ia hanya ingin memastikan sesuatu.
Hetta menatap sekelilingnya. Mengalihkan perhatiannya yang bosan. Ia bingung harus melakukan apa. Ia hanya bisa duduk dengan diam menunggu Saga.
"Uhuk, uhuk," Valan terbatuk dalam tidurnya.
Hetta menatapnya dengan takut. Ia tak kenal dengan Papa Saga, dan ia takut jika saja ia akan diusir ke luar.
"Kamu, siapa?" Valan bertanya kepada Hetta begitu membuka matanya.
Hetta gelapan sejenak, lalu berdiri dengan gugup.
"Hetta, Om. Temennya Saga."
"Duduk aja, gapapa." Valan tersenyum hangat membuat Hetta tersenyum dan duduk dengan kaku.
"Err, gimana keadaan, Om? Ada yang sakit?" tanya Hetta basa-basi.
Valan terbatuk sebelum menggeleng.
Pintu terbuka, menampilkan wanita paruh baya dengan anak remajanya. Hetta menoleh dan mengenali anak itu.
"Runa," sapa Hetta.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M DIRTY GIRL
Romance"Kau bilang kau suka angin, tapi kau menutup jendela saat ia datang. Kau bilang kau suka hujan, tapi kau menggunakan payung saat berjalan di bawahnya. Kau bilang kau suka matahari, tapi kau berteduh saat panasnya menyentuhmu. Itulah mengapa, aku tak...