Seorang laki-laki muda baru saja memberhentikan lajunya yang sangat cepat tiba di garis finish, dan keluar dari mobil yang langsung mendapat sorakan dari banyak orang.
"Whooooa ...! Juara lagi The King of the Race kita." Suara orang-orang banyak terdengar bersahutan saat Saga kembali memenangkan balapan.
Suasana sangat ramai oleh pembalap lain dan penonton. Saga sangat menikmati kemenangannya, selalu. Hingga seorang perempuan muda berjalan mendekati Saga dan memeluknya singkat.
"Abang Sayang, emang selalu nomor satu," ucap Sheril. Ya, perempuan itu adalah Sheril.
Malam ini tak ada Gavin bersamanya, temannya itu tak aktif saat dihubungi, dan juga saat Saga datang Gavin tak ada di apartemennya. Tak biasanya temannya itu menghilang, Saga berpikir mungkin Gavin sedang di rumah orangtuanya.
"Harus," ucap Saga setelah melepas seputung rokok yang bertengger di bibirnya dengan tawa kecil. Kemudian matanya tak sengaja melihat Hetta. Perempuan itu berdiri sedikit jauh dari tempatnya dengan menyilangkan tangan di dadanya sambil memperhatikan Saga.
Sial, umpat Saga. Hal buruk pasti akan terjadi sebentar lagi. Bertengkar tentunya, bertengkar dengan Hetta adalah hal buruk baginya.
Saga berjalan menembus kerumunan menghampiri Hetta. Mengabaikan Sheril dan ramainya balapan yang sebentar lagi akan dimulai oleh pembalap lain.
"Hetta, kamu sama siapa ke sini?" Saga menarik Hetta agar sedikit menjauh dari arena.
Hetta merasa sedih. Seberapa dalam penderitaan Saga selama ini. Seberapa banyaknya masalah yang Saga hadapi sendirian dengan minuman keras dan rokok. Apa yang dilihat di hadapannya adalah sesosok laki-laki rusak. Hetta melihat benda kecil menyala di tangan Saga, lalu ia merampasnya dan menginjak sebuah rokok itu untuk mematikannya dengan kakinya. Saga hanya menelan ludahnya kasar.
"Sama Drean," balas Hetta, "Kenapa, kamu gak suka?"
Mata Saga melihat sebuah mobil yang tampaknya milik Drean. "Kamu kok ngomong gitu? Kamu ngapain di sini?"
"Memastikan kegiatan malam kamu. Jadi bener dugaanku," jawab Hetta santai seraya menoleh sekejap ke arah kegiatan ramai di belakangnya.
"Ya, dugaan kamu bener. Terus kamu mau apa?" Saga bertanya.
"Aku baru aja ... kehilangan sahabat aku untuk selamanya," bisik Hetta, suaranya serak karena air mata yang tertahan dan benjolan besar di tenggorokannya.
"Aku khawatir sama kamu." Hetta membeku, tak mampu atau tak sanggup mengucapkan rasa takutnya dengan jelas. "Aku gak suka kamu begini. Ini bahaya, kenapa kamu seperti ini? Aku minta, kamu berhenti sekarang juga. Kamu gak mikir betapa beresikonya ikutan balapan? Aku gak suka, Saga! Kamu ngerti maksud aku gak, sih? Dasha aja ... dia gak balapan, tapi dia bisa, dia bisa ...." kata-kata Hetta langsung menyembur keluar, suaranya awalnya tabah, tetapi pecah pada terakhirnya itu.
"Apa yang terjadi pada Dasha adalah bagian dari takdir Tuhan, bukan soal balapan atau tidak," kata Saga dan matanya melebar.
Hetta menelan ludah untuk menjaga suara tangisannya. "Please ... stop," ucap Hetta sambil menangis.
"Aku gak bisa berhenti. Kalaupun aku harus, itu harus dari kemauan aku sendiri, bukan orang lain," jujur Saga, emosi dalam suaranya membuat air mata Hetta jatuh.
Perintah Papanya saja Saga tolak mentah-mentah, lalu apa alasan Saga akan menuruti permintaan Hetta yang bukan siapa-siapanya?
"Apa yang ada di pikiran kamu?" suara Hetta pecah. Saat ini Hetta sangat mudah menangis, mungkin karena kesedihan yang dirasakannya sepanjang hari ini, mengenai Dasha, sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M DIRTY GIRL
Romance"Kau bilang kau suka angin, tapi kau menutup jendela saat ia datang. Kau bilang kau suka hujan, tapi kau menggunakan payung saat berjalan di bawahnya. Kau bilang kau suka matahari, tapi kau berteduh saat panasnya menyentuhmu. Itulah mengapa, aku tak...