[34] Kedamaian

50 2 0
                                    

Ify memasuki gerbang sekolah dengan langkah sedikit gontai. Dia masih merasa sepi. Di pikirannya terlintas harapan agar Alvan mengagetkannya. Tingkah Alvan yang terkadang membuat kesal lebih baik daripada dia tidak ada di hadapannya. Sungguh, dia rela dijahili Alvan setiap hari dan dia tidak akan memarahinya. Dia rela menemani Alvan kemana saja dan dia tidak akan mengeluh.

Langkah Ify yang semula lesu berubah beringas dengan napas yang memburu. Dia berjalan tanpa memperhatikan sekitar. Beberapa orang menjadi sasaran tabrakannya dan dia tidak peduli.

“Zenia! Zen!” panggil Ify dengan berteriak begitu sampai di kelas.

“Zenia di mana lo?” Teman-temannya menatap kesal.

“Zenia tadi keluar. Lo kenapa sih?”

Tak menggubris pertanyaan teman-temannya, Ify bergegas meninggalkan kelas.

“Rio! Belva!”

Kini dia beralih di kelas IPA 2. Anak-anak di sana menatap bingung.

“Mereka nggak ada. Gue liat tadi kesana,” sahut salah satu siswa IPA 2 sambil menunjuk ke suatu arah.

“Jadi Ify udah tahu?” tanya Belva memastikan.

“Iyaa. Jujur gue kemarin sedikit keceplosan ngasih tahu kalo Alvan di rumah sakit. Tapi gue juga udah capek harus bersandiwara di depan Ify. Ya gue dulu emang suka sama Alvan tapi Ify itu sahabat gue Yo, Va. Dan setelah apa yang dilakuin Alvan buat Ify, gue sadar kalo emang sebenernya mereka tu bisa bersama. Tapi gengsinya Ify yang bikin gue sebel. Dia bohongin dirinya sendiri dengan seolah sudah terikat sama Kak Aksa. Padahal hatinya milih Alvan,” ujar Zenia panjang lebar.

“Dan Alvan mungkin nggak bakal di rumah sakit sekarang kalo kalian nggak sembunyiin apapun dari gue!” sungut Ify. Rio, Belva, dan Zenia terkejut dengan kehadiran Ify yang tiba-tiba.

“Fy, kok lo di sini?” Rio bertanya walaupun tidak bisa mengubah apapun.

“Kenapa? Apa lagi yang mau kalian sembunyiin dari gue? Mau sampe kapan? Sampe Alvan mati?” Tangis Ify pecah.

“Ify!” Tangan Zenia hampir saja mendarat di pipi Ify tetapi tertahan.

“Kenapa berhenti? Tampar gue Zen! Gue emang orang paling bodoh yang bisa-bisanya dibohongin sama semua orang. Sampe gimana kondisi orang yang gue cinta aja nggak tahu. Gue emang nggak berguna!” cerocos Ify frustrasi.

Zenia mendekat berniat menenangkan Ify.

“Jangan deketin gue!”

“Fy, gue minta maaf!”

Zenia kembali mendekat.

“Gue bilang jangan deketin gue!” Ify mendorong tubuh Zenia berulang kali.

“Fy, dengerin kita dulu ya,” Belva mencoba menjelaskan.

“Sebenernya kita nggak mau kayak gini Fy, tapi—”

“Stop! Stop! Gue nggak mau percaya sama kata apapun yang keluar dari mulut kalian!” Matanya memerah antara efek menangis dan sulutan amarah.

“Fy,” Rio mendekat.

Brukkk

IFY!

***

Semilir angin mengibaskan rambut seorang gadis yang tengah bersantai di padang rumput nan hijau. Dress putih selutut tampak melekat manis di tubuhnya. Senyumnya merekah karena dia begitu merasakan kedamaian. Sudah lama dia tidak merasakan ketenangan dalam hatinya. Kehidupan memang selalu penuh kejutan dan sekarang mungkin dia akan menjalani babak yang baru.

Beberapa kali dia menelisik sekitarnya, tampak mengharapkan kehadiran sesuatu. Mimik wajahnya perlahan berubah gusar.

“Maaf lama menunggu,” ucap seorang laki-laki yang sama-sama memakai setelan pakaian berwarna putih.

Gadis itu segera berbalik. Tanpa aba-aba, dia memeluk lelaki itu erat. Seseorang yang dipeluk pun membalas dengan tersenyum hangat.

“Kamu kemana aja? Jangan tinggalin aku,” pinta gadis itu masih dalam pelukan lelakinya.

Sang pria merenggangkan pelukannya dan menangkup wajah gadis imut di hadapannya.

“Aku nggak akan pergi. Aku akan jagain kamu di sini,” ucap pria itu menenangkan. Kemudian, dia menggenggam erat tangan sang gadis.

Namun, ucapan pria itu sepertinya memang hanya bualan. Dia melepas genggamannya, berbalik, lalu melangkah pergi.

“Kamu memang tidak pernah bisa menepati janji! Buktinya sekarang kamu malah pergi!” tukas sang gadis dengan air mata yang berderai. Sang lelaki berhenti kemudian menengok gadisnya. Dia menunjukkan senyum paling manis lalu melangkah menjauh.

***

“Halo,”

Ify mengerjabkan matanya beberapa kali. Dia mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Dia segera mengenali tempat di mana dia berbaring sekarang. Sayup-sayup dia mendengar seseorang sedang mengobrol melalui telepon. Suara yang dikenalnya—Zenia.

“Ini masih di sekolah. Kenapa?”

“…”

“Apa!? Lo jangan bercanda ya Kak!” geram Zenia.

“Oke oke, kita kesana sekarang!” Zenia menutup telponnya lalu kembali ke tempat tidur UKS yang tadi ditempati Ify. Dia terkejut melihat Ify yang sudah terbangun.

“Fy,” panggil Zenia terlihat panik. Entah mengapa Ify merasakan desir yang aneh dalam dadanya.

“Alvan—” Zenia tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Ify tidak mau mendesak Zenia tetapi air matanya yang semakin menumpuk seolah bertanya ada apa.


♡´・ᴗ・'♡
fila_da

Holaaa... Maapkan si author ghosting :)))
Btw Alvan kenapa lagi coba???
See u next chap ;)

ALKASA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang