Beberapa hari kemudian, Ify diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Dia senang karena Aksa sudah tidak salah paham lagi. Namun, di sisi lain dia merasa sedih dan kecewa. Alvan sama sekali tak pernah menemuinya. Padahal teman-teman Aksa, Zenia, Kevin, bahkan Bela sempat menjenguknya. Jangankan bertatap muka, mengirim pesan atau telepon saja tidak. Ketika Ify bertanya kepada Aksa dan Kevin, mereka juga terlihat kaget. Padahal Kevin sempat bertemu Alvan waktu itu. Kalau tidak untuk menemui Ify, lalu apa yang dilakukan Alvan di rumah sakit?
Selama tidak berkabar dengan Alvan, Ify mengira laki-laki yang selalu ada untuknya itu tengah sibuk bimbingan olimpiade. Mungkin saja dia pulang saat hari sudah gelap sehingga tidak bisa berkabar. Namun, ternyata tidak juga. Ify sudah bertanya pada Bu Dewa dan beliau berkata minggu ini bimbingan hanya dilakukan secara online. Oleh karena itulah, hari ini dia akan meminta penjelasan dari Alvan.
Ya, pagi ini Ify sudah bersiap ke sekolah. Dia turun tangga dan terkejut melihat seorang laki-laki sudah duduk manis dengan mamanya di meja makan.
“Eh itu Ify. Sini sayang!” ucap Rere melihat Ify yang sudah keluar kamar.
“Loh, Kak Aksa udah di sini aja,” sahut Ify heran dengan tersenyum.
“Iya dong! Biar nak kecil nggak telat ke sekolah,” balas Aksa.
Setelah sarapan, mereka berdua pamit kepada Rere. Kemudian, mereka berangkat ke sekolah Ify.
“Makasih ya, Kak,” ucap Ify sambil melepas helmnya di depan gerbang sekolah.
“Iya, tapi nanti Kak Aksa nggak bisa jemput. Ada kegiatan di kampus.” Ify mengangguk.
“Ya udah, Kak Aksa pergi dulu. Belajar yang pinter ya nak kecil,” pamit Aksa sambil mengacak rambut Ify pelan. Ify mencebik pelan dan Aksa melajukan motornya. Seseorang memperhatikan mereka dari sudut lain. Dia memilih bergegas pergi.
“Alvan!”
Terlambat. Seseorang yang dipanggil berbalik.
“Hai Al. kamu kemana aja sih? Jahat banget nggak jengukin aku di rumah sakit! Terus telepon juga nggak diangkat, WA nggak dibales. Kenapa sih?” cerocos Ify.
“Nggak papa,” ucap Alvan singkat lalu melangkah pergi.
“Alvan tunggu!” Ify mengejar Alvan yang tampak tak ingin berlama-lama melihatnya.
“Kamu kenapa sih Al? Sakit? Apa kamu marah sama aku? Karena apa?” Alvan tak menyahut.
“Alvan jawab!” Ify mulai kesal.
“Gue nggak papa dan gue nggak marah,” tegas Alvan. Ify memelengkan kepalanya.
“Gue?”
“Ih Al, kamu kenapa berubah?” tanya Ify karena memang dia merasa Alvan tidak seperti biasanya.
“Nggak ada yang berubah,” jawabnya datar.
“Itu tadi manggilnya lo gue. Terus sikap kamu tu cuek gitu,”
“Alvan!” Panggilan dari Bu Dewa menghentikan Ify yang hendak mengomel lagi. Alvan melihat Ify sekilas lalu mendekat ke arah Bu Dewa.
***
Ify memasuki kelas dengan pikiran penuh tanda tanya. Dia ingin segera meluapkan kegelisahannya pada Zenia tetapi gagal. Zenia belum datang. Ify duduk dan mengembuskan napasnya kasar.
Bel masuk sudah berbunyi dan Zenia memasuki kelas dengan santai.
“Zen, lo kemana aja sih? Gue mau curhat tahu,” sungut Ify.
“Heehehe… iya sorry. Nanti istirahat deh, lo cerita,” ucap Zenia.
Sepanjang 3 jam pelajaran pagi itu, Ify tidak bisa konsentrasi penuh. Pikirannya tertuju pada seorang laki-laki murid IPA 1 yang dingin padanya. Oleh karena itu, begitu bel istirahat berbunyi dia tampak sangat lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKASA✔
Fiksi RemajaSteffy Aliyaza, gadis manis yang sedikit berbeda dari gadis lainnya karena bisa melihat 'mereka'. Sebagian hidupnya yang hancur perlahan terkikis setelah bertemu seorang laki-laki alumni sekolahnya. Mereka bisa begitu dekat dalam waktu singkat. Namu...