[32] Ujung Pengkhianatan

45 2 0
                                    

Ify bergegas memasuki rumah sakit dan menuju bagian administrasi. Setelah itu, dia menyusuri lorong beberapa kali. Kevin mengikuti di belakangnya. Ruang mereka tuju adalah Camelia 3. Ify mempercepat langkahnya membuat orang-orang di sana menatapnya dengan aneh. Hanya satu yang diinginkannya sekarang. Menatap wajah Alvan dan memastikan bahwa dia baik-baik saja.

Jarak lima meter, Ify melihat empat orang yang dikenalnya sedang berbicara dengan dokter. Seorang wanita yang memasang wajah panik itu—mama Alvan. Papa Alvan tengah memegangi bahu istrinya berusaha menenangkan. Dan dua orang lainnya adalah Luna dan Satria. Ify sengaja menghentikan langkahnya untuk mengetahui apa yang akan dikatakan dokter.

“Jadi bagaimana kondisi Alvan sekarang, Dok?” tanya mama Alvan.

“Begini, kinerja hati Alvan semakin menurun. Jika terus dibiarkan dapat memicu kegagalan fungsi hati. Ditambah lagi ada sel-sel tumor yang semakin berkembang. Hal ini karena hati tidak berfungsi dengan normal sehingga memicu infeksi.”

“Apa pukulan kemarin juga pengaruh sama kondisinya sekarang, Dok?” Satria memastikan.

“Iya, pukulan di perut Alvan membuat shock pada organ hatinya yang sedang tidak berfungsi dengan normal,” jelas sang dokter.

“Namun, itu juga bukan faktor utama. Saya sudah wanti-wanti hal ini sejak tiga bulan lalu bahwa hal ini bisa kapan saja terjadi. Tergantung bagaimana respons organ hati Alvan,” sambungnya.

“Terus apa yang bisa kita lakuin sekarang?” tanya Luna.

Treatment yang biasa kita lakukan sudah ditolak oleh tubuh Alvan. Jalan satu-satunya adalah dengan transplantasi hati. Dan itu harus dilakukan secepatnya agar tidak terjadi sesuatu yang fatal.”

Bagai tersambar petir di siang bolong. Ify histeris dan terkulai lemas. Kevin menangkup tubuh Ify yang hampir jatuh ke lantai kemudian memeluknya.

Sudah selama itu Alvan bertahan dengan kondisinya yang tidak selalu baik. Kenapa nggak ada yang ngasih tahu aku? Kenapa semuanya mereka sembunyiin dari aku? Terutama Alvan. Kenapa dia tega bohongin dan mainin aku kayak gini? Apa Alvan nggak mau tahu kalau selama ini aku tersiksa karena dia menjauh? Apa dia tidak mau aku merasa khawatir padanya?

Pertanyaan demi pertanyaan semakin menumpuk di benak Ify, tanpa ada yang bisa menjawabnya sekarang.

Keluarga Alvan yang mengetahui hal itu mendekat. Mama Alvan yang lebih dulu sampai di hadapan Ify.

Plak

Sebuah tamparan mendarat dengan mulus di pipi kanan Ify. Dia terisak.

“Ngapain kamu di sini?” tanya mama Alvan dingin.

“A-aku mau ketemu Alvan, Tante,” jawab Ify memohon.

“Apa peduli kamu? Dia begini gara-gara kamu!” sentak mama Alvan.

“Tante tenang dulu. Kita kan udah sama-sama tahu kondisinya Alvan.” Satria mencoba menenangkan adik papanya itu.

“Tapi Alvan begini karena dia, Sat!” Mama Alvan terus menyalahkan Ify.

“Maaf Tan, kalo kondisi Alvan begini karena pukulan. Itu salah saya Tante, bukan Ify. Dia nggak tahu apa-apa,” sela Kevin tak tahan melihat Ify terus disalahkan.

“Ooh jadi kamu yang pukul Alvan?”

Plak

Kevin merasakan perih dan panas di pipinya.

“Kalian sama aja! Bisanya bikin Alvan menderita!” mama Alvan pergi menjauh.

Ify mencelos mendengar perkataan mama Alvan. Dia bisa memaklumi sikap mama Alvan karena cemas dengan putranya. Namun, dia juga semakin merasa tidak berguna karena tidak mengetahui bagaimana keadaan seseorang yang dicintainya. Ify tak bisa mengelak lagi. Dia mencintai pria yang sedang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit itu. Tangis Ify semakin menjadi. Dia berlari keluar rumah sakit dengan air mata yang terus mengalir. Kevin tak langsung mengejar. Dia berpikir Ify membutuhkan waktu untuk sendiri.

***

Sudah lewat pukul tujuh malam. Rere mulai beringsut karena putri semata wayangnya tidak kunjung pulang. Teleponnya tidak ada yang dijawab oleh Ify. Ify juga sama sekali tidak memberinya kabar. Rere mulai mencari kontak seseorang yang mungkin tengah bersama Ify.

“Halo Vin! Kamu di mana? Lagi sama Ify kan?”

“…”

“Aduh, tolong ya Vin cariin Ify. Tante khawatir,”

“…”

“Iya, makasih ya Vin.”

Kini, Kevin yang mulai gusar. Dia menelpon Ify berulang kali tetapi tidak ada yang digubris oleh sahabatnya itu. Akhirnya, dia memutuskan untuk mencari di beberapa tempat yang mungkin dikunjungi Ify. Nihil. Dia tidak menemukan gadis berparas manis itu. Sesaat kemudian, dia teringat seseorang yang mungkin tahu di mana Ify berada.

“Halo Sa,”

“…”

“Ify belum pulang. Gue udah telpon dan nyari dia ke beberapa tempat tapi nggak ketemu juga. Gue minta tolong lo cari dia. Gue yakin lo tahu apa yang gue nggak tahu,”

“…”

Thanks ya Sa,”

***

Di ujung sana, seorang gadis yang masih berseragam sekolah duduk termenung di tepi telaga. Matanya sembab dan pipinya masih basah oleh air mata. Kenyataan pahit yang diterimanya hari ini sungguh membuatnya tak berdaya.

“Fy,”

Panggilan itu sukses mengejutkannya. Ify menengok ragu.

“Ternyata bener kamu di sini,”

Seorang lelaki dengan poni khasnya berdiri dengan jarak tiga meter darinya. Dia tampak begitu lega menemukan gadis yang sejak tadi membuat orang-orang panik. Ify menyeka air matanya kemudian berlari memeluk laki-laki itu erat. Tangisnya kembali pecah. Laki-laki itu membalas pelukan Ify dengan hangat.

“Kenapa semua orang jahat sama aku Kak? Kenapa mereka nyembunyiin ini semua dari aku? Kenapa?” Ify masih terus terisak. Aksa tak menyahut.

“Apa jangan-jangan Kak Aksa juga udah tahu tentang semua ini?” Ify merenggangkan pelukannya.

“Maaf Fy.” Hanya kata itu yang berhasil diucapkan Aksa.

“Bagus, orang yang aku percaya, semuanya bohong!” Ify melangkah pergi.

“Fy, tunggu!” Aksa menahan tangan Ify. Dia menepis kasar lalu melanjutkan langkahnya.

“Ini semua atas permintaan Alvan!” Langkah Ify terhenti.

“Dia nggak mau kamu tahu biar kamu nggak khawatir sama dia. Dan buat Kak Aksa, sikap kamu ini adalah sebuah jawaban.” Ify berbalik dan menatap Aksa.

“Kamu udah temuin jawabannya kan? Dia adalah sesuatu yang ingin kamu pastikan itu. Semuanya belum terlambat kok. Kamu harus berjuang. Maaf kalau selama ini—” Ify kembali menghambur ke pelukan Aksa.

“Makasih, Kak Aksa udah jadi kakak terhebat. Aku jadi ngerasa punya kakak lagi.” Aksa tersenyum sambil membelai rambut Ify.

“Ya udah sekarang kita pulang ya,” tawar Aksa.

“Aku mau ketemu Alvan, Kak,” pinta Ify. Aksa mengangguk.



♡´・ᴗ・'♡
fila_da

Ternyata lama banget nggak update. Maapkan. Author juga lagi berjuang demi cuan. Yiahhhh curhat. Sekali lagi maaf kalo alurnya ngaco. Amatir parahhh. Yaa semoga masih bisa dinikmati ceritanya. See u next chap ;)

ALKASA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang