[21] Usaha Terakhir

37 2 0
                                    

Krkk… krkk… krkk…

Ify terbangun karena mendengar suara benda dicakar. Dia mempertajam pendengarannya, meskipun masih nyaman di balik selimutnya. Suara itu terdengar di luar kamarnya. Benar saja suara itu berasal dari pintu kamarnya yang dicakar dengan keras. Ify mempertajam ‘penglihatannya’ kali ini. Dia terbelalak saat mengetahui siapa yang melakukan hal ini.

“Mau apa lagi kamu?” tanya Ify pada sosok yang tak terlihat itu.

Hihihiiiiihiihiihihihi…

Tawanya melengking disusul wujudnya yang muncul perlahan.

“Kamu mau apa lagi dari aku, Sahara?” Ify mulai kesal.

Aku cuma mau memastikan bahwa kamu dan dia sudah jauh.

“Apa maksud kamu?” tanya Ify tak mengerti.

Sekarang aku tinggal memastikan bahwa wanita itu tidak mendekati pria yang aku sukai.

“Bicara apa kamu Sahara? Atau jangan-jangan kejadian di villa itu ulah kamu, iya?”

Dasar manusia bodoh! Hihihiihihihihihiihiihi….

“Mau bagaimanapun hantu dan manusia tidak akan pernah bisa bersatu. Jadi berhenti gangguin aku sama Kak Aksa!”

Sahara menghilang. Ternyata Sahara dalang di balik semua ini dan dia masih punya mangsa lain. Wanita itu? Mendekati Aksa? Jangan-jangan…

***

“Fy, tunggu deh. Coba lo mundur dikit,” ucap Alvan pada Ify saat gadis itu akan menyusulnya duduk di kursi kantin ketika jam istirahat.

“Hah? Kenapa sih Al?” Ify terheran.

“Udah mundur aja,” pinta Alvan lagi. Kali ini Ify menurut.

“Cantiknya kelewatan,” lanjut Alvan.

Ify memukul lengan Alvan lalu tertawa lepas. Alvan turut melepas gelak tawa. Dia senang melihat gadis di hadapannya ini tertawa. Untuk menjelaskan bagaimana perasaan Alvan pada Ify, sebenarnya sederhana. Dia menyayangi gadis ini cukup dalam. Sampai ketika dia rapuh karena orang yang dipercaya bisa menjaganya malah tidak mempercayainya, Alvanlah yang merasa bertanggung jawab.

“Eh, tapi gue baru tahu loh Al kalo lo itu sepupuan sama Kak Satria,” ucap Ify sepintas mengingat mengapa Satria menelpon Alvan untuk mengantarnya pulang dari villa.

“Iya, dia itu anak dari kakak mama gue,” terang Alvan yang dibalas anggukan kecil dari Ify.

Seminggu setelah peristiwa di villa, Alvan tak pernah membiarkan Ify merasa sendiri. Walaupun sudah ada Zenia tapi dia ingin menunjukkan bahwa masih banyak orang yang percaya padanya. Bukan karena perasaannya, melainkan Alvan yakin Ify gadis baik-baik. Tidak mungkin dia sampai tega mencelakai orang lain.

“Fy,” panggil Alvan.

“Hem…” Ify melihat Alvan sekilas.

“Aksa belum ngabarin lo ya? Lo nggak mau usaha lagi gitu ngembaliin kepercayaannya dia?” tanya Alvan panjang.

“Kenapa tiba-tiba nanyain itu?”

“Ya harusnya kesalahpahaman itu diselesaiin bukan dibiarin,” ucap Alvan berirama.

“Gue nggak tahu Al. Gue udah coba berbagai cara. Telpon dia, messages dia, sampai ke rumahnya tapi sama sekali nggak digubris. Gue nggak ngerti mesti gimana lagi,” jelas Ify sendu.

Sedetik kemudian Ify teringat sesuatu.

“Tapi Al,” Mereka saling menatap.

“Ada satu yang belum gue kasih tahu ke Kak Aksa,” lanjut Ify.

“Apa?” tanya Alvan penasaran.

“Hari ini lo ada bimbingan nggak?” Ify berubah antusias.

“Nggak ada sih. Kenapa emang?” Alvan semakin penasaran.

“Temenin gue ke rumah Kak Aksa!” ucap Ify sambil memegang tangan Alvan.

Alvan mengernyit tapi akhirnya mengiyakan.

***

Tok tok tok

Ify mengetuk pintu rumah Aksa di temani Alvan.

Ceklek

Pintu dibuka tapi bukan sosok ini yang ingin ditemui Ify.

“Mau ngapain lo?”

“Bel, gue mau jelasin ke Kak Aksa sama lo juga kalo gue nggak dorong lo ke kolam,” jelas Ify menerangkan maksud kedatangannya.

“Terus kalo bukan lo, siapa? Jelas-jelas cuma lo yang ada di sana sama gue dan banyak yang liat lo dorong gue,” tutur Bela tak mau kalah.

“Sahara. Semua ini ulah dia!” balas Ify.

“Nggak usah nyalahin hantu buat nutupin kesalahan kamu!” Aksa tiba-tiba muncul.

“Aku nggak nyalahin. Emang dia pelakunya Kak! Semalem dia datengin aku dan ingin memastikan kalau kita jauh. Aku takut Bela jadi sasaran dia selanjutnya. Kak, please percaya sama aku,” terang Ify.

“Bela maafin kamu kok kalau kamu mau minta maaf ke dia,” sahut Aksa.

“Tapi Kak, aku nggak salah. Bukan aku yang ngelakuin itu.”

“Udah Fy. Kamu udah cukup usaha buat ngeyakinin dia. Kalo dia nggak percaya sama kamu, itu urusan dia. Kita pulang aja,” timbrung Alvan.

“Tunggu Al,”

“Kak, aku nggak tahu lagi gimana cara ngeyakinin Kak Aksa. Mungkin ini usahaku yang terakhir. Aku cuma mau tagih janji Kak Aksa untuk selalu ada dan jagain aku. Karena sekarang Kak Aksa aja nggak percaya sama aku, Kak Aksa boleh kok cabut janji itu. Makasih ya Kak udah pernah janji walau akhirnya mengingkari. Aku pergi dulu,” tutur Ify panjang lebar.

Ify berjalan mendahului Alvan.

“Lo sama Ify itu sama-sama dikasih kelebihan oleh Tuhan. Kalau lo nggak bisa pake mata manusia buat lihat kebenaran, gunain mata ‘mereka’ untuk cari pembuktian,” ucap Alvan pada Aksa lalu menyusul Ify yang sudah keluar dari halaman rumah Aksa.

“Ngapain aja sih lama banget? Ngobrol sama Bela?” sosor Ify.

“Lah kenapa jadi bawa-bawa Bela? Ooh kamu cemburu ya?” goda Alvan.

“Ih enggak lah,”

“Eh, lo manggil gue apa tadi? Kamu?”

“Kenapa emang?”

Btw thanks ya, kamu udah nemenin aku,” ucap Ify dengan menekankan kata ‘kamu’ dan ‘aku’.

“Etss... thanks itu bukan bayaran.” Ify mengernyit.

Weekend ini kita pergi dan kamu nggak boleh nolak,” sambung Alvan.

“Oke, siapa takut?” ucap Ify riang dan mendapat balasan tawa dari Alvan.

Anehnya, penolakan dari Aksa kali ini tidak menghadirkan air mata dari Ify. Apakah dia sudah terbiasa dengan penolakan itu? Atau sebenarnya hati memang tidak bisa berbohong?


♡´・ᴗ・'♡
fila_da

Ehemmm... Vomment mana vomment? Dicari author tuh 😂

ALKASA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang