Bel tanda berakhirnya pelajaran hari itu santer terdengar seantero sekolah tepat pukul 15.30. Semua murid membereskan buku-buku dengan wajah sumringah, termasuk Ify. Dia kembali teringat kejadian di kantin yang sukses membuatnya sedikit mengeluh karena tidak bisa pulang cepat. Mau tidak mau dia harus menuruti Aksa. Mengingat bagaimana Aksa mempertaruhkan nyawa untuknya.
"Lo jadi ketemu Kak Aksa?"
Ify terdiam tampak sedang berpikir sebelum akhirnya sebuah pesan masuk di ponselnya.
Kak Aksa_Mahendra:
Jangan lupa temuin Kak Aksa.
Kak Aksa di perpus sekarang."Gue duluan ya Zen."
Ify menghela napas pelan kemudian berlalu meninggalkan Zenia yang kini terheran.
Memasuki ruang perpustakaan, hawa dingin menyambut Ify. Bukan hawa negatif atau hawa yang tercipta dari 'mereka', melainkan AC yang biasanya berada pada suhu 16 derajat selsius. Ify celingak-celinguk mencari Aksa. Tak heran mengapa Aksa menunggunya di sini. Suasananya begitu nyaman dan dingin. Di samping itu, perpus sekolah buka sampai jam 5 sore guna mengantisipasi adanya siswa SMA Bhinneka yang tak pernah absen menjadi peserta olimpiade. Alhasil, perpus merupakan basecamp ternyaman untuk mereka. Termasuk Aksa yang sedang sibuk dengan tugasnya. Mungkin.
Ify melewati rak-rak buku yang berjajar rapi hingga mendapati Aksa yang tengah duduk bersila menghadap laptopnya di tempat pojok baca yang sepi. Ify segera duduk di hadapan Aksa dan mengamatinya sekilas.
"Ooh jadi aku disuruh kesini cuma buat liatin Kak Aksa sama laptopnya nih?"
Ify memajukan bibirnya dan Aksa tersenyum gemas melihat tingkah Ify.
"Iya dong. Emang mau ngapain lagi?" Aksa terkekeh dan masih sibuk dengan beberapa lembar berkas yang hampir memenuhi meja.
Ify memutar bola matanya dan memasang wajah kesal.
"Kak..."
"Hmm"
"Kak Aksa..."
"Hmm"
Yang empunya nama seolah tak menggubris panggilan perempuan di hadapannya ini.
"Kak Aksa!"
"Apa sayang?"
Ify tergagap. Apa barusan? Aksa memanggilnya sayang? Yang benar saja!
"Eng-gak jadi." Sekarang Ify malah tersipu.
Aksa menghentikan pekerjaannya lalu menatap Ify.
"Kenapa sih? Ada apa?"
"Nggak papa."
Bukan apa-apa. Sudah hampir satu jam Ify hanya menonton Aksa yang sibuk dengan dokumen-dokumen risetnya selama beberapa waktu di mantan sekolahnya ini. Memangnya dia satpam apa sampai harus menunggu mahasiswa yang tengah mengolah data seperti ini? Ify mendengus.
"Sampai kapan kita di sini Kak? Horor tahu," ucap Ify akhirnya.
Aksa terkekeh mendengar pengakuan gadis yang baru beberapa waktu mengisi hidupnya ini. Kalau boleh jujur, Aksa sendiri juga bingung mengapa dia seolah ingin lekat dengan Ify. Semua yang terjadi akhir-akhir ini seperti kebetulan yang disengaja. Entahlah. Aksa bingung menjelaskannya.
"Eum..." Aksa tampak berpikir.
"Oke! Kak Aksa tahu kita mesti kemana," ucap Aksa dengan semangat. Dia kemudian membereskan lembar demi lembar kertas yang berserakan di meja. Tak lupa mencabut charger dan laptopnya yang satu per satu dimasukkan ke dalam tas ransel berwarna army.
Aksa melajukan motornya dengan kecepatan normal ditemani Ify yang duduk manis di belakang. Sore yang cerah dengan langit yang berhiaskan warna oranye keemasan, menandakan sang mentari akan segera menuju peraduannya.
Lima belas menit berlalu, akhirnya Aksa mengarahkan motornya memasuki kawasan hijau yang memanjakan mata. Ify sempat takjub dengan apa yang dilihatnya. Aksa memberhentikan motornya di area yang kini terlihat sebuah danau tidak jauh dari tempatnya berhenti.
Ify turun dari motor Aksa dengan wajah sumringah. Danau yang luas nan asri tepat di hadapannya. Di kelilingi pepohonan yang menyegarkan. Ada sebuah gazebo dan papan kayu yang dirangkai menjorok ke danau sebagai pemanis. Langit senja semakin menambah kesan istimewa.
Ify berlari menuju pinggir danau. Dia menutup mata dan merentangkan kedua tangannya. Membiarkan angin sore mengempas tubuhnya.
"Gimana? Bagus kan tempatnya?"
Senyum Ify mengembang begitu saja.
"Iya. Bagus banget."
Aksa duduk beralaskan rerumputan. Kemudian, Ify memosisikan dirinya di sebelah kanan Aksa. Berhadapan dengan indahnya alam sejauh mata memandang.
"Fy..."
"Yaa?" Ify melihat sekilas ke arah Aksa dan kembali melihat ke depan.
"Kamu tu beneran nggak tahu Kak Aksa ya?"
Ify mengernyitkan dahinya mencoba mencerna pertanyaan Aksa.
"Maksudnya?"
"Kak Aksa kan kakak kelas kamu. Aneh banget nggak kenal kakak kelas sendiri."
"Yaa emang adik kelas mesti kenal kakak kelas satu per satu?"
"Engga juga sih."
"Kak Aksa juga aneh."
"Loh?"
"Ya apa pentingnya nanyain hal gituan? Kan sekarang udah kenal juga."
"Ya kenapa kenalnya baru sekarang? Kenapa nggak dari dulu? Coba kalo kita deket dari dulu, pasti sempet jadi pasangan paling fenomenal seantero SMA Bhinneka," ucap Aksa enteng.
Ify terlonjak.
"Kak Aksa makin aneh." Ify terkekeh sambil geleng-geleng kepala.
"Etss! Inget ya, kita itu sama-sama aneh. Udah punya mata dua, mata kaki dua, eh tambah lagi satu mata."
"Lah. Mata apaan Kak?"
"Mata batin."
Keduanya berbagi gelak tawa dengan semesta di sore yang semakin menggelap itu.
♡´・ᴗ・'♡
fila_daNapa author nya yang deg-degan dah!? wkwk
Ada yang samaan?
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKASA✔
Teen FictionSteffy Aliyaza, gadis manis yang sedikit berbeda dari gadis lainnya karena bisa melihat 'mereka'. Sebagian hidupnya yang hancur perlahan terkikis setelah bertemu seorang laki-laki alumni sekolahnya. Mereka bisa begitu dekat dalam waktu singkat. Namu...