[18] Bercanda

41 3 0
                                    

Ify melangkahkan kakiya memasuki gerbang sekolah. Sudah cukup ramai karena jam sudah menunjukkan pukul 06.39.

“Dor!!!”

Ify berteriak singkat dan spontan memukul seseorang yang tiba-tiba muncul dari samping lalu mengagetkannya. Sang pelaku malah tertawa tak berdosa.

“Alvaaaan!” Ify memasang wajah kesal dan masih memperbaiki deru napasnya.

“Tumben nggak sama kakak tingkat sok keren itu? Kenapa? Putus?” tanya Alvan dan mendapat pukulan kecil dari Ify.

“Kak Aksa udah selesai risetnya. Jadi nggak kesini lagi,” jawab Ify.

“Yesss.” Alvan sudah seperti orang yang mendapat hadiah utama door prize sekarang.

“Lah, kenapa gitu?” Ify sedikit malu dengan tingkah Alvan karena beberapa siswa memperhatikan mereka.

“Berarti gue bisa deketin lo kapan aja,” ucap Alvan percaya diri.

“Emang gue mau dideketin sama lo?”

“Ya siapa yang nggak mau dideketin sama cowok ganteng, pinter, anak olimpiade kayak gue gini?”

“Gue,” jawab Ify jujur, sepertinya.

“Yakin?” Alvan mendekatkan tubuhnya ke arah Ify dan kini jarak wajah di antara mereka tidak ada satu jengkal.

“Iiiih…” Ify mencubit perut bagian samping Alvan dan sukses membuatnya meringis kesakitan. Alvan memegangi bagian perut bekas cubitan Ify.

Ify berjalan mendahului Alvan yang jalannya melambat.

“Kenapa sih lo suka banget gangguin gue?”

Ify terhenyak saat mendapati Alvan tidak ada di sampingnya. Dia menoleh ke belakangan dan sedikit heran melihat Alvan yang tersandar di tembok sambil terus memegangi perutnya.

“Al, lo kenapa? Jangan bercanda!”

Ify meraih tangan kanan Alvan dan berniat memapahnya.

“Ayok, gue bawa lo ke UKS ya?” Jujur, Ify semakin panik.

“Ayok, kita ke pelaminan aja!” Kini Alvan malah tertawa terbahak-bahak.

“ALVAAAAN! Bercanda lo nggak lucu!” Ify memasang wajah marah sekarang. Matanya berkaca-kaca. Dia hampir melangkah pergi, sebelum tangannya dicekal Alvan.

“Iya iya. Maaf,” ucap Alvan masih terkekeh.

“Nggak! Lepasin gue!” Ify menepis tangan Alvan yang masih memegangnya dan melangkah pergi.

“Eh tunggu dong! Iya, maaf. Gue nggak gitu lagi.” Alvan mengejar Ify. Ify mengusap cairan bening yang mengalir di pipinya.

“Lo nangis? Ya ampun Fy, gue bercanda kali!” Alvan terkejut melihat Ify mengusap air matanya.

“Masih banyak bercandaan lain selain lo akting kayak gitu, Al!” ucap Ify masih tak mau menghentikan langkahnya.

Alvan berhenti mengejar. Dia membiarkan Ify meluapkan kekesalannya seorang diri. Sepertinya percuma Alvan meluluhkannya sekarang, Ify tak mau mendengarkannya. Pertanyaan menumpuk di benak Alvan. Mengapa reaksi Ify sampai seperti itu? Apa… Ah, sudahlah.  Dia akan mengurusnya nanti.

Ify memasuki ruang kelas dengan raut wajah yang ditekuk dua belas.

“Woy Fy! Lo kemana aja dah? Udah belajar PPKn belom? Gue yakin sih materi pasal-pasal ntar keluar di ulangan. Susah tahu ngapalinnya,” cerocos Zenia yang tidak mendapat respons apapun dari Ify.

“Eh Fy! Lo abis nangis? Kenapa? Soal Kak Aksa? Lah bukannya weekend ini lo diajak ke villa bareng gue juga? Kok—”

“Bukan Kak Aksa,” potong Ify.

ALKASA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang