Ify melangkahkan kakinya memasuki kelas dengan mantap. Dia meletakkan tasnya lalu mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Sebuah kotak makanan yang sengaja dia persiapkan dari rumah. Dia begitu bersemangat untuk segera memberikan makanan itu pada seseorang.
Ify keluar kelas dan tersentak karena seorang perempuan yang tiba-tiba muncul. Zenia. Ah, Ify sedang tidak mood meladeni yang katanya ‘sahabat’ itu. Dia berlalu meninggalkan Zenia di pintu masuk. Ify berjalan setengah berlari menuju ruangan yang berjarak dua kelas. Dia mengarah pada seseorang yang tengah bersandar pada daun pintu.
“Rio!” sapa Ify riang.
“Eh Ify, makasih loh pagi-pagi udah dibawain makanan.” Rio hendak menyerobot makanan dari tangan Ify.
“Enak aja! Ini bukan buat lo. Alvan ada?”
“Hem… tuh di dalem,” jawab Rio menggunakan dagunya sebagai penunjuk.
Ify memasuki kelas IPA 2 dengan sedikit ragu. Bahkan dia sudah bisa menduga bagaimana sikap Alvan padanya. Ini sudah hari kesekian Alvan menjauh darinya. Namun, Ify tak akan menyerah. Tampak bodoh memang, seorang gadis mengejar laki-laki yang sudah jelas tak mau didekati. Dia hampir tak peduli sampai dia tahu alasan di balik perlakuan itu padanya. Karena mengembalikan Alvan yang peduli dan selalu ada untuknya adalah hal terpenting saat ini.
“Alvan,” panggil Ify seraya tersenyum.
Mendengar seseorang memanggil namanya, Alvan menghentikan kegiatan mengobrol dengan Belva.
“Eh ada Ify antik,” sahut Belva yang dihadiahi lirikan tajam Alvan.
“Mau ngapain lo kesini?” tanya Alvan tanpa melihat ke arah Ify.
“Ini aku bawain makanan kesukaan kamu. Seafood asam pedas,” ucap Ify sambil menyodorkan kotak makanan berwarna biru.
Diluar dugaan Ify, kali ini Alvan tak mengabaikan atau mengusir dengan kata-kata kasar. Dia berdiri dengan senyum yang selalu manis. Alvan mengikis jaraknya dengan Ify yang membuat jantung gadis itu tidak bekerja dengan normal. Ify sedikit goyah saat wajah Alvan hanya berjarak beberapa senti di depannya. Ify memejamkan matanya, tak siap dengan apa yang akan dilakukan Alvan padanya.
“Gue nggak mau terima makanan dari lo,” ucap Alvan berbisik ke telinga Ify dan sukses membuatnya membelalakkan mata.
“Hai Zen!” seru Alvan kemudian berlalu dari hadapan Ify.
Ify mematung tak berkutik. Bahunya naik turun karena napasnya yang memburu. Antara sedih dan amarah begitu cepat menguasainya.
“Fy, kalo Alvan nggak mau terima, buat babang Belva aja,”
Air mata Ify hampir jatuh saat Belva bermaksud menghiburnya. Ify meletakkan kotak makanan itu di depan Belva dengan kasar lalu bergegas keluar.
***
“Lo pulang bareng siapa?” tanya Zenia pada Ify saat mereka bersiap keluar kelas.
“Peduli apa lo sama gue?” Ify menatap ke sembarang arah.
“Ya gue mau mastiin aja kalo lo nggak pulang bareng Alvan. Soalnya gue mau pulang bareng dia,” ucap Zenia tenang.
Ify tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Dia lebih memilih pergi daripada harus meluapkan amarahnya sekarang. Di sela-sela kekesalannya, Ify merogoh ponsel dalam sakunya. Dia bermaksud untuk memesan ojek online. Namun, niatnya harus tertunda saat kontak dengan nama Aksa tertera di layar hp nya.
“Halo Kak, ada apa?”
Masih di sekolah kan? Kak Aksa jemput ya?
“Eh, emm…”
Kak Aksa otw sekarang. Tunggu di deket pos satpam. Bye Fy!
Lagi. Aksa membuatnya tak bisa menolak. Dia ingin memasukkan kembali ponselnya tetapi lagi-lagi harus tertunda. Kali ini nama sahabat kecilnya muncul.
“Halo Vin, kenapa? Mau jemput aku juga?”
Loh, emang udah ada yang mau jemput kamu?
“Kak Aksa,”
Ya udah nggak papa. Aku tetep kesana. Mau mastiin dia nggak ingkar janji. Tunggu di depan gerbang.
“Terserah yaa,”
See u Ify.
Sambungan terputus. Baik. Ada dua instruksi sekarang. Banyak orang yang begitu baik dan tulus padanya, tetapi mengapa hati sulit untuk mengakui kepada siapa?
Ify memilih menunggu di depan gerbang sekolah kalau-kalau Kevin datang lebih dulu daripada Aksa. Benar saja, deru motor Kevin begitu khas di telinga Ify. Dia mendongak dan memastikan bahwa itu adalah orang yang ditunggunya.
“Ijah!” Panggilan itu meyakinkannya sekarang. Ify tersenyum ramah.
“Bener kan, Aksa belum kesini?” Ify berdehem ringan.
“Kayaknya sekolah kamu asik ya?” Kevin mengamati bangunan dan sekitarnya sekilas.
“Ya kalo siang iya. Jangan lupa semua tragedi itu karena sosok dari sini,” ingat Ify. Kevin mengangguk pelan.
“Eh iya, kenapa nggak balik bareng Alvan? Biasanya kalian nempel muluk kayak hiu sama tomat,” tanya Kevin yang berujung lawakan. Memang, Ify belum cerita ke siapapun tentang perubahan sikap Alvan padanya.
“LAH APA HUBUNGANNYA HIU SAMA TOMAT, PIPINNNNN? MAKANYA KALO OTAK BELUM NYAMPE, NGGAK USAH IKUT KELAS AKSEL!” Ingin rasanya Ify menjambak rambut Alvan saat itu juga.
“Tapi gini gini bisa sekampus sama kakak kelas lo yang katanya cerdas dan kece itu loh.” Alvan berbangga.
“Hihh!” Ify memukul lengan Kevin.
Ify mengalihkan pandangannya menelisik sesuatu yang mengusiknya. Setelah tahu, Ify buru-buru membuang pandangan ke arah lain tetapi cepat diketahui Kevin.
“Lah, itu kok kaya—Alvan! Fy, itu Alvan kan? Kok sama—” Ucapan Kevin tertahan dan beralih memandang Ify. Wajah sahabatnya berubah murung. Dia tahu ada sesuatu yang sedang disembunyikannya.
“Jelasin ke aku, kamu kenapa sama Alvan?” Kevin mulai curiga.
“Nggak papa. Biarin aja,” dalih Ify.
“Jangan bohong! Jangan bikin tugas aku gagal buat jagain kamu!” paksa Alvan.
“Tapi kamu nggak perlu ngelakuin itu. Aku bisa sendiri.” Ify tertunduk. Sesaat kemudian dia mencuri pandang ke arah Kevin. Dia tahu, sahabatnya ini mulai tersulut amarah.
Terdengar deru mesin mobil Aksa. Sang empunya turun dan menghampiri mereka berdua.
“Lo anterin Ify pulang dengan selamat! Gue ada urusan,” ucap Kevin pada Aksa to the point.
“Vin, kamu mau kemana?” Ify sedikit khawatir, Kevin akan nekat. Tanpa menggubris wajah-wajah kebingungan Aksa dan Ify, Kevin menyalakan mesin motornya kemudian melaju dengan kencang.
♡´・ᴗ・'♡
fila_daMau ngapain coba si Pipin?
Penasaran? See u next chap ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKASA✔
Teen FictionSteffy Aliyaza, gadis manis yang sedikit berbeda dari gadis lainnya karena bisa melihat 'mereka'. Sebagian hidupnya yang hancur perlahan terkikis setelah bertemu seorang laki-laki alumni sekolahnya. Mereka bisa begitu dekat dalam waktu singkat. Namu...