BAB 19 : SI-WAN

54 18 3
                                    

Si-Wan melihat dompetnya dengan kesal, hanya tersisa 1000 won sekarang. Hanya cukup untuk membeli sebuah gimbap segitiga di minimarket. Selama seminggu ini dia terus menghemat uangnya. Makan dan minum secukupnya, menahan hasrat minum-minuman keras adalah yang paling susah dia lakukan di momen seperti ini. Mengenakan masker, dan mengindari cctv polisi dia pergi keminimarket untuk membeli kimbab.

Dia memakan gimbapnya sembari melihat kondisi rumahnya dari jauh. Polisi selalu menjaga rumahnya didepan pintu. Dia pergi dengan memutuskan untuk mengecek rumah ibunya. Sudah 2 hari polisi tidak berjaga disana. Mungkin polisi sudah menyerah untuk berjaga disana.

Dan benar, polisi tidak berjaga. Tapi mungkin saja polisi bersembunyi untuk memancingnya keluar. "Aku tidak sebodoh itu". Dia pergi menuju telpon umum dan menelpon ibunya. Telpon analog tidak bisa dilacak seperti handphone digital.

"Ibu, ini aku Si-Wan."

"Apa yang telah kau lakukan? Polisi kemarin datang dan selalu berjaga didepan rumahku."

"Ada orang gila yang telah menjebakku. Apa ibu masih merasa ada yang mengawasi ibu? Kulihat sudah 2 hari polisi tidak berjaga lagi."

"Sebentar, aku akan memeriksanya keluar," Ibu Si-Wan melihat kearah jendela. Kemarin selama 5 hari ada mobil yang mencurigakan, sepertinya itu polisi yang sedang menyamar. "Selama 2 hari ini, aku selalu mengecek lingkungan rumah ibu. Sepertinya polisi sudah menyerah untuk berjaga disini."

"Mengirim uang ke rekeningku akan membuat ibu dalam bahaya. Bisakah ibu meninggalkan uang disuatu tempat?"

"Aku akan menaruhnya diloker MRT statiun 4 nomor 50, aku akan sangat berhati-hati. Apabila aku merasa diawasi maka aku tidak jadi menaruhnya. Jadi ceklah setiap hari."

"Baiklah, aku akan mengeceknya dari besok. Terimakasih ibu." Si-Wan tahu betul biar bagaimanapun ibunya tidak akan membiarkannya hidup terlantar.

"Terimakasih," Dong Wook tersenyum di depan ibu itu. Selama ini dia terus mencatat disebuah buku, dan memperlihatkan apa yang harus dikatakan ibu itu pada Si-Wan. "Membantu proses penyelidikan adalah kewajiban mutlak bagi setiap warga negara. Sekali lagi aku sangat berterimakasih."

"Dia memang anakku, tapi membunuh seseorang sudah keterlaluan. Dia harus menebus dosanya, agar tuhan dapat memafkannya."

Dong Wook menelpon Hyeri, Tae ha, dan Dae Hee. "Jebakannya berhasil, besok kita rencanakan bagaimana menangkapnya."

********

Si-Wan beberapa kali harus mengambil jalan memutar untuk menghindari cctv. Dia berada di MRT sekarang. Dengan masker dan pakaian serba hitam, dia memasuki kerumunan untuk mencari tempat loker. Loker berwarna jingga berjejer didepannya sekarang. Tinggal mencari angka 50. Dia mengurut nomor dengan telunjuknya. "Terimakasih Ibu." Ucapnya sembari membuka loker benomor 50 itu.

Terdapat kantong kresek yang sepertinya penuh dengan uang, dengan mata penuh antusias dia membuka plastik itu. Sisi kiri dan kanan kepalanya terasa dingin sekarang.

"Jangan bergerak!" Dong Wook dan Hyeri menempatkan pistolnya di dua sisi kepala Si-Wan.

Sementara Tae Ha dan Dae Hee membidik dari jarak 5 meter.

"Angkat tanganmu!"perintah Hyeri.

Kantong plastik itu terjatuh dilantai, dengan potongan kertas kosong bertebaran. Si-Wan mengangkat tangannya dengan wajah penuh keringat. Dia benar-benar tidak bisa kabur sekarang.

"Tae Ha, borgol dia," perintah Dong Wook.

Tae Ha memasukkan pistol ke saku ikat pingganganya. Mengambil borgol dibagian saku belakangnya, mengambil tangan Si-Wan, lalu mulai memborogolnya.

"Kamu memiliki hak untuk diam. Apapun yang kamu katakan dapat digunakan dalam pengadilan. Kamu memiliki hak untuk memiliki penasehat hukum. Apabila tidak mampu menyewa, maka pemerintah akan menyediakannya," ucap Tae Ha. Setelah mengucapkan asas miranda. Mereka membawa Si-Wan kekantor mereka.

********

"Pisau yang berada dirumahmu, memiliki DNA Kim Nam Gil! Sudah cukup, mengakui semuanya lebih baik untukmu sekarang," tegas Dong Wook.

"Aku benar-benar tidak membunuhnya, berapa kali aku bilang. Saat itu aku mabuk berat, tiba-tiba saja pisau itu ada disamping tubuhku saat aku bangun tidur. Sampai matipun aku tidak akan mengakuinya!"

"Sidik jarimu juga berada dipisau itu!"

"Aku tentu saja langsung memegangnya ketika pisau itu tiba-tiba ada sampingku."

Dae Hee menatapnya kesal, "Sudahlah, segera tuntut dia dengan kasus pembunuhan dan penyerangan polisi. Dia akan membusuk ditempat yang seharusnya," sahut Dae Hee.

"Kalian harus percaya padaku, aku minta maaf atas penyerangan itu. Tapi aku berani bersumpah, bukan aku pembunuhnya."

"Dia bisa saja membunuh dalam keadaan mabuk, hingga tidak sadar di pagi harinya," cetus Hyeri.

"Aku akan langsung mengingat apa yang kulakukan dalam tiga hari, aku selalu mencoba mengingatnya, apakah aku benar-benar telah membunuh Nam Gil. Tapi ini sudah seminggu, dan aku bersumpah aku benar-benar tidak membunuhnya."

Tae Ha memukul meja lalu mencengkram kerah Si-Wan. "Aku benar-benar tau orang sepertimu, kau dapat membunuh siapapun dengan sifat burukmu itu. Berhenti bersumpah seolah-olah kau percaya akan adanya tuhan!" tatap Tae Ha tajam.

"Tae Ha, cukup. Biar bagaimanapun, dengan bukti sebanyak itu kita akan mendakwanya dengan kasus pembunuhan dan penyerangan polisi," ucap Dong Wook.

Si-Wan tertawa kecil lalu tawanya terlihat semakin besar. "Biar bagaimanapun, kalian tetap akan berpikir akulah pembunuhnya. Baiklah, aku menyerah. Lakukan apa yang kalian mau! Tolong berikan aku bir, paling tidak aku dapat mabuk dan menghilangkan rasa frustasi ini."

"Apa kau gila?" bentak Dae Hee.

"Ya, aku gila. Bukankah orang yang akan dijatuhi hukuman mati memiliki sebuah keinginan yang harus dikabulkan polisi. Bawakan saja aku bir, aku benar-benar butuh minum sekarang." ucap Si-Wan putus asa.

Dong Wook pergi keluar ruang introgasi lalu mengambilkan bir untuk Si-Wan. "Minumlah, dan sesali perbuatanmu."

Dong Wook kemudian pergi ke luar ruang introgasi lalu masuk keruang pengawasan bersama rekannya. Ruang pengawasan memiliki kaca yang mengarah keruang introgasi, tetapi dari ruang introgasi tidak dapat melihat keruangan pengawasan. Dae Hee berdecak kemudian bersandar di dinding.

"Dia benar-benar gila, aku tidak pernah melihat orang yang sangat bersikukuh seperti itu," ucap Dae Hee.

"Biar bagaimanapun dialah pembunuhnya," sahut Tae Ha.

"Tapi dia benar-benar aneh, walaupun semua bukti dan perbuatannya mengarah padanya. Dia tetap berkata tidak membunuhnya," ucap Hyeri.

"Dia hanya ingin mengelak saja, bukankah kita banyak menangkap orang seperti itu," jawab Tae Ha.

Dong Wook melihat Si-Wan dengan tajam, Si-Wan memang terlihat aneh. Dia terlalu ngotot, dan wajahnya benar-benar terlihat frustasi. Si-Wan memutar kaleng bir dengan tangan kanannya, lalu meminum bir itu.

Dong Wook mendekatkan dirinya pada kaca. Dia memandang tajam dengan wajah tak percaya. "Hyeri, bukankah pembunuhnya kidal? Coba kau lihat itu!"

Suara panik Dong Wook, mengalihkan semua perhatian rekannya. Hyeri, Tae ha, dan Dae Hee melihat kearah Si-Wan yang frustasi sambil minum bir dengan tangan kanannya.

"Kita kemarin panik ketika Tae Ha di sandera oleh Si-Wan, coba kalian ingat. Dia menggunakan pisau itu dengan tangan kanannya!" terang Dong Wook.

-Komen-komen ya, terkadang author juga butuh semangat. Terimakasih sudah setia sampai part 20 ini...

Redemption (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang